42 | Tom & Jerry

1.5K 349 151
                                    

Hai hai hai!
3 part menuju ending ✨
Makasih ya atas komen 200+nya
Ayy minta maaf atas keterlambatan update karena baru selesai revisi hiks

Happy reading🐊
Ramein vote dan komennya biar semangat update📢

• • •

RAFLI

"Kamu udah pulang—"

Tanpa menoleh sedikitpun, Alfy langsung masuk ke dalam dengan ekspresi kesal saat saya berpapasan dengannya di ambang pintu. Saya menatapnya keheranan. Tidak biasanya dia bersikap begitu.

Tidak lama kemudian Rafka muncul dan saat itu juga keheranan saya terjawab. Rafka datang bersama seorang perempuan yang menggandeng lengannya dengan mesra. Pantas saja wajah Alfy tertekuk berlipat-lipat. Ternyata Rafka biang keroknya.

Saya tersenyum, menyambut kedatangan mereka. "Berangkat sendiri tapi pulang bertiga?" ledek saya pada adik menyebalkan itu.

Dia berdecak pelan. "Gue bawa adik ipar baru buat lo, harusnya lo seneng," ujarnya lalu nyelenong masuk begitu saja, meninggalkan pacarnya yang kebingungan.

Saya menatap perempuan itu sambil tersenyum. "Satu-satunya kekurangan Rafka memang di attitude-nya. Kamu yakin nggak apa-apa dengan itu?"

Dia terkekeh kecil lalu menyerahkan parsel berisi buah-buahan yang dibawanya. "Rafka bilang kakak iparnya sedang dirawat, maaf karena baru menyempatkan untuk menjenguk hari ini."

Saya menerima parsel itu. "Terima kasih—siapa namanya?"

"Karin, nama saya Karin."

Perempuan yang baik, ramah, dan terlihat pengertian. Semoga saja Rafka tidak kembali pada kebiasaan lamanya yang suka mempermainkan perasaan perempuan sebagai sarana untuk membunuh kebosanannya.

"Terima kasih, Karin. Silakan masuk."

Karin menyapa Ratna dan dua perempuan itu langsung akrab setelah berkenalan. Saya sempat menangkap perubahan dari wajah Alfy saat dia melihat Karin mengobrol dengan Ratna. Ada raut ketidaksukaan di matanya, seperti perasaan terancam yang dia coba sembunyikan. Karin memang pandai membawa diri, meski menurut saya Alfy juga memiliki kelebihan itu di dalam dirinya.

Saya menghampiri Alfy yang sedang menyibukkan dirinya dengan laptop. "Kamu udah makan?"

Alfy menjawab pertanyaan saya dengan anggukan kepala, tanpa menoleh sedikitpun. Saya langsung menatap Rafka dan mendapati gendikan bahu darinya. Lihat, mereka sekarang kompak menjadi adik yang menyebalkan.

"Ada yang Kakak bisa ban—"

"Kak bisa minggir, nggak? Nanti kakak kelihatan di kamera," usir Alfy saat saya berniat untuk membantu kesibukannya itu.

Alis saya bertaut heran. "Lho? Kamu ada jam kuliah malam?"

Dia menggeleng. "Pokoknya Kakak harus minggir. Hush-hush, sana!" Tidak hanya mengusir secara verbal, sekarang dia mendorong tubuh saya menjauh darinya. "Iiihhh, sana, Kak!"

"Oke-oke."

Saya mengalah dan beranjak meninggalkan sofa. Tidak lama kemudian dia terlihat sedang mengobrol dengan seseorang. Karena Alfy memakai headphone, saya jadi tidak bisa mendengar dengan siapa dia melakukan panggilan video itu.

"Eh, Cina, pipi lo subur banget! Makan pupuk kompos lo disana?"

Cina?

"Kak Rafli?"

Karin menginterupsi kegiatan menguping saya. "Eh, iya?"

Ternyata Karin izin untuk pamit pulang karena ada temannya yang sudah menunggu. Saya meminta Rafka untuk mengantarkannya sampai ke luar. Tidak lama, Rafka kembali lima menit setelahnya. Dengan lirikan tajamnya dia ternyata sedang mengawasi Alfy diam-diam. Sebuah tindakan yang menunjukkan dengan jelas kalau dia sedang menahan kecemburuan.

IneffableWhere stories live. Discover now