📍 17. Realized

1.6K 192 35
                                    

Minta tolong kasih tau kalo ada typo dan kata-kata yang kurang efektif di baca. Terimakasih.

     "Kak, sekarang Abah kontrolnya jadi enam bulan sekali ya?" tanya Maryam pada Kak Toha yang kini tengah berjalan berdampingan dengannya di lobi rumah sakit.

      Kak Toha menatap Maryam sekilas sembari tersenyum lembut. "Iya. Alhamdulillah kondisi Abah sudah semakin membaik."

     Maryam tersenyum lega. "Alhamdulillah..." Selama ini ia tidak pernah bisa membayangkan jika kondisi Abah semakin menurun, drop, atau bahkan menjadi lebih parah.

     Jika sampai itu terjadi Maryam tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Ia begitu menyayangi Abahnya karena beliau satu-satunya orang tua yang Maryam miliki dan yang selalu ada untuk Maryam, marawat dan membesarkannya. Menjadi ayah sekaligus ibu bagi Maryam.

     "Omong-omong, temen kamu atau kerabat temen kamu yang waktu itu ada yang lagi sakit ya?"

     Maryam mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan Kak Toha. "Teman? Yang mana Kak?"

     "Itu loh, Raga."

     Maryam tertegun, kenapa tiba-tiba Kak Toha menanyakan tentang Raga?

     "Setau Maryam, dia baik-baik aja kok Kak. Em, tapi..." Maryam ingat, Raga sempat babak belur karena saling adu pukul dengan Diyas tempo hari. Apa karena itu?

     "Emang kenapa Kak Toha tiba-tiba nanya soal Raga?" tanya Maryam penasaran.

     "Tuh."

     Maryam mengikuti arah pandang Kak Toha yang memberinya kode dengan dagunya.

     Dari tempatnya saat ini, Maryam dapat melihat Raga yang tengah berdiri—mondar-mandir di depan pintu ruang ICU.

     Kernyitan samar nampak di dahi Maryam. "Raga?" gumamnya tanpa sadar. Kini, Maryam semakin dibuat bingung saja. Apa yang Raga lakukan di rumah sakit? Dia sakit? Sepertinya tidak. Berbagi pertanyaan-pertannyaan seputar Raga terus terngiang di kepala Maryam.

     "Samperin gih." Spontan Maryam menoleh pada Kak Toha yang kini tengah tersenyum penuh arti padanya.

     "Kak Toha gak ikut?"

     "Kakak mau tebus resep obat Abah dulu."

     "Tapi—"

     "Titip salam buat Raga ya." Maryam hendak protes, tapi Kak Toha sudah lebih dulu berjalan menjauh. Entah kenapa ia merasa gugup untuk menemui Raga. Padahal selama ini ia selalu biasa-biasa saja jika mengobrol atau berada di dekat Raga.

      Maryam menghela napas panjang. "Dia cuma Raga." ucapnya memantapkan diri.

     Maryam mulai melangkah mendekat ke tempat Raga— ruang ICU. "Siapa yang sakit? Kerabatnya kah?" Maryam terus bertanya-tanya dalam hati. Jika bukan Raga, lalu siapa?

     Maryam agak mempercepat langkahnya, entah kenapa hanya dengan melihat raut frustasi dan khawatir yang terpancar dari wajah Raga membuat Maryam ikut terbawa dan merasakan apa yang saat ini Raga rasakan. Ini mirip seperti kejadian bertahun-tahun lalu saat Omanya sekarat di ruang ICU.

     Semakin dekat jaraknya dengan Raga, maka semakin kencang pula debaran jantungnya. Maryam membenarkan bros bunga berukuran mini yang terpasang di kerudung abu-abunya sekaligus menyentuh dadanya yang berdebar kencang. "Tarik napas, hembuskan."

     Maryam menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyum. Mulutnya sedikit terbuka, "Rag—"

     Maryam menghentikan langkahnya, menelan ludah kasar setelah mengurungkan panggilannya. Dari sini, ia dapat melihat Raga yang kini tidak lagi sendirian. Ada seseorang bersamanya.

Dia MaryamWhere stories live. Discover now