📍 29. Fakta

1.8K 181 55
                                    

     Setelah berkumpul bersama teman-temannya di kantin seusai jam pembelajaran, Raga memutuskan untuk pamit terlebih dahulu. Deru mesin motor yang Raga naiki terdengar halus di telinga, dengan kecepatan sedang, motor itu melaju keluar dari gerbang sekolah

     Namun, Raga menurunkan kecepatan motornya ketika indera penglihatannya menangkap sosok gadis yang tengah berada di halte tak jauh dari sekolah. "Gue mah setuju, ungkapin aja, Ga. entar kalo si doi udah terlanjur diembat orang dan lu belum sempat mengungkapkan perasaan baru nyesel." Ucapan Diyas beberapa saat lalu terlintas begitu saja di telinganya. "Mungkinkah ini saat yang tepat?" Menghela napas panjang, perlahan Raga menepikan motornya persis di depan gadis itu.

     "Assalamu'alaikum." salam Raga sambil melepas helm yang ia kenakan.

     Maryam mengalihkan perhatiannya dari buku di tangannya kepada Raga. "Waalaikumsalam."

     "Ngapain di sini? Nunggu angkot?" tanya Raga basa-basi. Ia hanya ingin mengobrol dengan Maryam, atau jika bisa, ia ingin menawarkan tumpangan. Tapi Raga yakin pasti tawarannya akan ditolak.

     "Nungguin kamu."

     Raga terkesiap mendengar pernyataan Maryam. "Lah? Yakin nunggu gue? Gak salah orang tuh? Gue Raga loh."

     Maryam menghela napas panjang. "Iya tau kamu tuh Raga, siapa coba yang bilang kalo kamu itu Sehun EXO." Seketika Maryam teringat pada Laili yang sangat suka dengan salah satu boyband asal Korea Selatan. Setiap hari yang paling banyak dibicarakan pasti anggota-anggota personilnya yang dia akui sebagai calon imam, masa depan, kekasih, pacar simpanan, dan masih banyak lagi. Maryam sampai pusing mendengarnya.

     "Ya siapa tau karena efek panas dan polusi di siang bolong gini bikin penglihatan lu kabur dan melihat gue sebagai Sehun EXO." ceplos Raga tanpa dasar yang jelas.

     "Enggak mungkin. Teori dari mana itu?" balas Maryam melipat kedua tangan di depan dada.

     Raga menepuk-nepuk dadanya beberapa kali. "Teori Drs. Raga. Teori pitagoras dan teori e=m² dari Albert Einstein aja lewat."

     Maryam mengernyit ragu. "Apa iya? Drs. Raga? Sejak kapan kamu dapat gelar itu? Masih SMA juga."

     Raga mengangguk kecil. "Drs itu singkatannya 'dari saudara'. Drs. Raga, 'dari saudara Raga'. Gitu."

     Maryam mendengus kasar. "Iya deh percaya. Oke, sekarang back to topic. Setelah bel pulang sekolah kamu kemana? Main ngilang gitu aja. Aku mau ngomong sesuatu yang serius."

     Raga mengusap leher belakangnya kikuk. "Aah ya jangan sekarang, kitakan masih sekolah, gue juga belum mapan. Masa udah mau diseriusin aja? Mentang-mentang KUA lima langkah dari sini?"

     Mendengar pernyataan Raga, dengan segera Maryam menggeleng. Sepertinya Raga sudah salah mengartikan ucapnya. Namun, memang benar ada KUA di dekat halte tempat mereka berada saat ini. Tepatnya di sebelah kiri tugu logo SMA. Maka tak jarang ada siswa yang salah masuk ke KUA ketika hendak mendaftar sekolah. Malah, ada juga yang setelah lulus SMA, langsung masuk KUA dengan menggandeng pasangannya. "Maksud aku bukan git—"

     "Gini aja deh. Gue janji, setelah sukses, gue akan ke rumah lu, menghadap ayah dan keluarga lu untuk meminta izin mempersunting putri bungsunya. Gimana? Mau nunggu gue walaupun itu masih sangat  lama?" potong Raga meyakinkan. Dengan ragu, ditatapnya manik hitam pekat Raga yang menyiratkan kesungguhan. Sejenak, Maryam merasa dirinya ditarik dalam manik segelap malam itu. Manik yang begitu pekat dan dalam.

     "Astaghfirullah." Dengan segera Maryam membuang muka ke arah lain. Menghela napas kasar, Maryam mulai menjelaskan. "Raga, aku gak minta diseriusin masalah itu. Aku cuma mau menyampaikan pesan dari Bu Rizky kalo beliau meminta kamu dan rekan-rekan kamu buat ngisi acara HUT SMA nanti malem. Kamu kan anggota ekstrakulikuler musik." Maryam menjeda, dilihatnya Raga yang kini tengah  menggaruk tengkuknya kikuk. "Kirain apa. Taunya cuma ginian. Ck, payah lu, Ga." gerutu Raga dalam hati.

Dia MaryamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang