Prolog

3.5K 787 64
                                    

Tercatat dalam sejarah Jawa Barat, ada dua kerajaan yang berkuasa setelah runtuhnya kerajaan Tarumanegara, yaitu Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda. Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa dan menduduki wilayah Barat. Ibukotanya adalah Pakuan sekarang berada di sekitar Bogor.

Sedang Kerajaan Galuh didirikan oleh Wretikandayun. Wilayahnya berada di sisi timur. Kawali adalah ibukotanya, kini berada dekat Ciamis setelah berpindah dari Bojong Galuh. Kedua wilayah kerajaan itu terpisah oleh Sungai Citarum.

Hubungan kedua kerajaan itu begitu erat. Hal itu karena beberapa Raja Galuh dan Sunda memiliki hubungan darah. Adapula yang disatukan akibat hubungan pernikahan, seperti pernikahan Sri Baduga Maharaja dari Galuh yang menikah dengan Kentring Manik dari kerajaan Sunda. Tidak heran dalam pemerintahannya, kadang Raja Sunda memerintah juga di Galuh dan sebaliknya.

Kedua kerajaan ini berada pada masa kejayaannya saat di bawah kekuasaan Prabu Darmasiksa, Prabu Niskala Wastukancana dan Sri Baduga Maharaja.

Pada masa empat raja sunda terakhir (1535-1579 M) negara mengalami kehancuran. Menurut Carita Parahyangan hal itu disebabkan ; serangan musuh, perlakuan tidak baik terhadap pemuka agama, melanggar tabu terhadap wanita terlarang, membunuh orang tak bersalah, merampas hak orang lain, tidak berbakti pada orang tua, suka main perempuan, dan terlalu mengutamakan kemewahan, serta menurutkan keinginan hawa nafsu yang dilarang agama.

Pada periode itu (sekitar abad ke- 7 hingga akhir abad ke- 16) dikenal pula nama kerajaan-kerajaan lain yang wilayah kekuasaannya kecil dan merupakan bawahan dua kerajaan tersebut, yaitu : Kendan, Galunggung, Arileu, Saunggalan, dan Kuningan.

PROLOG:

Apakah semua kerjaan kecil berada di bawah kekuasaan Sunda dan Galuh? Apakah ada sebuah kerajaan yang ingin berdiri sendiri tanpa campur tangan kerajaan lain?

Maharaja Witaradya tak ingin tunduk pada kerajaan mana pun. Dia menolak kerjasama dengan Portugis apalagi kalau harus mengakui raja lain di atasnya. Dengan hasil tapa, Witaradya diberi sebuah pedang yang mengeluarkan petir dan hujan sehingga membuat Jayakreta, negara yang ia pimpin tertutup kabut selama empat puluh hari. Sejak itu Jayakreta menghilang.

Banyak rumor yang mengatakan negara itu hancur karena wabah dan kudeta. Namun, masyarakat Jayakreta hidup dengan makmur dalam kabut yang menyelimuti tanpa gangguan negara lain. Kabut yang menutup mata manusia hingga tak bisa melihat kerajaan itu . Witaradya menurunkan ilmunya pada pangeran mahkota yang akan menjadi penerusnya kelak. Hanya Raja yang mampu membuka kabut dan keluar masuk kerajaan.

Namun, pada masa pemerintahannya Raja Widyuta tidak mematuhi ajaran agama dan patikrama. Widyuta menikahi estri larangan. Ratu Prasasya telah dilamar oleh orang lain dan menerima lamaran pria tersebut sebelum akhirnya dinikahi Maharaja Widyuta.

Akibatnya meskipun saat itu kerajaan berada pada masa kegemilangan, tetapi terjadi kudeta besar-besaran. Banyak pejabat tak menyukai Ratu dan melakukan fitnah kalau Ratu Prasasya terlibat dalam salah satu peristiwa kudeta. Ratu ditangkap dan akan dihukum mati setelah hidup selama lima bulan dalam pengasingan.

Ternyata saat itu Ratu tengah mengandung putra pertama Raja. Sayang, sesuai aturan kerajaan, bayi dalam kandungan seorang pengkhianat harus ikut menerima karma dari ibunya. Tepat di bulan kelima, Ratu Prasasya dihukum mati dengan cara menenggak racun yang mengakibatkan dia dan bayi dalam kandungannya meninggal.

Fitnah terhadap Ratu justru terbukti salah setelah kematiannya. Rasa sakit kehilangan istri dan calon bayi pun rasa cintanya yang terlalu besar pada Ratu, membuat Widyuta marah besar. Dia mengalami kesedihan selama berbulan-bulan lamanya hingga memutuskan untuk menghancurkan kerajaannya sendiri, membunuh semua penduduk dan melakukan bunuh diri.

Namun, hingga kini Jayakreta masih tersembunyi walau sudah berupa puing-puing. Kisah kerajaannya sering dibicarakan masyarakat kerajaan lain. Tak ada yang tahu bahwa kerajaan itu hancur oleh rajanya sendiri.

(Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. Diharap pembaca bijak dalam membacanya.)

Sumber :

1. Melacak Sejarah Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi karya Saleh Danasasmita.

2. Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran karya Prof. Dr. Edi S. Ekadjati.

BIKASAWhere stories live. Discover now