37. Pengkhianatan

5.6K 381 66
                                    

*Happy Reading*

Maaf aku terlalu egois hanya untuk sedikit merasakan bagaimana dicintai olehmu...





Sudah seminggu berita itu tersebar, diikuti beberapa bukti dan rumor. Beberapa diantaranya dibuat-buat dan beberapa lainnya langsung datang ke rumah sakit tempat Zoe bekerja. Keadaan terus memburuk, membuat beberapa orang tidak nyaman akan kehadiran media yang mencoba menggali informasi tentangnya. Omnya Xavier memintanya untuk mengambil cuti sementara hingga semuanya mereda.

Mungkin jika direktur rumah sakit ini bukan pamannya, Zoe pasti sudah dipecat.

"Sepertinya selama cuti saya akan mengurus keberangkatan saya ke Paris. Mungkin beli apartemen disana Om, yang dekat dengan kampus." Zoe menuturkan rencananya pada Xavier. Pria paruh baya itu mengangguk.

"Ya, Sebaiknya disiapkan dari jauh hari. Kamu bisa pakai apart Om saja, mungkin Om baru bisa menyusul kamu tiga atau empat bulan lagi. Yah Om tidak perlu mengkhawatirkan kamu kan, lagipula dari dulu kamu memang tidak pernah berbuat macam-macam." Xavier menepuk bahu Zoe.

Pria itu mengangguk, "Setelah surat STSI (Surat Tanda Selesai Internship) saya keluar, saya langsung berangkat Om."

"Semoga berita diluar sana tidak memecah fokus kamu, lagipula kenapa kamu tidak klarifikasi semuanya? Minta bantuan Opa pasti selesai daripada nama kamu jelek berlarut-larut seperti ini."

"Nanti malah Naira semakin disalahkan, biar saja nanti juga reda sendiri. Saya tidak ingin melihatnya tambah menderita, mungkin Paris kota yang cocok untuk belajar melupakannya." Zoe tersenyum.

"Ya, berani mencintai harus berani melupakan."

Zoe mengangguk lagi, "kalau butuh dokter anak tambahan hubungi aku ya Om, daripada nganggur." Zoe mengangkat kotak berisi beberapa barangnya yang sudah ia kemas dari ruangannya.

"Ya, nanti Om kabari!"

***

"Suratnya baru saja selesai, jadi tanda tangani sekarang!" Daniel melempar map tipis berisi surat cerai yang sudah keluar dari minggu lalu, hanya saja dia menundanya karena keadaan Naira yang masih belum pulih, kini perempuan itu sudah jauh lebih baik. Jadi tidak lagi ada alasan untuk menundanya.

Naira mendongak menatap mata Daniel yang juga menatapnya, tiba-tiba pria itu melempar map coklat yang Naira yakini adalah surat perceraian.

Dengan tangan gemetar, ia membukanya dan membacanya perlahan. Daniel juga sudah memberi tanda tangannya disana, matanya memanas melihat isinya.

"Cepat Naira!" Sentaknya membuat Naira tersadar dari lamunannya.

"Kita enggak bisa bercerai seperti ini Kak." Naira menaruh map itu di nakas lalu berdiri menatap Daniel.

"Lalu kau mau seperti apa? Aku masih baik padamu, aku tidak berniat membongkar kebusukanmu pada siapapun, kita bercerai baik-baik. Lalu kau mau bercerai seperti apa?" Tanyanya tajam.

"Aku sudah bertahan sejauh ini Kak, kita tidak bisa hanya berakhir seperti ini." Ucapnya pelan.

"Lalu kau mau seperti apa?! Bukankah setelah ini kau bisa lebih dekat dengan dokter sialan itu tanpa ada batasan, kau bisa melakukan apapun semaumu setelah ini."

Just Hold On Where stories live. Discover now