📍 8. Hanya Iseng

2.6K 261 61
                                    

"Ga, lu suka Maryam ya?" Pertanyaan yang dilontarkan Diyas membuat Raga tersedak bakwan jagung yang ia kunyah. Dengan segera Raga meneguk minuman dingin yang sudah ia beli.

"Suka." jawab Raga singkat, "lagian kenapa gue harus gak suka dia?" lanjutnya sambil kembali mengunyah bakwan jagung yang tinggal setengah itu.

Saat ini Raga, Diya, Firman, dan juga Radit tengah berkumpul di KBY yaitu singkatan dari Kantin Bu Yuni. Entah kenapa tiba-tiba Diyas mananyakan hal seperti itu.

Biasanya ia tidak pernah ikut campur masalah percintan Raga. Bahkan Diyas juga tidak terlalu mempermasalahkan jika Raga sering berganti-ganti pasangan. Padahal biasanya Diyas lah yang sering menasihati Raga jika sekiranya sohibnya itu mulai melenceng dari jalan yang benar. Tapi yang namanya Raga, mau dinasehati berapa kali pun sekali dia menjawab tidak maka tidak.

"Maksud gue, perasaan lu ke Maryam itu tulus atau cuma main-main kayak biasanya?" Kini Diyas berucap serius. Tak ada raut wajah cuek dan malas seperti biasanya. Sedangkan Firman dan Radit hanya menyimak sambil memakan sarapan mereka.

Setelah menerima pesan grup dari Raga tadi, mereka segera bergegas pergi ke sekolah tanpa mandi apalagi sarapan. Hanya cuci muka balik kanan bubar jalan.

"Maksud lu gue cinta gitu sama Maryam?" tanya Raga tidak terlalu berminat. Diyas mengangguk, "bisa dibilang begitu."

Jawaban dari Diyas membuat Raga tertawa terbahak-bahak. Sementara Diyas, Firman dan Radit saling bertatapan satu sama lain melemparkan raut wajah heran. Diyas tahu betul, Raga bukanlah seorang yang ingin berteman apalagi berkomitmen dengan seorang perempuan. Jikapun ia mendekati seorang perempuan, maka yang pasti tujuan awalnya bukan berteman. Hanya iseng? Maybe.

"Lu sehat, Ga?" tanya Radit sambil menyentuh dahi Raga yang pastinya langsung ditepis oleh empunya.

"Kayaknya lu perlu diruqyah deh. Udah ga beres." usul Firman yang langsung disetujui oleh Diyas dan Radit.

"Pasti gara-gara kerasukan jin penunggu pohon cabe deket green house tadi." timpal Radit membuat Raga segera menghentikan tawanya.

Menyeka sudut matanya yang berair, Raga mulai menormalkan napasnya yang sempat memburu karena tertawa. "Heh, harusnya kalian itu yang perlu diruqyah. Dan gue tekankan sekali lagi ya, seorang Raga gak mungkin dan gak akan jatuh cinta sama makhluk hidup yang bernama perempuan."

"Berarti lu homo dong, Ga. Weh, jangan-jangan selama ini lu suka sama gue lagi. Hiii dedek ndak mau Om." ucap Firman sambil menampilkan ekspresi wajah yang membuat ketiganya bergidik ngeri.

"Maksud gue bukan gitu Firman bin Superman!" ucap Raga sambil melempar kulit kacang ke muka Firman yang minta diulek pake gilesan itu.

"Pait lu Ga!" Firman mengusap wajahnya yang tadi terkena lemparan kulit kacang dari Raga membuat Radit tertawa renyah melihat ekspresi sohibnya yang malang itu.

"Bakoh ya Man. Bakoh," ucap Radit sambil mengusap-usap punggung Firman beberapa kali sambil masih tertawa.

"Hilih, lebay. Masih mending cuma gue lempar pake kulit kacang. Niatnya pengen gue lempar pake kulit duren lu, Man." Raga berucap ketus kemudian kembali memasang raut wajah serius.

"Gini ya, bukannya gue udah pernah bilang ke lu pada kalau bagi gue, perempuan itu bullshit. Mereka itu egois, bahkan mereka bisa dibilang gak punya hati? Dan lagi, gak akan pernah ada sejarahnya seorang Raga jatuh cinta. Mungkin gue cuma iseng aja." ucap Raga tertawa renyah, tetapi ekspresinya seketika berubah seperti sedang menahan sesuatu yang bergejolak di hatinya, terbukti dengan rahangnya yang mengeras dan tangannya yang terkepal kuat.

