53. Potongan hari.

69.7K 9.7K 7.4K
                                    

Fero menatap gelasnya dengan pandangan kosong. Jari telunjuknya terus saja mengetuk-ngetuk gelas tersebut, seakan tengah berpikir sesuatu. Sekarang, jam di dinding ruang tengah menunjukkan pukul 1 malam dan Fero masih saja bertahan di posisinya bahkan setelah Ray pamit untuk tidur lebih dulu.

Kejadian yang ia lakukan di luar pikiran jernihnya membuatnya kecewa bukan main. Memang ya, kecewa pada diri sendiri adalah hal yang paling menyakitkan dan sulit untuk dimaafkan.

Apalagi jika kesalahan itu seakan mengusik kita terus menerus disetiap detik. Membuat kita semakin ingin memutar ulang waktu dan memperbaikinya.

"Bego," gumam Fero memijat dahinya yang terasa pening. Ia menarik napas dalam-dalam mengingatnya.

Malam itu,

"Ayo, masuk." Tangan Revanda menarik lengan Fero agar cepat masuk ke dalam hotel bintang lima yang ia pesan. Iya. Dugaan kalian benar, mereka sedang bersama pada malam pesta pernikahan Gabriel dan Anna.

"Nunggu apalagi?" Tanya Revanda menatap Fero yang masih melamun di depan pintu kamar pesanannya.

Fero menghela napas lalu memejamkan matanya sejenak. Ia mengeratkan tangannya kuat-kuat dan melepasnya dari genggaman Revanda.

"Udah. Cukup," kata Fero.

"Apa?" Tanya Revanda seraya tersenyum masam.

"Gue nggak mau terlalu jauh," jawab Fero.

"Maksud lo? Jangan-"

"Harusnya lo tau posisi lo dari dulu," potong Fero.

"Posisi? Lo bilang pos-"

"Murahan," potong Fero.

"Pelacur," tambahnya.

"Penggoda," timpalnya lagi.

Revanda menatap Fero dalam-dalam. Tangannya mengepal erat mendapatkan kata-kata menohok dari laki-laki yang mengenakan jaket kulit berwarna cokelat di depannya.

"Lo juga sama," lirih Revanda.

"Iya! Gue akuin itu," sahut Fero cepat-cepat dengan sedikit emosinya.

"Nggak perlu berlagak keren, lo udah masuk perangkap gue. Seenggaknya lo-"

"GUE NGGAK MAU MASUK LEBIH DALEM LAGI!" potong Fero, ia sedikit meninggikan suaranya.

"Gue akuin, gue kegoda sama lo. Dengan posisi gue yang lagi terpuruk, gue gampang kegoda sama cewe murahan kaya lo-"

PLAK!

Revanda mendaratkan tangannya ke pipi Fero untuk membungkamnya.

"Tutup mulut lo dan pergi sekarang juga," kata Revanda.

"Maaf," ucap Fero. Revanda masih menatap Fero dengan tajam, lalu mengendorkan eratan tangannya.

"Jangan pernah muncul di depan gue lagi," ucap Revanda sebelum akhirnya ia masuk ke dalam kamar meninggalkan Fero yang masih berdiri dengan menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Bego," gumam Fero lagi mengingat kejadian itu.

Kalimat klise, penyesalan akan datang ketika kamu sudah melakukannya itu memang benar adanya. Tak diragukan lagi, penyesalan selalu datang diakhir.

Fero terlihat malu dengan dirinya sendiri atas apa yang telah ia perbuat tadi. Terlambat? Mungkin iya. Tapi, setidaknya dia sudah berusaha untuk menjauhi Revanda dan memutuskan hubungan kotor seperti tadi secepat mungkin.

Dalam keadaan terpuruk pun kita tetap harus berpikir sebelum berbuat. Jika salah keputusan, bukannya memperbaiki hati, keputusan bodoh yang telah diambil malah akan mendorongmu lebih jauh ke jurang keterpurukan.

Dangerous DragonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang