15. Kisah

1.3K 470 247
                                    

"Sudahkah Ki menemukan putri Shanika?" tanya seorang pria dengan suara penuh wibawa. Pakaian yang ia kenakan terbuat dari sutra. Di atas kepala tertata mahkota keemasan dengan permata yang dibeli dari pedagang asing. Dia Putra Mahkota atau Pangeran Dipati, Bayanaka—calon penerus singgasana Argaloka.

"Ampuni hamba, Raden. Pasukan kamu yang mencari hingga ke hutan larangan tiada satu pun menemukan jejak Tuan Putri," lapor Ki Ageng, seorang hulujurit atau senapati yang bertugas menjaga Bayanaka.

"Kita harus temukan Putri, Ki. Kesehatan ibuku semakin hari semakin memburuk. Beliau terus mempertanyakan keberadaan putrinya. Sudah berhari-hari Shanika hilang dan yang kembali hanya kudanya saja."

Ki Ageng menunduk. Pria yang memakai dodot untuk menutupi celana panjang hitamnya menghela napas sesaat. Hutan tempat mereka mencari Shanika dikenal angker. Bahkan bukan sekali atau dua kali, penduduk hilang dan tak kembali.

"Raden, apa sebaiknya kita bertanya pada yang mengerti perihal dunia lain? Tentang makhluk selain manusia. Konon hutan ini ditinggali mereka."

"Apa yang kaumaksud, Ki?"

"Tentu saja orang yang baik tapanya hingga bisa menembus alam di luar alam kita. Orang yang memiliki rohani yang luhur, kebijaksanaan dan nasihat." Senapati masih memberikan pernyataan yang terasa berbelit bagi Bayanaka.

"Orang yang memiliki kemampuan rohani yang luhur tentu saja para resi dan wiku."

"Benar demikian, Raden. Masalah ini tidak bisa kita pecahkan dengan kekuatan fisik, melainkan kemampuan batin yang peka. Ada baiknya kita meminta nasihat dari para wiku di kabuyutan." *Kabuyutan adalah tempat menyembah dewa dan leluhur. Bagian dari kerajaan yang fokus pada masalah keagamaan.

Bayanaka menunduk sejenak. "Kalau begitu kita harus melakukan perjalanan Sunda Sembawa? Tentu atas izin dari Prabu kerajaan Sunda," timpal Bayanaka dengan wajah yang masih ragu. *Sunda Sembawa merupakan salah satu daerah kabuyutan pada masa Pajajaran.

"Apakah perlu kita meminta bantuan? Banyak raja Sunda yang telah moksa. Tentu mereka memiliki kesempurnaan jiwa."

Bayanaka tetap tidak yakin. "Apalah arti kita kerajaan kecil. Bagaimana pantas kita meminta bantuan pada kerajaan besar untuk hal seperti ini. Kita akan temukan jalan kita sendiri," tegas Bayanaka.

Pria itu hendak menaiki kuda hitamnya yang gagah. Namun, langkah Bayanaka tertahan oleh suara yang memanggil dari kedalaman hutan. Bayanaka berbalik pun dengan senapati juga prajurit. Mereka langsung membuat barisan untuk melindungi Bayanaka.

"Siapa?" tanya Ki Ageng dengan suara lantang.

Dari arah semak-semak muncul seseorang dengan pakaian hitam berupa kain yang dibelitkan ke pinggang kemudian disampirkan ke bahu. "Salam pada, Raden Bayanaka," ucap pria dengan rambut panjang dan gimbal tersebut.

"Dengan siapa aku bicara?" tanya Bayanaka.

"Aku hanyalah seorang walka yang bertapa di gunung ini untuk mendapatkan kesempurnaam jiwa," jelas pria tadi. *walka = Petapa.

"Dengan apa aku memanggilmu?"

Namun, pria itu hanya tersenyum tanpa membalas. "Acalandra Harjasa adalah makhluk yang luar biasa. Dia memiliki kekuatan kebatinan yang tidak Raden miliki," ungkap pria itu.

"Siapa dia?" Bayanaka baru pertama kali mendengar nama tersebut.

"Dia adalah Rajaputra yang menguasai gunung ini. Dalam mata Raden mungkin ini hanya kedalaman hutan, tetapi sebuah kerajaan besar berdiri jauh lebih besar dibandingkan Argaloka. Dan raja yang berkuasa memiliki kekuatan yang jauh dari perkiraan Raden," ungkap walka tersebut.

BIKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang