18 | Don't Go

4.5K 621 110
                                    

RAFKA

"Aduh, mata aku kayaknya kelilipan sesuatu, deh. Perih banget! Tolong lihatin dong ada apa di sana? Ini beneran nggak bisa melek!"

Gue berpura-pura kelilipan sesuatu di depan Alfy. Meniru aksi yang sebelumnya dilakukan oleh Riki saat gue melihat kebersamaan mereka tadi.

"Mana? Sini aku lihat." Alfy mendekat, dia menyingkirkan tangan gue yang masih menggosok-gosok mata. "Sini aku tiup."

Dia meniup mata gue dengan pelan dan telaten. Gue sampai terdiam takjub karena perlakuannya itu. Sialan si Riki, jadi ini yang dia rasain tadi?!

"Gimana? Masih perih?" tanyanya.

Gue mengangguk. "Iya, perih. Abis lihat pacar berduaan sama mantannya."

Alfy tersenyum geli. Sepertinya dia tahu kalau gue cemburu tentang itu. "Pasti perih banget. Sini, aku tiup lagi."

Cewek itu pun kembali meniup mata gue, membuat gue merem melek dan tidak berhenti tersenyum lebar karenanya.

"Udah?" tanyanya lagi.

Gue berganti menunjuk pipi. "Sekarang ini yang sakit."

Tanpa memprotes, Alfy melakukan apa yang gue minta. Dia meniup pipi gue, sama lembutnya dengan yang dia lakukan sebelumnya. Dengan posisi wajah yang miring, gue tidak bisa melihat ekspresinya itu. Ketika gue mengira dia sudah berhenti dengan kegiatannya, gue pun menoleh padanya namun-

"Kamu-mph!"

Bibir kami!

Tidak hanya Alfy yang terkejut, gue juga sama tidak menyangkanya dengan apa yang terjadi sekarang. Gue hanya bisa menatap Alfy dengan tubuh membeku dan jantung yang sudah kocar-kacir kemana-mana. Yang ada dalam pikiran gue dan Alfy mungkin sama.

Kami baru saja kehilangan first kiss masing-masing.

Lima detik berlalu begitu lama, hingga akhirnya Alfy yang lebih dulu sadar langsung berniat untuk mengambil jarak. Namun, tangan durhaka gue malah menahan tengkuknya. Membuat Alfy kembali dibuat terkejut.

Gue menatapnya dengan lekat sebelum mengucapkan permintaan sinting yang mungkin akan gue sesali nanti. "May I?"

Dia hanya diam dan gue artikan itu sebagai jawaban darinya. Gue pun menghapus jarak yang tersisa di antara kami dan melanjutkan hal yang sebelumnya tidak direncanakan itu.

Dengan sedikit lebih lama.

Astaghfirullah, Rafka, kamu ini berdosa banget!

• • •

ALFY

Plak!

Sakit. Sudah lebih dari tiga kali aku menampar pipiku sendiri untuk memastikan bahwa apa yang terjadi di rooftop tadi adalah mimpi atau halusinasiku semata. Tapi, adegan itu terus terputar berulang-ulang bagai kaset rusak di kepalaku, membuktikan bahwa itu memang terjadi di dunia nyata. Aku menatap miris pada bayangan wajahku yang terpampang di spion si Jagur, lebih tepatnya pada bibirku.

Aku menarik ujung jilbab putihku dengan frutrasi. Kok bisa-bisanya sih lo tadi diem aja?!

Jangan tanya semalu apa aku sekarang, yang jelas setelah kejadian hari ini aku akan menghindari Pak Rafka bagaimana pun caranya. Tadi aku meninggalkan laki-laki itu tanpa mengucapkan apapun karena langsung berlari saking tidak adanya lagi harga diri yang tersisa. Seharusnya kutampar saja dia tadi, agar rasa kesalku sekarang tidak semenggunung ini.

IneffableWhere stories live. Discover now