02. A Monster

17.9K 541 3
                                    

*Happy Reading*





"Siapa yang menghamilimu, sialan?!" Suara bentakan keras mengerikan itu bergaung memenuhi ruangan, mata yang memerah, urat-urat lengan yang menonjol, menunjukkan kemarahan yang tengah meledak dalam diri Morgan Waradana.

Walau sudah menginjak usia 54 tahun, tubuh tinggi tegap itu masih sangat mampu untuk memberikan pelajaran pada gadis yang kini tengah merintih kesakitan dibawah kakinya.

"Jawab saya! Siapa bajingan yang menghamilimu?!" Morgan kembali membentak, saat ucapannya hanya dianggap angin lalu oleh Naira yang sibuk merintih kesakitan.

Naira berusaha meraih kaki ayahnya dan berlutut, berharap Morgan sudi memberi pengampunan padanya.

"Maaf Pa..." Lirihnya pelan, rasa perih semakin menjalari sudut bibirnya yang telah mengeluarkan darah.

"Maafin Naira Pa..."

Morgan menunduk, mensejajarkan tingginya dengan tubuh anaknya yang telah terkulai lemah dilantai. Morgan menarik rahang gadis itu, menatap nyalang kearahnya, "maaf katamu?" Morgan mendecih, melepas kasar genggamannya pada rahang Naira hingga kepala gadis itu kembali membentur lantai.

"Sudah berapa kata maaf yang sudah saya terima darimu? Untuk apa meminta maaf jika kau terus membuat kesalahan?!" Emosinya semakin meledak, Morgan menghantam kepala gadis itu menggunakan kakinya yang dilapisi sepatu, hingga darah segar perlahan keluar dari pelipis Naira yang terluka sejak awal.

"Bahkan kata maafmu terdengar murahan." Ujarnya tajam, menatap gadis dibawahnya tanpa rasa kasihan sedikitpun. "Bertahun-tahun saya pelihara tapi ini yang saya terima darimu? Yang bisa kau lakukan hanya mencoreng wajah saya." Morgan tertawa sumbang, "seharusnya saya sadar, tidak ada gunanya membesarkan anak haram sepertimu, orang tuamu saja membuangmu dan dengan bodohnya saya memungutmu hanya untuk merusak nama baik keluarga saya!"

Naira merasakan kesadarannya seakan mulai menghilang, namun ia masih dapat dengan jelas mendengar ucapan menyakitkan dari pria yang selama ini ia anggap Ayahnya. Pria yang selalu memberikan luka yang tidak akan pernah sembuh hingga kapanpun, namun membencinya ntah mengapa terasa sangat sulit. Naira terikat oleh rasa bersalahnya pada Morgan, hingga rasanya, semua luka fisik yang Morgan berikan tidak ada apa-apanya dari kesalahan besar yang telah dilakukannya hingga ia mampu mengubah pria yang dulunya hangat menjadi monster paling mengerikan.

"Besok, saya tidak akan menerima alasan apapun. Sebutkan siapa bajingan yang telah menghamilimu, saya akan menikahkan kalian dan pergi dari keluarga saya!" Morgan berujar tajam, sangat bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

Naira mencoba menahan langkah Morgan yang akan pergi dengan tangannya, namun ia tidak bisa mencapai kaki Morgan. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit untuk digerakkan.

Morgan membanting pintu dengan keras, meninggalkan Naira dalam ruangan gelap yang biasa digunakan Morgan untuk menghukumnya. Tanpa rasa kasihan sedikitpun.

Bagaimana mungkin ia bisa menikah dengan Kakaknya sendiri? Penyebab semua kekacauan dalam hidupnya.

***


Keesokan harinya, selalu dengan pagi yang sama dan rasa sakit yang sama, Naira bangkit dari tidurnya dilantai marmer dingin, tubuhnya masih sangat sakit, tapi darah sudah berhenti mengalir dari pelipisnya.

Ia tidak bisa membayangkan akan seperti apa hari harinya selanjutnya, apakah dia harus melepaskan bayinya?

Tapi jika ia memutuskan mempertahankannya, bagaimana nasib anaknya nanti?
Tidak akan ada seorangpun yang sudi menerima dirinya yang sudah kotor. Naira takut membayangkan hari-hari mengerikan yang akan di laluinya.

Ia harus menyiapkan sarapan untuk pagi ini, tapi sepertinya tidak ada tanda tanda pintu akan dibuka oleh Morgan, semua bagian tubuhnya terasa sakit. Naira khawatir apa pukulan tadi malam berakibat buruk bagi janinnya, walau ia tidak benar-benar mengharapkan kehadirannya kali ini, tapi Naira takut harus kembali merasakan kehilangan.

Di saat sedang bergulat dengan pikirannya sendiri, pintu gudang tiba tiba dibuka dari luar, membuatnya mundur ke belakang sampai punggungnya menabrak dinding, bukan ayahnya yang datang tapi kakaknya, sumber dari semua penderitaannya,

Leo Waradana.

