📍 13. Impian

2K 252 58
                                    

     "Jadi, sekarang kita pacaran?"

     Raga menghela napas kasar sembari menoleh pada lawan bicara. Di sana— persis di sampingnya nampak Wanda yang kini menatapnya dengan mata berbinar.

     Sudah tidak terhitung berapa kali Wanda berkata seperti itu pada Raga. Jengah? Tentu saja. Bahkan setelah banyaknya penolakan dari Raga, Wanda tidak juga mundur.

     Selama ini Raga tidak pernah menyatakan perasaan pada seorang gadis. Malah, para gadis lah yang selalu menyatakan cinta dan mengajaknya pancaran.

     Dan, Raga menjalaninya begitu saja tanpa kepastian dan status yang jelas. Lama kelamaan mereka akan kesal dan patah hati karena sikap Raga, kemudian tanpa harus melakukan apapun mereka akan mundur dengan sendirinya. 

     So simple.

     Namun, entah kenapa sejak kepindahannya ke Jogja ia menjadi tidak berminat menjalin suatu hubungan tanpa kepastian dengan seorang gadis.

     Saat ini juga, Raga tengah berada di kelas. Para guru sedang rapat, oleh karena itu murid diberi tugas sampai rapat selesai.

     Namun, tidak sedikit dari mereka malah sibuk sendiri dengan aktivitasnya masing-masing, seperti bermain gitar sambil bernyanyi, menggosip, mencorat-coret papan tulis, membaca novel, dan aktivitas-aktivitas lainnya.

     Begitupun Raga, ia yang tengah mengobrol bersama temannya dikejutkan dengan kehadiran Wanda di kelasnya dan lagi-lagi berucap demikian.

     "Enggak."

     Jawaban singkat dari Raga sukses membuat pancaran berbinar dari mata Wanda meredup.

     Wanda menelan ludah kasar. "Kenapa?"

     Raga menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa apanya?"

     Wanda mendengus kasar. Bagaimana ia bisa menyukai lelaki tidak peka dan menyebalkan seperti Raga, padahal di luar sana masih banyak lelaki yang mengantri untuk mendapatkan hatinya.

     "Ya kan kita udah sering jalan bareng. Aku juga udah ngubah gaya bicara aku yang tadinya lo-gue jadi aku-kamu biar terkesan sweet gitu. Eh kamunya malah enggak ngubah gaya bicara juga." Wanda mengerucutkan bibir berwarna peace karena terpoles lip tint.

     "Ya terus?"

     Wanda meremas ujung roknya, ia benar-benar gugup sekarang. "Lagian aku juga udah ngenalin kamu ke mama aku, kan? Kapan kamu bakal ngenalin aku ke keluarga kamu?" Kini raut sedih di wajah Wanda berubah sumringah.

     Raga mengusap kasar wajah kebasnya. Bagaimana bisa ia bertemu dengan gadis seperti Wanda. Selama ini, Raga menganggap Wanda hanya sebatas teman bisa. Tidak lebih dari itu, dan ia juga tidak memiliki niatan membuka hati untuk Wanda.

     "Wanda—"

     "Iya?!" Wanda menggeser posisi duduknya lebih dekat pada Raga.

     "Baru juga mau ngomong elah."

     Wanda menyengir kikuk. "Iya deh, maap."

     Raga menatap Wanda dengan raut wajah serius. "Lu suka sama gue?"

     "Iya!"

     "Pengen jadi pacar gue?"

     "Iya!"

     "Pengen liat gue bahagia?"

     "Iya!"

      "Jauhin gue."

Dia MaryamWhere stories live. Discover now