36 | Uncle Rafka

1.8K 391 221
                                    

Hai, Ayy kembali~
Maaf ya ngaret update :((
Sedikit kehilangan motivasi untuk nulis, jadi semangatin aku yuk pakai vote dan komen dari kalian sebanyak-banyaknya 🥺🥺

Komen 200+ aku bakal langsung update next chapter, oke?

Happy reading ✨
Ini partnya panjang bat btw~

• • •

ALFY

Mataku terbuka perlahan, mencoba beradaptasi dengan cahaya sekitar yang tampak bukan seperti kamarku. Saat aku mencium bau obat-obatan, aku jadi teringat bahwa aku sedang di rumah sakit. Aku mengerang, leher dan pinggangku terasa sangat pegal karena ternyata aku tertidur dalam posisi duduk.

Kepalaku seperti sedang bersandar dengan sesuatu yang keras namun hangat dan jelas ini bukan bantal. Hal terakhir yang aku ingat adalah semalam aku dan Pak Rafli membawa Mbak Ratna ke rumah sakit, menemani laki-laki itu bergadang semalaman dan ketiduran di ruang tunggu setelah sembayang subuh.

Aku melirik ke sebelah, Pak Rafli tengah duduk di sebelahku dan dia juga tertidur dengan kepala bertumpu di kepalaku. Oh, jadi bantal keras dan hangat itu ternyata bahu Pak Rafli.

Hah, Pak Rafli?!

"ALFY!!!"

Aku terperanjat saat mendengar seseorang memanggilku dengan keras, begitupun dengan Pak Rafli. Dari kejauhan aku melihat Rafka bergegas ke arahku dengan wajah penuh emosi. Tatapannya lurus menatap kami berdua. Aku sudah tidak lagi bersandar di bahu Pak Rafli, tapi sepertinya Rafka sempat melihat momen itu.

Aku masih sangat mengantuk untuk meladeni kecemburuan Rafka. Aku berakhir menggumamkan namanya sambil menguap, "Rafkwa?"

Tidak sampai sepuluh detik dia sudah menggeser Pak Rafli menjauh dan ganti duduk di sebelahku. Dia menatap kakak laki-lakinya dengan sangsi lalu beralih menatapku dengan sorot kesal yang kekanak-kanakan. "By, kok kamu sandaran sama dia, sih?" rengeknya sambil menarik-narik ujung bajuku.

Aku menatapnya malas. "Ya namanya juga orang tidur, nggak sadar."

"Tapi kenapa harus sama dia coba?"

"Terus sama siapa lagi? Satpam rumah sakit?" sahutku asal sambil melihat kerah kemejanya yang berantakan. Dengan telaten aku merapikannya dan membenarkan rambutnya yang juga tak kalah semrautnya. "Nggak usah kek enak kecil deh. Kamu sekarang udah jadi om tau."

Rafka menatapku bingung. "Om?"

Kepalaku mengangguk. Rafka memang belum diberitahu soal keponakannya yang sudah lahir, Pak Rafli memintaku untuk merahasiakannya sampai dia datang. "Iya, om. Tuh, Kakak kamu udah jadi ayah. Ucapin selamat atau apa kek! Ini main ngamuk-ngamuk aja."

Ekspresi laki-laki itu langsung berubah. Tiga detik setelahnya dia menubruk Pak Rafli dan memeluk kakak laki-lakinya itu dengan antusias. Saking antusiasnya dia sampai menggelantung di tubuh kakaknya seperti anak kecil. "Lo udah jadi ayah, Kak?! Selamat ya! Astaga gue terhura!"

Pak Rafli sama sekali tidak terganggu dengan tingkah adiknya, malah balas memeluk dan membiarkan Rafka memutar-mutar badannya seperti baling-baling. "Terima kasih, Rafka."

Aku ikut tertular dengan kegembiraan yang mereka rasakan. Ini fenomena langka, aku tidak ingin kehilangan momen ini dan segera merekamnya lewat ponsel untuk bisa diungkit sewaktu-waktu. Sayangnya momen itu tidak berlangsung lama. Rafka teringat kembali dengan rasa kesalnya dan langsung melerai pelukan mereka lalu mengambil jarak.

IneffableWhere stories live. Discover now