29. Pertemuan

1.1K 426 398
                                    

Bikasa masih mencoba menerobos hutan. Dia turun perlahan ke lereng dan berpegangan pada pohon kecil atau bebatuan lereng. Dia masih terpaku pada cahaya di seberang sana, berharap akan menemukan peradaban.

Shanika masih mencoba mengintip ke balik jendela berharap apa yang dia dengar benar. "Bikasa! Apa itu kamu?" tanya Shanika. Panggilan yang begitu dalam penuh dengan kerinduan.

"Iya, ini aku," jawab seseorang hingga membuat Shanika kaget mendengar suara seseorang tiba-tiba ada di belakangnya. Hampir saja Shanika berteriak. Untung tangan pemilik suara itu menutup mulut Shanika.

"Ini aku, Bikasa."

Shanika berbalik. Dia diam begitu melihat Bikasa di sana. Kening Bikasa basah karena peluh yang jatuh menganak sungai akibat berlarian. "Kenapa kamu telat manggil aku? Aku lelah." Bikasa duduk dengan lemas. Suaranya terbata-bata akibat napas yang naik dan turun dengan cepat.

Shanika meneteskan air mata. Seketika dia langsung memeluk Bikasa dengan erat. "Aku rindu kamu, Bi. Ke mana saja kamu pergi?" tanya Shanika. Dia sampai terisak.

Tangan Bikasa mengusap rambut sang putri yang terhias mahkota emas dan bunga melati. "Memang kamu pikir aku tidak merindukanmu? Aku mencari kamu ke mana-mana. Kamu hilang begitu saja. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padamu, Sha."

Shanika tatap wajah kekasihnya. Dia usap keringat di wajah Bikasa dengan selendang sutra yang disampirkan ke bahu. "Kenapa kamu berkeringat seperti ini?" tanya Shanika bingung.

"Aku berlari dari seberang sana ke sini. Tak tahu bagaimana aku bisa datang ke masa ini. Yang jelas aku pun kaget melihat hutan di sekitarku berbeda. Bahkan mobilku pun menghilang. Tak tahu bagaimana aku akan kembali," jawab Bikasa.

Tiba-tiba roda kereta tersandung batu hingga Shanika jatuh ke pangkuan Bikasa sambil berteriak. "Kamu tak apa?" tanya Bikasa. Hampir saja bibir mereka saling bersentuhan.

"Baik," jawab Shanika berusaha bangkit, tapi Bikasa tetap menahan tubuh gadis itu. "Lepas," pinta Shanika.

"Biar saja. Aku tidak ingin jauh darimu lagi."

Terdengar suara pintu kereta diketuk. Shanika menyimpan telunjuk di depan bibir. "Sembunyi," pinta Shanika.

"Di mana?" tanya Bikasa bingung sambil berbisik. Kereta itu sempit dan hanya cukup untuk mereka berdua di sana.

"Putri Shanika, apakah putri dalam keadaan baik?" tanya salah satu pengawal.

"Iya, aku baik-baik saja. Lanjutkan perjalanan," jawab Shanika.

"Hamba mendengar ada suara lain di dalam kereta. Apa putri yakin tidak ada penyusup?"

Shanika menatap Bikasa. "Sedari tadi aku hanya sendiri, Ki. Lanjutkan saja perjalanan," titah Shanika.

"Baik, Putri."

Roda kereta kembali berputar. "Kamu mau ke mana?" tanya Bikasa.

"Niranjana akan menikah dengan Candrakusuma. Kami hendak ke Dananjaya mengantar pengantin."

Bikasa mengusap dagu. Dia duduk di samping Shanika. Tangannya memegang tangan gadis itu dan mengusap dengan lembut. "Kamu tak apa?" tanya Bikasa.

"Memang kenapa diriku?"

Bintang bersinar begitu indah di langit sana. Ketiadaan cahaya membuat cahaya rembulan begitu benderang. "Kamu pernah mencintainya."

Mata mereka saling bertatapan. Masih terdengar suara roda kereta bersahutan demgan langkah kuda. "Aku sekarang lebih takut tak bisa lagi bertemu denganmu," jawab Shanika.

Bikasa tersenyum. "Aku tidak tahu sampai kapan akan berada di sini. Kita tetap harus bersiap menunggu waktu terpisah lagi. Hanya sebelum itu, kita harus menghentikan Awuntah merubah takdir," ungkap Bikasa.

BIKASAWhere stories live. Discover now