34. Sebelum Bikasa lahir

1.1K 396 257
                                    

Widyuta hari itu mengumpulkan pasukan. Dia meminta mereka mencari gadis yang sangat dia inginkan itu. Sebelumnya Widyuta beberapa kali dia menolak gadis yang dijodohkan oleh maha raja. Hatinya tak satu pun tertuju pada mereka. Baru kali ini dia bertemu wanita dan begitu tertarik hingga terus merasuk dalam mimpi hingga terbayang dalam cahaya rembulan.

Harusnya kisah cinta itu indah layaknya bunga yang mekar di musim hujan dan layu sesuai dengan waktunya ketika usia habis. Namun, Awuntah merusak semuanya.

Awuntah, tak ada yang tahu pasti siapa nama siluman ular tersebut dan di mana ia tinggal. Diberi nama Awuntah karena sifatnya yang boros. Boros? Iya, ada cerita di kalangan masyarakat Jayakreta jika Awuntah dulunya adalah manusia biasa. Hanya karena sifatnya yang boros, dia sering membuang-buang harta. Pada akhirnya ketika hartanya habis, Awuntah mencuri harta berharga milik ibunya.

tentu seorang ibu yang dibohongi anak murka. Dia mengutuk Awuntah menjadi jelmaan ular. Pada saat itu ular dianggap salah satu binatang yang membawa kesialan.

Layaknya seekor ular, Awuntah sering bersembunyi dan membiarkan sukmanya menghasut banyak manusia. Saat itu Balabah, salah satu mentri kerajaan didatangi mimpi akan kecantikan salah satu gadis dari kasta waisya bernama Prasasya.

Akibat rasa penasaran yang menempel dalam jiwa, Balabah akhirnya datang ke dusun yang dimaksud. Dia mencari Prasasya hingga begitu bertemu dengan gadis itu, Balabah jatuh cinta. Dia memberikan banyak emas untuk keluarga Prasasya hingga mereka menerima lamaran meski Prasasya sendiri menolak.

Pernikahan akan diadakan saat bulan purnama pada bulan ini. Takdir berkata lain, beberapa hari sebelum pernikahan Widyuta menemukan Prasasya. Pria itu melamar wanita pujaan hatinya.

"Maaf, tapi putri kami telah dilamar seorang mentri, Ki. Dan gadis yang telah dilamat tak boleh dinikahi pria lain," jawab ayah Prasasya.

"Siapa gerangan mantri yang berani melangkahiku? Katakan!" Widyuta menggebrak meja hingga semua yang ada di sana mencelat kaget.

Tak ada satu pun yang berani mengatakannya. Widyuta yang marah menarik pedang dan menyimpannya di leher ayah Prasasya. "Katakan! Atau kutebas lehermu dan kubawa putrimu untuk menjadi wanita penghiburku!" ancam Widyuta.

Prasasya yang baru datang dari pasar menjatuhkan keranjang dagangannya. "Apa yang hendak kamu lakukan?" tegur Prasasya. Dia raih pedang Widyuta dan menahannya.

"Lepaskan, Nyi!" tegas Widyuta.

"Siapa kau hingga berani memerintahku? Kau berniat mencelakai pria paling berharga untukku! Bagaimana mungkin aku diam saja?" Bergetar mata Prasasya saat menatap tajam Widyuta.

Pria itu menurunkan pedangnya. Dia sentuh dagu Prasasya. "Aku pria yang mencintaimu, Nyi. Dan sungguh tiada satu pun di Jayakreta ini yang bisa menghentikan aku menikahimu!"

"Apa kau kurang waras? Aku ini telah dilamar. Kau melakukan dosa terbesar dan telah melanggar aturan Sang Rumuhun karena itu!"

"Aku tak peduli. Tinggal kau memilihnya, Nyi. Mana yang kau inginkan menikah denganku, atau aku bantai seluruh keluargamu!"

Prasasya tak gentar. Dia merasa menang karena orang yang hendak menikahinya adalah salah satu mentri kerajaan. "Aku akan melaporkan ini pada calon suamiku!" ancam Prasasya.

Sayangnya Prasasya tak tahu siapa sebenarnya Widyuta. Dia berlari menuju rumah Balabah dengan bertelanjang kaki. Mendengar aduan calon istri Balabah berang. Dia datang ke rumah Prasasya dengan kuda sambil membawa pasukan dan kuda. Begitu tiba di sana, Balabah tertegun melihat putra mahkota berdiri di depan pintu.

"Jadi itu kau mentri rendahan! Beraninya kau melamar wanita yang sudah lama aku cari!" Widyuta menunjuk Balabah dengan pedang yang masih terbungkus sarung.

BIKASAUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum