40. Pangeran dan Putri

1.4K 427 232
                                    

Hutan itu didominasi oleh pepohonan bambu. Terdengar suara gemerisik daunnya. Kaki kuda berjalan perlahan di jalanan setapak di bawah rimbunnya barisan bambu yang menutupi pohon kawung, yang dimanfaatkan menjadi bahan pembuatan gula.

Shanika masih memeluk tubuh prianya dari belakang. "Aku pikir, kamu sudah melupakan aku," ucap Shanika.

"Dengan cara? Ingatanku layaknya ingatanmu, tercampur antara masa depan dan masa lalu," timpal Bikasa.

Senyum Shanika terkembang. Dia menikmati lembutnya angin meniup rambut hingga membuat wangi melati di rambutnya tertiup ke udara. "Aku yakin kamu lahir di masa ini setelah kutukanku hilang. Artinya memang aku akan bertemu dengan jodohku sekarang."

"Dan kamu senang?" tanya Bikasa.

"Memang tidak boleh?" tanya Shanika.

Bikasa menghentikan kudanya. "Harus, karena ini hasil perjuangan yang teramat lama." Tangannya menyentuh tangan Shanika.

"Tapi, kita mau ke mana?" tanya Bikasa.

"Tentu saja ke Argaloka. Aku sudah mengalahkan Dananjaya. Harusnya Raja Birawa memberikan putri tercantiknya untukku sebagai hadiah," ucap Bikasa sambil tertawa.

"Mengalahkan? Kamu hanya membubarkan perang," keluh Shanika.

"Bukannya itu luar biasa? Tanpa pasukan hanya dengan sebuah pedang, aku buat mereka semua kalang kabut," celetuknya. Kuda kembali berjalan.

"Jika ayahanda memberikan aku sebagai hadiah, apa yang kamu akan lakukan?" tanya Shanika.

"Menjadikanmu putri mahkota dan mendampingiku sebagai Ratu suatu hari nanti," jawab Bikasa. Perjalanan itu amat panjang. Jauh di belakang mereka ada pasukan Bayanakan menyusul pelan karena kehabisan tenaga. "Kelihatannya Argaloka akan mengadakan pernikahan dalam waktu dekat," ucap mentri pertahanan.

"Sepertinya begitu, aku tak pernah melihat Shanika menatap seorang pria dengan penuh cinta. Kelihatannya pria itu pun sakti, aku yakin dia akan bisa melindungi adikku. Shanika sangat bijak dan pintar. Tentu dia tidak akan salah dalam memilih pendamping," timpal Bayanakan.

Kuda Bikasa tiba di depan gerbang istana. Atas permintaan Shanika, gerbang dibuka. Kuda putih yang Bikasa tunggangi masuk ke dalam. "Sudah menyiapkan kalimat terbaik untuk meminangku?" tanya Shanika.

"Meminang seorang wanita dengan rasa tanggung jawab adalah kalimat terbaik yang diucapkan seorang pria. Lalu apalagi?"

"Bagaimana dengan hantaran pernikahan?"

"Apa yang kauinginkan. Hatiku pun sudah aku berikan," timpal Bikasa. Terdengar suara cekikikan Shanika.

Berhenti sebelum pintu balai istana, Bikasa turun dari kuda. Dia menurunkan Shanika dari sana. Mereka berjalan saling beriringan untuk masuk ke dalam. "Pria ini adalah tamuku dan dia penyelamat hidupku," ungkap Shanika.

Penjaga istana mempersilakan mereka untuk masuk. Shanika berjalan menunjukkan jalan pada Bikasa menuju balai istana. Tak lama Bayanaka dan pasukannya datang. Mereka langsung disambut para penjaga dan dayang.

"Adikku di mana?" tanya Bayanaka.

"Putri sudah menunggu di balai istana, Pangeran Dipati. Kami sungguh tak menyangka Pangeran akan kembali secepat ini," balas penjaga pintu balai.

"Lalu kau ingin aku pergi berapa lama lagi?" tanya Bayanaka sambil terkekeh. Pria itu masuk ke dalam balai istana. Bikasa sudah duduk bersila menghadap singgasana raja.

"Sudahkan sampean meminta penjaga memberitahu pada Raja?" tanya Bayanaka.

Bikasa melirik ke arah Shanika yang duduk di sisi balai. "Aku menunggu kehadiran Kakanda," jelas Shanika.

BIKASAWhere stories live. Discover now