1 | Orang Ganteng

15.4K 1.2K 101
                                    

ALFY

Aku sudah kelas dua belas!

Ini keren. Tidak terasa aku sudah tiba di masa-masa akhir SMA. Dua tahun sudah berlalu dengan banyak cerita yang sudah aku jalani. Beberapa memang indah, dan sebagiannya lagi menjadi pembelajaran untuk hidup. Setidaknya, ada yang bisa aku ceritakan ke anak cucuku nanti. Kalau uyutnya pernah begitu aneh di masa sekolahnya. Pernah ngompol di waktu upacara, pernah pakai kaca mata hitam ke sekolah, pernah dilabrak adik kelas di dalam toilet dan yang paling berkesan adalah pernah naksir guru yang mengajar di kelas.

Udah, jangan dibahas lebih lanjut. Nanti orangnya keselek karena diomongin.

Setelah memarkirkan si Jagur-motor matic kesayanganku, aku berjalan masuk ke koridor. Menyapa beberapa orang yang aku kenal dan sesekali cengengesan saat ada yang menegur kalau rok abu-abuku kedodoran.

Memberhentikan langkah, aku membenarkan posisi rok yang sudah miring dari posisi awalnya.

Sampai ke kelas, aku langsung menuju bangkuku yang masih bersebelahan dengan tempat duduk Via. Dari kelas sepuluh formasi ini tidak berubah dengan Syifa dan Roy yang duduk di meja depan.

"Happy to meet you again, Sobat-Sobat Misqueenku!" sapaku, mengundang ketiganya menjitak kepalaku bergantian. "Gimana liburan lo-lo pada?"

"Seru pokoknya. Mengarungi lautan, melewati samudra, menjelajahi benua."

Yang tadi itu jawaban Roy. "Dari jawaban lo gue tahu kalau lo sebenarnya nggak kemana-mana."

Roy mendecih. "Kayak lo yang kemana-mana aja," balasnya.

"Kemana-mana dong, Roy!" Bukan aku yang menyahut, itu suara Via. "Dia lagi sibuk menenangkan hati setelah ditinggal nikah pujaan hati. Sudah pasti dia butuh liburan untuk menenangkan diri."

Sialan. Baru hari pertama kembali ke sekolah mereka sudah membuatku jengkel. Nggak ada tuh yang namanya kangen-kangenan. Bullshit. "Bodo amat!"

Aku mengibaskan tangan, tanda tidak peduli lagi dengan apapun yang mereka katakan. Baru berniat ingin menelungkupkan tangan di atas meja, Syifa menarik tangan kiriku dengan ekspresi terkejutnya yang tidak bisa dikondisikan.

Ada apaan, sih?

"Gila-gila! Cincin baru, nih?!" kelakarnya heboh, membuat Roy dan Via tertarik.

Entah aku yang sedang sensitif atau mereka yang berlebihan, aku sangat kesal ketika mereka mengamati cincin di jari manis ku dengan begitu detailnya. Aku tahu, mereka sedang berkonspirasi banyak praduga tentangku.

"Bukan Alfy banget kalau pakai cincin tanpa angin dan tanpa sebab gini," ujar Roy dengan tampangnya yang sok tahu.

"Iya, nggak mungkin cewek jadi-jadian kayak dia mau pakai perhiasan. Pakai deodorant aja sering lupanya, apalagi perhiasan, kan?" tambah Via menimpali.

"Bentar-bentar!" Syifa menginterupsi kami semua, lalu memainkan ponselnya dengan serius. Bodohnya kami menanti hal apa yang akan ia lakukan setelahnya. Berselang beberapa detik matanya membulat, seakan baru saja melihat dua garis merah di alat pendeteksi kehamilan.

Syifa menunjukkan layar ponselnya yang sedang menampilkan laman Instagram. Aku mengenali foto siapa yang ia perlihatkan. Itu unggahan terbaruku, foto aku dengan Riki yang sedang tertawa bersama seakan candid. Bukan kemesraan itu yang Syifa maksud, tapi hal mengganjil di dalamnya. Dan benar saja, saat Syifa men-zoom foto itu sampai pada titik jariku dan jari Riki, dia kehilangan kontrol pada suaranya.

"KALIAN UDAH NIKAH?!"

Benar-benar nggak waras! Aku nggak ngerti lagi. "Anjir, suara lo itu, ya!" geramku karena sekarang kami berempat menjadi pusat perhatian anak sekelas.

IneffableWhere stories live. Discover now