📍 24. Bad

1.7K 195 44
                                    

     Dengan langkah ringan Raga berjalan di sepanjang koridor RS dimana Mama Kiran dirawat. Seulas senyum tipis tersungging di bibirnya. Ada secercah harapan dari sorot matanya jika saat ini Mama Kiran tengah duduk di brankar dengan seulas senyum hangat seperti biasanya.

     Raga sangat merindukan senyum itu. Raga takut jika setelah ini atau esok, dirinya tidak bisa melihat senyum itu lagi. Genggamannya pada satu buket bunga tulip putih di tangannya semakin erat saat dirinya sudah dekat dengan ruangan dimana Mama Kiran berada.

     Sesuai janjinya, ia langsung datang ke rumah sakit setelah pembelajaran di sekolah usai. Namun sebelum itu Raga sempat mampir ke toko bunga  untuk membeli sebuket bunga tulip putih. Sebenarnya ada alasan lain ia pergi ke toko bunga itu. Raga ingin menemui seseorang, tapi orang itu tidak ada di sana.

     Buk!

     Buket bunga itu terjatuh ketika seorang wanita baya dengan handphone di telinganya berjalan dengan tergesa-gesa dan menabrak Raga.

     "Eh, maaf maaf. Ibu gak sengaja." Wanita baya itu setengah membungkuk untuk mengambilkan buket bunga yang terjatuh karena dirinya. Namun dengan sigap Raga lebih dulu mengambilnya, "Aah, gapapa, Bu."

     "Sekali lagi maaf, bunganya jadi rusak. Mau ibu ganti?" ucap wanita itu menyesal sembari menatap buket bunga tulip putih yang memang agak rusak karena sempat terinjak oleh kakinya.

     Raga tersenyum. "Santai aja, Bu. Di toko masih banyak."

     Wanita itu manggut-manggut, "Bunga untuk—"

     "Orang yang istimewa." jawab Raga cepat dan mantap sembari menatap buket bunga dengan tatapan dalam penuh makna.

     "Oh, bunga kesukaannya ya?" tanya wanita itu lagi. Ia hanya heran, melihat dari tampilan Raga yang masih mengenakan seragam sekolah bahkan tas punggung yang melingkar di pundak kanannya, masih sempat-sempatnya ia membeli bunga dan langsung datang ke rumah sakit tanpa mengistirahatkan diri setelah melewati hari yang begitu panjang dan pastinya melelahkan di sekolah. Jarang sekali wanita itu melihat hal seperti itu.

     Raga tersenyum kecil. "Saya gak tau bunga kesukaannya. Yang saya tau, ada seseorang yang pernah bilang ke saya jika bunga tulip putih itu melambangkan permintaan maaf. Bunga ini juga memiliki keindahan cinta yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata." Ucapan Maryam tempo hari kembali terlintas di telinganya. Ia masih ingat dengan jelas apa saja yang Maryam katakan. Setiap momen yang ia lalui bersama Maryam rasa-rasanya baru terjadi kemarin. Tapi sekarang? Semuanya sudah berbeda.

     Raga tersenyum getir mengingat semua itu. "Ya, seperti itulah."

     "Aah, sepertinya kekasihmu itu sangat beruntung memilikimu. Di saat sakit seperti ini saja masih mendapat begitu banyak perhatian dan kasih sayang dari kekasihnya." Wanita itu berucap dengan senyum merekah, "Kalo ibu masih muda, udah ibu gebet kamu." lanjutnya sembari tertawa kecil.

     Raga hanya bisa tersenyum kikuk mendengar pernyataan wanita itu tentang dirinya. Entahlah, Raga tidak terbiasa mendengar hal baik tentang dirinya setelah banyaknya asumsi negatif yang orang-orang pikirkan tentangnya. "Ibu bisa aja. Rasanya itu terlalu hiperbol buat saya. Dan ya, dia bukan kekasih saya. Dia ibu saya."

     "Oh... Gitu. Ibu kamu pasti beruntung punya putra seperti kamu. Kalo gak salah—" Handphone wanita itu kembali berdering, membuat semua fokus teralihkan sejenak pada benda segi empat yang terus bergetar.

     "Ibu duluan ya, maaf loh ya buat bunganya."  Setelahnya, wanita itu benar-benar pergi. Menghilang di belokan koridor.

      "Sebenarnya gue yang beruntung punya ibu sepertinya." gumam Raga pelan lalu kembali melanjutkan langkahnya. Hanya tinggal berbelok ke kanan ia akan sampai di ruangan dimana Mama Kiran dirawat.

Dia Maryamحيث تعيش القصص. اكتشف الآن