"Bahkan mereka meninggalkan darah daging mereka sendiri, demi pria lain yang bahkan tidak memiliki ikatan apapun." ucap Raga sendu.

"Cieeeee curhat nih ceritanya si Bujank awokawok- AWWH!" Firman meringis menahan sakit pada kakinya yang diinjak oleh Diyas dan juga Radit secara bersamaan. Kini mereka tengah menatap Firman tajam.

"Gile, mantep juga ya injakan kaki badak kutubnya si Radit." gumam Firman pelan, namun tetap saja masih dapat didengar oleh ketiganya. "Eh, enggak-enggak. Lanjutin aja lanjutin ehe."

Diyas dan Radit kembali beralih pada Raga yang kini tengah menatap kosong ke depan. Tatapannya menerawang jauh, entah apa yang saat ini ia pikirkan.

"Ga, gak semua perempuan kayak gitu. Gue tau masa lalu lu. Tapi lu gak bisa melampiaskan kekesalan lu atau bahkan kebencian lu pada perempuan lain yang bahkan gak punya salah apa-apa ke elu." Diyas berucap hati-hati, "itu salah."

Raga tetap diam. Namun, dalam diamnya ia tetap mendengarkan dan mencoba mencerna setiap kata yang Diyas lontarkan.

"Dan gue gak akan biarin Maryam jadi salah satu mainan lu. Dia terlalu baik buat lu permainkan. Selama ini lu deket dan mempermainkan perasaan banyak cewek gue gak permasalahkan, toh mereka sendiri yang ngemis perhatian ke elu. Tapi jika itu Maryam, siap-siap berhadapan dengan gue." Setelah mengatakan kalimat terakhirnya, Diyas berdiri dan melangkah menjauh dari kantin.

Firman dan Radit yang hanya menatap kepergian Diyas dengan raut wajah heran dan aneh. Namun tidak dengan Raga. Ekspresinya saat ini tidak dapat terbaca. Banyak hal yang ia pikirkan saat ini. Namun, ada satu hal yang mengganjal di benaknya.

"Diyas dan Maryam ya?" Raga bergumam lirih, setelahnya seulas senyum miring tercetak di wajah Raga.

🔸📍🔸

Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi sejak beberapa menit lalu. Semua murid segera berhamburan keluar dari kelas. Pulang sekolah waktu yang ditunggu-tunggu oleh kebanyakan murid. Tapi hal itu tidak membuat mood Raga membaik.

Seharian ini di sekolah Raga tidak terlalu aktif, malah terkesan pasif. Firman dan Radit yang notabenenya sohib Raga merasa aneh dengan sikap Raga. Sebegitu berpengaruh kah ucapan Diyas tadi pagi?

Namun, Raga bukanlah tipe orang yang suka menggubris perkataan orang lain. Entah kenapa dengan dirinya hari ini. Sementara Diyas entah pergi kemana, sejak pagi tadi mereka belum melihatnya.

"Gue duluan, men!" ucap Radit pada Raga dan Firman sambil mengenakan helm.

"Yoi, hati-hati nabrak angin." balas Raga sambil menaiki motornya.

"Kalo udah sampe vece ya beb." ucap Firman membuat Radit mendelik tajam. "Emang lu siapanya gue?"

"Oh kamu gitu ya sekarang. Oke, fine. Nanti malem bobok di luar!" ucap Firman membuat Raga dan Radit bergidik ngeri secara bersamaan.

"Sobat kita yang satu ini kayaknya lagi kumat deh, Ga. Merinding gue." ucap Radit berbisik di telinga Raga sambil melirik Firman yang kini tengah mengenakan jaketnya.

"Sobat lu aja kali. Gue gak kenal. Cabut aja yok." balas Raga juga berbisik. Tanpa pikir panjang keduanya segera tancap gas meninggalkan Firman yang kini tengah bercermin di depan spion.

"Ternyata gue gak kalah ganteng dari Iqbal Ramadhan ya? Yoi gak tuh-"

Krik. Seketika terdengar alunan melodi jangkrik. "Gile gue ditinggal! Sepetlah!"

"Firman yang malang. Banyak-banyak istighfarlah jika berkawan dengan spesies makhluk hidup seperti mereka." ucap Firman dramatis sambil mengelus dada dan geleng-geleng kepala.

🔸📍🔸

Note: Gak ada Maryam dan pendek ya? Gomennasai😅🙏 see you^^



Dia MaryamWhere stories live. Discover now