📍 33. Doa

2.3K 227 88
                                    

Mulmed|Q.S Ar-Rahman - Ustadz Zain Abu Kautsar.
.
.

Sekedar info, authornya nge-fans ama Ustadz Zain💛

🔸📍🔸

     Semua agenda kegiatan sudah dilakukan. Acara sudah selesai. Semua tamu dan murid dengan beraturan mulai meninggalkan sekolah. Pulang ke rumah masing-masing.

     Begitupun dengan Maryam. Kini dirinya tengah menaiki ojek online yang sudah ia pesan. Sebelumnya Laili sudah menawarkan tumpangan, namun jelas Maryam menolak. Tentu saja, Laili dijemput oleh ayahnya dengan motor Vespa lagen-nya. Lalu Maryam harus duduk di mana? Di bannya?

     Ckitt!

     Pengemudi ojek online itu tiba-tiba saja menghentikan motornya. "Loh, kenapa, Pak?"

     Maryam juga pria tengah baya pengemudi ojek online itu turun dari motor tua yang sudah kurang layak untuk dikendarai.

     "Aduh, maaf ya mbak. Bannya bocor." ucap Pak Trisna si pengemudi ojol penuh sesal. "Saya alihkan ke temen saja aja gimana?"

     "Terus bapaknya gimana?"

     "Tenang aja, gak jauh dari sini ada bengkel kok mbak. Saya bisa dorong motor saya sampe sana." Pak Trisna merogoh saku jaket ojolnya untuk mengambil handphonenya.

     Pak Trisna nampak kesulitan mengaktifkan handphone jadulnya. Sekilas, Maryam dapat melihat foto empat anak kecil tengah tersenyum lebar memperlihatkan gigi-gigi kelinci dan ompongnya yang dijadikan wallpaper handphone.

     "Nah. Mbaknya tunggu ya, temen saja lagi perjalanan ke sini."

     "Iya. Makasih, Pak. Em... Ini ongkos buat tambal ban dan ongkos nganterin saya." Maryam memberikan uang lebih untuk Pak Trisna. Maryam tidak tega melihat beliau di usia senjanya masih bekerja hingga larut malam untuk menafkahi keluarganya.

     "Boten sah, mbak. Saya cuma nganterin setengah jalan." Pak Trisna menolak halus karena merasa tidak enak.

     Maryam menggeleng. "Enggak papa, Pak. Terima aja ya, Pak. Kalo bukan buat bapak, seenggaknya ini buat anak-anak bapak yang sudah menunggu di rumah." Pak Trisna terdiam sejenak. Tatapannya berubah sendu. "Ini ya, Pak. Wajib diterima pokoknya."

     Pak Trisna menatap Maryam tak percaya. "Makasih, nduk."

     Maryam tersenyum. "Iya, Pak. Makasih kembali."

     "Mbaknya gak papa nunggu di sini sendiri?"

     "Enggak apa-apa, Pak. Lagian temen bapak bentar lagi juga datang kan?"

     "Iya. Sekali lagi terima kasih banyak. Hati-hati ya, nduk."

     "Bapak juga."

     Maryam menatap kepergian Pak Trisna dengan seulas senyum samar. Ia jadi teringat pada abah. Apa abah sudah tidur? Sudah minum obat? Akhir-akhir ini kesehatan abah menurun. Maryam jadi harus ekstra dalam menjaga dan merawat abah.

     Bahkan karena alasan kesehatannya itu juga abah memintanya untuk menyetujui perjodohan yang sama sekali tidak dirinya inginkan.

     Maryam menghela napas panjang sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tempat ini sangat sepi. Malam juga semakin larut. Udara dingin membuat Maryam mengeratkan blazer mocca yang ia kenakan.

Dia MaryamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang