20 | Pergi

3.1K 539 124
                                    


ALFY

Aku meringis melihat luka di ujung bibir laki-laki yang ada di hadapanku. Saat tanganku terangkat untuk membersihkan luka itu, suara seseorang menginterupsinya dengan kesal.

"Kamu ngapain, sih? Dia pasti bisa obatin lukanya sendiri, Al!"

Mataku langsung menatap nyalang pada pemilik suara itu. "Bisa diem, nggak?"

"Nggak," Pak Rafka menyahut cepat. "Luka kecil kayak gitu doang nggak usah dibikin lebay, deh. Jauh ke usus, nggak bisa bikin nyawa melayang."

"Kalau Bapak nggak nonjok Alvin, luka ini nggak akan ada dan saya nggak merasa bersalah sekarang," ujarku sambil menatapnya dengan kesal. "Dasar sumbu pendek!"

"Alfy, dia minta kamu jadi pacarnya! Gimana aku nggak marah coba?" elaknya membela diri.

Aku menghela napas sambil kembali membersihkan luka di wajah Alvin. "Pacar bohongan, Pak, bukan beneran," ralatku.

"SAMA AJA!"

"Dimana letak samanya?!" pekikku sampai membuat Alvin meringis karena lukanya kutekan cukup keras. "Nggak usah ngadi-ngadi, deh!"

"Kamu yang jangan ngadi-ngadi, Alfy. Masa kamu tega selingkuhin aku cuma demi cowok kaku kayak patung selamat datang macam Alvin?"

Aku menatap Alvin yang diam seribu bahasa dari semenjak kami tiba di UKS. "Anggap aja lo emang patung selamat datang, ya? Jangan dengerin omongan nggak jelas dia," ucapku pada laki-laki itu yang dia respons dengan anggukan pelan.

"Alfy, kamu—"

"Mending Bapak balik ke kelas, deh! Bikin polusi suara aja di sini!" potongku sambil mendorong tubuh laki-laki itu untuk keluar dari ruang UKS.

Pak Rafka tetap kekeh dan menolak untuk kuusir. "Dengan biarin kamu berduaan sama Alvin di sini? Nggak, Alfy! Nanti kamu diapa-apain sama dia!"

Aku memutar bola mata dengan jengah. "Bapak pikir cewek yang bisa kalahin dua preman sekaligus bisa diapa-apain sama cowok kayak Alvin? Dia melek aja nggak kuat apalagi berbuat jahat!"

Di tempatnya, Alvin terlihat kesal melihat pertengkaran kami yang tak kunjung usai. "Mending kalian aja deh yang pergi dari sini," ujarnya datar.

"Nggak! Ada banyak hal yang mau gue tanya ke lo," tolakku dan kembali mengusir Pak Rafka untuk keluar. "Kalau Bapak nggak pergi, saya bakal pacaran beneran sama Alvin!" ancamku dan sukses membuat laki-laki itu mengalah.

Pak Rafka menghela napas. "Oke, tapi jangan lama-lama, ya?"

"Emang kenapa kalau lama?"

"Nanti aku kangen."

Aku menatapnya datar. "Minta banget dibuang ke Nusa Kambangan, ya?"

Laki-laki itu hanya menyengir lebar. The annoying expression that always makes me hate and love it at the same time!

"Yaudah, sana pergi!"

Akhirnya laki-laki dengan mulut berisik itu meninggalkan UKS setelah mengancam Alvin dengan tatapan mautnya. Ruang UKS menjadi sepi senyap setelah dia pergi.

Aku ingin kembali mengobati luka Alvin, tapi laki-laki itu menolak. "Biar gue aja, Al," ucapnya yang kujawab dengan anggukan.

Aku mengambil posisi duduk di ujung brankar, mengamati laki-laki itu yang sedang mengobati lukanya sendiri. Dua tahun lebih aku mengenal laki-laki dingin ini, tapi baru sekarang aku menyadari bahwa di balik sikap kaku dan dinginnya itu ternyata tersimpan kesepian yang dalam. Dia mungkin terlihat sepi di luar, tapi aku tahu di dalam kepalanya itu dia ramai dengan pikirannya sendiri.

IneffableNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