"Apa apaan ini? Apa kau gila, bagaimana kau bisa hamil sialan!" Tanpa berbasa-basi, Leo menekan kuat rahang Naira sampai dia meringis nyeri.

"Sialan! Kenapa tidak kau minum pil nya bodoh?!" Bentak Leo menatap nyalang pada Naira, adiknya.

"Ak-aku sudah bilang pilnya ha-habis tapi kakak sama sekali tidak menanggapinya, aku - aku tidak tau." tangisnya kembali pecah, sakit sekali rasanya, usianya baru menginjak 18 tahun tapi ia harus menghadapi masalah sebesar ini.

Leo menghempaskan kasar dagu Naira "sialan harusnya kau beli sendiri, kenapa harus menungguku! Astaga kau--!" Leo tidak melanjutkan perkataannya, gejolak emosi dan bingung disaat bersamaan membuatnya tidak dapat berpikir sama sekali, sial!

Bagaimana Naira bisa membeli pil kontrasepsi saat ia bahkan tidak memiliki sedikitpun uang, Morgan tentu tidak akan memberikannya uang secara percuma.

Naira harus berdiri dikakinya sendiri.

Setelah kejadian naas itu, Naira mulai mendapatkan kekerasan sebagai pelampiasan amarah Morgan. Naira mulai menerima semua itu saat usianya baru menginjak enam tahun, gadis yang tidak mengerti apa-apa tentang dunia orang dewasa dipaksa oleh keadaan untuk memahami semua orang. Hingga Naira tumbuh menjadi gadis penurut dan tidak berani membangkang siapapun jika dirinya tidak ingin berakhir mengenaskan disetiap malam.

Ayahnya tidak sudi menyentuhnya kecuali untuk memukulinya dan menjadikannya samsak tinju saat ia membutuhkan pelampiasan amarah, rasanya setiap hari Naira bisa kapan saja mati ditangan Morgan. Hingga Naira belajar untuk tidak pernah melakukan kesalahan apapun untuk menghindari amarah Morgan, walau terkadang pria itu tetap memukulinya tanpa alasan, yang Naira tau, Morgan menyimpan dendam yang amat besar padanya, dan ayahnya berhak atas itu.

Tidak ada ruang untuk protes mengingat ia yang menjadi penyebab kekacauan di keluarga ini, jika saja dia tidak pernah ada, keluarga ini tidak akan hancur. Naira lah satu-satunya penyebabnya.

Menjadi penurut adalah cara Naira menebus semua kesalahannya. Morgan pernah menjadi sosok yang hangat, begitu menyayangi keluarga kecilnya termasuk Naira, tapi tanpa sengaja Naira menghancurkan semuanya, hari kelam dimana ia menyebabkan nyawa ibunya terenggut adalah hari dimana ia mengubah sosok hangat itu menjadi sosok paling mengerikan.

Leo tidak akan membiarkan adik yang pernah disayanginya bahagia, dia akan membalas rasa sakit mereka kepada Naira dengan membuatnya menderita, membuatnya berpikir kematian adalah hadiah terindah untuknya, senyum itu yang dulu selalu ia lihat tidak akan pernah ingin ia lihat lagi.

"Kak, bagaimana ini? A-apa yang harus kulakukan? Tolong jangan gugurkan lagi, aku - aku akan membesarkannya, iya aku enggak mau kehilangan anakku lagi!" Isak tangis Naira terdengar memilukan, tapi tidak untuk Leo. Rasa iba itu tidak pernah menghampirinya saat berhadapan dengan Naira, bahkan saat di titik terendah gadis itu sekalipun.

"Kau sudah gila?" Leo kembali mencengkeram rahang Naira dan tertawa sumbang, "itu - itu pasti bukan anakku kan, kau sudah sering menjadi jalang bagi teman-temanku, anak haram itu pasti bukan anakku!" Leo melepas dagu Naira kasar.

"Tapi aku - Sudah 2 bulan tidak berhubungan dengan mereka, hanya - hanya Kakak yang menyentuhku." Naira berusaha menjelaskan dengan susah payah, melihat wajah datar Leo, Naira tidak bisa menebak apa yang ada dipikiran pria itu sekarang.

"Persetan dengan semuanya! Aku tidak sudi memiliki anak haram denganmu, gugurkan dia, lakukan aborsi di klinik atau akan ku lakukan dengan caraku sendiri, kau pasti masih ingat jelas bagaimana rasanya kan?"

Semirik Leo terlihat menakutkan, Naira tidak punya kekuatan untuk melawan lagi, hatinya dan tubuhnya benar benar sakit sekarang. Bahkan kematian tidak lagi terasa menakutkan sekarang.


*TBC*

Just Hold On Where stories live. Discover now