11 | Putri Tidur

5K 701 163
                                    

Saran: Pake latar belakang warna putih ya membacanya:)

Happy reading, sayang❤️

• • •

ALFY

"Al, lo nggak apa-apa?"

Aku mendongak dan langsung bertemu tatap dengan Syifa yang barusan bertanya. Kepalaku menggeleng. "Nggak apa-apa. Kenapa emang?"

"Muka lo pucat."

Oh, soal itu. Aku tidak heran sama sekali. Bagi tim darah rendah, ini bukan hal yang aneh. Ditambah tadi malam aku bergadang sampai jam dua pagi, melewatkan sarapan, dan yang paling utama aku sedang tidak memakai pemerah bibir apapun.

Saat ini aku sudah ikut berbaris di antara semua murid SMA Yapita untuk mengikuti upacara senin pagi. Dari awal berdiri di lapangan, aku memang sudah mengeluarkan keringat dingin. Kepalaku juga berdenyut-denyut tak karuan. Dan saat sedang pusing-pusingnya, aku malah melihat seorang laki-laki sedang mengobrol dengan guru-guru perempuan di sana.

Pak Rafka mengobrol dan cekikikan tanpa beban. Apa dia tidak sadar kalau aku sedang memperhatikannya? Dan ... bisa-bisanya dia malah tertawa saat salah satu guru perempuan di sana mencubit lengannya?!

Astaga, apa begini rasanya punya pacar 3 G?

Ganteng, Genit, Gadir!

Beruntungnya kekesalanku teralihkan dengan intruksi yang menandakan upacara akan segera dimulai. Semua hiruk pikuk langsung tertelan, semua kembali pada barisan dan berdiri dengan sikap siap. Seperti biasa aku selalu berdiri paling belakang-nasib orang tinggi.

"Kak Alfy?"

Seseorang menepuk-nepuk lengan kiriku. Aku menoleh dan mendapati adik kelas yang tidak kutahu namanya itu sedang menatapku panik. "Iya?"

"Kakak bisa jadi dirigen buat paduan suara? Teman saya yang dapat tugas hari ini nggak masuk. Mau ya, Kak? Pleaseee."

Ekspresi memelas milik adik kelasku itu kontan membuatku meringis.

• • •

RAFKA

Ada yang salah dari penampilan pacar gue hari ini.

Gue tergugu ketika melihatnya keluar dari barisan dan berjalan ke tengah lapangan. Matanya sangat sayu dengan bibirnya yang pucat pasi. Gue pikir dengan keadaannya yang mengkhawatirkan itu dia hendak izin beristirahat ke UKS, tapi ternyata dia malah berdiri di antara murid paduan suara di sana.

Tidak ada yang bisa gue lakukan selain melihatnya dari jauh seperti ini. Posisi kami saling berseberangan dan terpisahkan oleh tiang bendera. Gue bertukar posisi dengan Pak Ahmad yang berdiri di pinggir, beruntungnya beliau tidak keberatan dan akhirnya gue bisa lebih leluasa mengamati Alfy. Diam-diam gue selalu melirik ke arahnya yang sepertinya dia sama sekali tidak menyadarinya.

Selama upacara berlangsung gue dibunuh rasa cemas bukan kepalang sambil mengucap doa agar semua rangkaian upacara segera selesai. Saat semua kepala tertunduk mengheningkan cipta, gue adalah satu-satunya pemilik kepala yang mendongak dan mengamati Alfy terang-terangan. Dia berdiri di tengah-tengah dan memimpin paduan suara dengan penuh profesionalitas. Semakin lama dia terlihat semakin pucat, namun dia masih dapat menjalankan tugasnya sampai lagu Indonesia Raya dinyanyikan.

Tiba saatnya penyampaian amanat oleh pembina upacara yang tidak lain adalah kepala sekolah. Kaki gue bergerak gelisah sambil terus melirik Alfy sesekali. Di samping gue ada Bu Cindy, bisa saja gue mengatakan keadaan Alfy padanya. Namun gue takut jika Bu Cindy berpikir kalau gue memperhatikan Alfy sedari tadi, yang bisa menimbulkan dampak buruk. Gue nggak mau hubungan gue dan Alfy diketahui penghuni sekolah. Itu nggak bagus buat citra Alfy di mata para guru yang notabenenya adalah murid berprestasi dan penuh teladan di sekolah.

IneffableDonde viven las historias. Descúbrelo ahora