4 | Akrobatik

11.3K 940 103
                                    

RAFKA

Beruntungnya, hari ini, jam ini, menit ini dan detik ini, gue masih hidup. Karena tindakan Alfy yang membantu gue melonggarkan dasi itu benar-benar menghentikan seluruh anggota vital dalam tubuh gue. Jantung, paru-paru, semuanya berhenti bekerja. Rasanya kayak mati suri. Cuma mungkin karena melihat gue yang alay banget, Izrail jadi agak males buat ambil nyawa gue.

Jadi, spesies orang ganteng di dunia ini nggak berkurang.

Tujuh hari setelah tragedi dasi itu, cara gue memandang Alfy jadi berbeda. Dari yang awalnya mandang dia kayak lagi melihat bidadari, sekarang jadi kayak melihat ratunya bidadari.

Dangdut banget. Najis.

Tapi, serius. Akhir-akhir ini gue sudah alih profesi jadi agen FBI. Dengan bakat stalking gue yang nggak amatir-amatir amat, mandangin Alfy dari jauh menjadi kebiasaan baru gue. Cemen banget, emang. Tapi main alus itu perlu. Biar hasil mulus.

Melihat Alfy di perpustakaan misalnya, gue jadi punya kesempatan melihat wajah serius dia yang sedang membaca buku. Seringnya, orang-orang bilang kalau banyak cewek cantik yang otaknya kosong. Tapi, dengan tegas gue katakan kalau Alfy itu pengecualian. Meskipun dia jarang kelihatan di perpustakaan dan malah lebih sering kelihatan nongkrong di kantin sambil melakukan pergosipan, tapi piala-piala yang terpajang di ruang guru itu menjadi bukti kalau dia bukan cuma pintar. Tapi pintar banget.

Gila memang si Rafli. Tahu aja sama bibit yang superior.

Satu lagi. Kayaknya Allah memang sengaja banget nyiptain dia buat ajang pamer. Karena semua kata 'banget' benar-benar dimilikin Alfy.

Cantik banget, pintar banget, baik banget, berbakat banget, rajin banget, ramah banget, tapi jorok banget.

Kenapa kok gue bilang dia jorok banget? Karena bukan sekali atau dua kali gue mergokin dia lagi diam-diam mengupil dan menempelkan hasil cangkulan dari hidungnya itu ke bawah meja atau dinding terdekat. Meski itu nggak melanggar undang-undang, tapi aneh aja gitu. Ini cewek kok nggak ada jaim-jaimnya, pikir gue.

Salut, sih. Itu artinya dia lebih suka menjadi dirinya sendiri.

Dan sekarang gue mau tanya, apa bisa seorang cowok normal nggak suka sama dia?

Maaf-maaf aja, nih, gue masih cowok normal soalnya. Kalau soal dia yang suka ngupil itu, lupain aja lah. Toh dengan melihat dia yang sedang akrobat di pintu kelas aja sudah bikin gue melupakan upil itu.

Akrobat?

Iya, dia lagi loncat-loncat di depan pintu kelasnya yang terbuka. Tubuhnya yang tinggi dan tangan panjangnya itu sangat mendukung dia untuk menyentuh sisi atas pintu dengan mudah. Setelah dia berhasil memegang sisi puncak pintu, dia menggantungkan badannya di sana. Kakinya yang terbungkus rok abu-abu itu ia tekuk agar tidak menyentuh lantai. Lalu, dengan bodohnya dia menunjukkan wajah berbinar saat pintu bergerak dengan dia yang masih bergantungan di sana.

Mau ngatain dia kayak anak monyet tapi nggak tega.

Astaga, gue nggak ngerti lagi sama tuh cewek.

"Al, sumpah, lo bikin harga diri gue sebagai temen lo tercoreng. Turun nggak lo!"

Salah satu dari temannya mengkritik tingkah absurdnya itu. Tapi Alfy masih bergelantungan dengan nyaman sambil menyanyikan sepotong lirik lagu a whole new world.

Tell me, Princess, now when did you last let your heart decide~

"Berisik. Rapunzel lagi main ayunan," jawabnya kemudian dengan santai.

"Rapunzel dari Jonggol. Kayak monyet iya."

Akhirnya ada yang mewakili gue untuk menyebut Alfy seperti monyet. Dari radius lima meter ini, senyum gue makin melebar.

IneffableWhere stories live. Discover now