Prolog

27.1K 1.5K 96
                                    

ALFY

"Saya pasti bakal dateng kok, Pak."

Senyumnya pudar. Entah kenapa. "Saya malah berharap kamu tidak datang."

"Kenapa?"

"Nanti mempelai wanitanya jadi berbeda kalau kamu datang."

Gue—eh, maksudnya aku—tertawa mendengar guyonannya. Bahkan sampai memegangi perut. Tapi, laki-laki itu justru memasang tampang datar. Aku jadi menghentikan tawa. Menggaruk tengkukku yang tidak gatal.

"Ini ... udah, kan, ya?" tanyaku entah pada siapa. "Sa-saya permisi mau pulang. Duluan, ya, Pak?" pamitku kemudian.

"Ya, hati-hati."

Baru tiga langkah aku meninggalkan laki-laki itu, aku teringat sesuatu. Segera aku berbalik dan ternyata dia masih belum bergerak dari posisinya. Dia nampak terkejut dan heran.

Aku menyengir lebar. "Lupa salaman."

Ini mungkin seperti dejavu bagi kami. Dia mematung beberapa saat sebelum mengangkat tangannya untuk menyambut tanganku yang sudah lebih dulu terangkat.

Sentuhan kilat karena salaman itu sedikit membuatku berdebar. Namun aku segera menepis hal itu dengan kembali tersenyum. "Assalamu'alaikum, Mr. Sastra!"

Aku langsung berlari menjauhinya. Bukan untuk menangis, namun hanya untuk memastikan kalau aku benar-benar telah meninggalkan cerita kami. Cerita yang sekarang telah usai.

Kertas di tanganku kupandangi lekat-lekat. Aku tersenyum.

Our Wedding Invitation

Muhammad Rafli & Ratna Henindar

Akhir yang menjadi awal untuk cerita baruku.

👑👑👑

RAFLI

"Jadi, kita ... maksud saya semua ini ... harus berakhir?" tanya saya, masih berharap bahwa bukan seperti inilah akhir untuk kisah kami.

Namun, dia mengangguk. Memperjelas kepada saya bahwa sesuatu yang tidak pernah dimulai ini harus berakhir. Lama saya terdiam, sebelum akhirnya saya menyerahkan sesuatu yang tidak lain adalah undangan pernikahan saya dengan Ratna.

"Ini terlalu tiba-tiba, saya tahu. Tapi, Alfy, saya bukan Tuhan, saya tidak bisa mewujudkan apa yang terjadi selanjutnya harus selalu seperti keinginan saya," ucap saya tidak bisa menyembunyikan rasa bersalah ini.

"Terlepas dari apapun yang terjadi, saya hanya ingin kamu tahu kalau saya ..." Kalimat saya tertahan di sana. Ini terlambat, tapi saya ingin dia tahu. "... kalau saya benar-benar menyayangi kamu."

IneffableWhere stories live. Discover now