📍 20. Why is she?

1.6K 167 44
                                    

"Pagi, Pak." Raga tersenyum dan sedikit mengangguk ketika menyapa Pak Satpam yang sedang membantu para siswa menyeberang jalan yang tidak terlalu lebar tapi selalu ramai, apalagi di pagi dan siang hari.

"Oh, iya. Enjang enjang!" Pak Arifin memang satpam yang penuh semangat dan ramah. Tak heran, jika banyak siswa yang menghormati dan lebih menyukai Pak Arifin daripada stpam lain yang bertugas.

Hari ini hari Senin, untung saja Raga tidak terlambat di hari pertamanya masuk sekolah setelah hukuman skorsing selama empat hari lalu. "Masa iya habis dihukum langsung dihukum lagi? Kan enggak banget."

Triiingg!

"Diberitahukan kepada seluruh siswa untuk segera mempersiapkan diri menuju lapangan demi terlaksananya upacara bendera pagi hari ini. Sekali lagi...."

Pas sekali, baru Raga menginjakkan kaki di parkiran, bel tanda akan segera dimulainya upacara berbunyi. Dengan langkah lebar, Raga terus melangkah menuju kelasnya. Ia tidak ingin harus berdiri di sebelah barisan guru-guru dan menghadap banyaknya murid lain saat upacara karena terlambat hadir.

Di sepanjang lobi, Raga tak henti-hentinya mendapat tatapan dari para murid yang kebanyakan murid perempuan. Pandangan mereka terhadap Raga berbeda-beda. Ada yang memuja, heran karena baru melihatnya setelah empat hari lamanya menghilang, dan juga tatapan... Sinis?

"Emm, ini pasti karena gosip itu." ucap Raga dalam hati.

Raga tutup telinga dengan semua bisikan-bisikan yang dilontarkan untuknya. Ia tidak peduli dan tidak akan pernah peduli dengan pendapat orang tentang dirinya.

Yang tahu persis ia seperti apa ya hanya dirinya. Jika memang itu persepsi mereka, ya sudah. Biarkan saja. "Semerdeka lu." pikir Raga acuh tak acuh. Dan lagi, semua manusia itu sama di hadapan Allah. Yang membedakan hanya amal ibadahnya.

Raga mengernyit ketika ketiga gadis yang diketahui anak kelas sebelah menghampiri dan menghadang langkahnya. "Hai, Ga." sapa Ira si ketua genk sembari tersenyum lebar.

Raga membalasnya dengan senyum kecil. "Hai."

"Raga... Lo kok gak bales chat gue sih? Kemana aja? Padahal udah centang dua abu-abu loh. Gue yakin lo juga udah baca chat gue di notice bar. Kenapa gak bales? Gue yakin lo gak sesibuk itu sampai-sampai gak sempet bales chat dari gue."

Raga mendengus kasar mendapat pertanyaan bertubi-tubi yang seolah menodong dirinya melakukan sebuah kejahatan. Raga menatap Ira dengan tatapan dingin. "Emang lu siapa gue sampai mau dijadiin prioritas utama, umh?"

Ira menganga mendengar pernyataan Raga yang benar-benar di luar dugaan. Ia kira Raga akan meminta maaf dan menjelaskan segalanya. Pokoknya apapun itu agar dirinya tidak lagi marah. Tapi sekarang?

"Ah, apa gue terlalu percaya diri?" Ira menggigit bibir bawahnya kesal. Ia yakin sekarang wajahnya sudah berubah warna menjadi merah padam karena kesal bercampur malu.

Ira mengacungkan jadi telunjuknya di depan wajah Raga. "Lo tuh-"

"Apa?" Raga maju selangkah, membuat Ira secara reflek melangkah mundur.

Wajah Ira yang memerah karena marah kini mulai was-was karena Raga terus menatapnya dengan tatapan yang seolah mengintimidasi dan membuat atmosfer di sekitarnya berubah drastis. "Uuhh! Terserah deh!"

Tak tahan terus terjebak dalam situasi awkward seperti ini, Ira segera berbalik dan dengan perasaan kesal menghentakkan kakinya menjauh dari Raga diikuti oleh kedua pengikutnya.

Raga hanya menatap kepergian mereka dengan tatapan datar. Namun, tatapan datar itu berubah menjadi tatapan berbinar ketika penglihatannya menangkap sosok gadis berkerudung segiempat yang selama 4 hari ini hadir dalam setiap mimpinya.

Dia MaryamHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin