📍 5. Giya and Mom

3.4K 339 41
                                    

     "Oh, si kacamata? Lo kerja di sini sama temen lo itu?" Wanda menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil menatap sekeliling

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


     "Oh, si kacamata? Lo kerja di sini sama temen lo itu?" Wanda menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil menatap sekeliling.

     Toko bunga yang berdesain minimalis modern itu nampak rapi dan indah dipandang mata dengan bunga-bunga yang dipasang di tembok atau rak-rak yang sudah tersedia. Membuat siapapun betah berlama-lama di sana.

     Laili menatap Wanda sebal. Ingin membalas ucapan Wanda, tapi ia menahannya. Bagaimanapun juga, saat ini Wanda adalah pelanggannya.

     "Gue mau satu buket bunga lily." Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Laili mengangguk dan menyiapkan pesanan Wanda.

     Sementara Raga kini sedang berjalan mendekat ke arah gadis berjilbab yang masih fokus berkutat dengan satu buket bunga ditangannya.

     "Assalamualaikum." salam Raga membuat Maryam gadis itu menoleh. "Kamu?" gumam Maryam pelan. "Waalaikumsalam. Kamu kok ada di sini?"

     "Nganterin temen." Maryam mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tatapannya berhenti pada Wanda yang tengah memberi instruksi pada Laili untuk membuat buket bunga sesuai keinginannya.

     "Oh ya, boleh minta nomor telepon mama lu? Atau alamatnya?" ucap Raga tiba-tiba membuat Maryam tercenung.

     "Mama?" Tanpa sadar Maryam membeo lirih.

     Maryam mengernyit heran. "Buat apa?"

     Raga tersenyum. "Buat berterimakasih sama mama lu karena udah melahirkan putri secantik elu." Entah dapat ide dari mana ia mengatakan hal seperti itu. "Damn! Gue ngomong apa dah."

     Mungkin ia memang sudah biasa memberi kalimat gombal pada para gadis. Tapi kali ini bukanlah keisengan seperti biasanya, kalimat itu terlontar dengan sendirinya. Dari hatinya.

     Raut heran di wajah Maryam seketika berubah datar, ia mengalihkan pandangan dari Raga, kembali fokus pada pekerjaannya. "Umi aku udah meninggal." Setelah mengatakan itu, Maryam berlalu begitu saja dari hadapan Raga. Masuk ke ruangan yang tidak Raga tahu fungsinya.

     Raga diam, masih mencerna kalimat yang baru saja ia dengar. Sepersekian detik berikutnya, Raga mengerang tertahan sambil mengacak rambutnya asal. "Kenapa bisa kelepasan dah!"

🔸📍🔸

     Hari yang melelahkan. Ya, ingin rasanya Raga menenggelamkan dirinya sendiri di Samudera Atlantik setelah mengucapkan kalimat yang seharusnya tidak ia katakan. Apa dia sedih karena mengingat umi nya? Apa dia marah? Pertanyaan-pertanyaan itu terus terngiang di kepala Raga.

     Tidak biasanya Raga dibuat seperti ini hanya karena seorang gadis. Bahkan seorang gadis menangis karenanya pun tidak terlalu ia pikirkan. Mungkin awalnya ia meminta maaf, ayolah Raga tidak sebrengsek itu. Ia minta maaf jika sekiranya ia salah. Tapi jika gadis itu tidak mau memaafkannya, maka ya sudah.

Dia MaryamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang