34 | Couple Al

2.9K 448 69
                                    

ALFY

Dari semua perdebatan kami aku menyimpulkan bahwa dia sudah sangat muak dengan semuanya. "Kalau kamu cape, kenapa nggak putus aja?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Tepat, aku emang mau kita putus."

Aku terhenyak hingga tanpa sadar pipiku mulai terasa basah. Dia mengatakan hal itu dengan begitu ringannya, tanpa keraguan sama sekali. Seakan berpisah denganku adalah hal yang telah ia rencanakan sebelumnya.

Lama keheningan menyergap kami, hingga akhirnya dia kembali bersuara. "Kamu percaya?"

Dengan terpatah aku mendongak dan kembali menatapnya. "H-hah?"

"By, kamu beneran percaya kalau aku minta putus?" Dia malah tertawa. "Astaga, By. Sampe larutan cap kakinya jadi lima juga aku nggak akan mau putus dari kamu."

"Jadi yang tadi cuma bohongan?" Laki-laki itu mengangguk tanpa dosa yang langsung kubalas dengan pukulan bertubi-tubi pada lengannya. "Ih jahat banget tau nggak! Kecilnya dikasih makan apa sih sampai gedenya ngeselin kek gini?!"

"Dikasih makan tawon," sahutnya meledek, dia tidak menghindari semua pukulanku melainkan terus saja tertawa. "Sampai nangis-nangis dong. Cini-cini aku peyuk bial nggak nangis lagi."

Aku menghindari pelukannya tapi karena ruang bergerak terlalu sempit, akhirnya dia berhasil memelukku. Semua rasa marah, kesal, kecewa seakan mengabur saat dia memelukku. Berganti dengan rasa tenang dan nyaman yang menghangatkan hati.

"Cape-cape debat, bahkan sampe mukulin orang lain dan babak belur kayak gini, ternyata solusinya cuma dengan pelukan," ujarnya yang kubenarkan dengan anggukan kepala. "Besok-besok kalau aku marah, peluk aja ya."

Aku mencubit perutnya sambil bergerak menguraikan pelukan kami. "Itu mah modus!"

Laki-laki itu hanya cengengesan lalu tidak lama kemudian dia mengangkat jari kelingkingnya di hadapanku. "Pinky sware, kitty sware, banana cherry strawberry sware, aku janji nggak akan posesif atau cemburuan kek CEO di Wattpad. Aku mau jadi softboy, mohon bantuannya!"

Aku terkekeh mendengar janji wer-wer-tekewernya itu tapi tetap menerima kaitan jari kelingkingnya. "Your promises accepted. Sekarang sini aku obatin luka kamu. Heran, kenapa sih hobi banget berantem? Kan bisa diselesain baik-baik, nggak usah pake otot."

Aku tidak tahu apa yang dia lakukan dengan Riki sampai wajahnya penuh memar seperti itu. Bahkan penampilannya sekarang seperti anak kecil yang baru selesai main tanah. Dekil dan buluk.

"Hei, ngaca ya, Mbak! Itu tadi siapa yang jenggut-jenggutan, cakar-cakaran, sama tendang-tendangan? Bukan kamu?" balasnya dengan tepat sasaran. "Aku sampe bingung, itu kamu kerasukan atau gimana. Mau bacain ayat kursi tapi aku takut kamu malah ngoreksiin tajwidnya, karena kamu kan pinter ngaji."

Aku tertawa. "Tadinya baca aja. Paling setannya pindah ke kamu."

"Jangan. Nanti setannya insecure sama dosa-dosa aku. Takutnya dia bilang, 'Wah ini manusia lebih setan dari gue. Makan gorengan lima ngakunya cuma dua.' Malu aku, By."

"Iya, giliran ketahuan ngakunya khilaf terus nyalahin setan. Dasar playing victim!"

Laki-laki itu mengangguk lemas. "Kasian ya setan."

• • •

RAFKA

Hari ini adalah hari wisuda Alfy dan tebakan gue tidak meleset sedikit pun karena dia terbukti mendapatkan perhargaan sebagai lulusan terbaik SMA Yapita tahun ini. Dia berdiri di atas podium dengan piagam penghargaan di tangannya, memberikan sambutan singkat berisi rasa terima kasih dan rasa senangnya karena telah menghabiskan masa putih abu-abunya di sekolah ini. Sekolah yang akan menjadi tempat paling penuh kenangan selama perjalanan hidupnya.

IneffableWhere stories live. Discover now