25. Terpisah Zaman

1.2K 439 313
                                    

"Jangan gila, Bikasa! Mau ke mana kamu?" tanya Mauvee melihat Bikasa berlari seperti orang kesurupan. Dia meninggalkan ballroom hotel dan berkeliling di sepanjang parkiran. Mauvee yang baru datang tentu bingung melihat temannya linglung tak lama berlutut dan menangis sambil menepuk dada. Kini Bikasa berdiri dan hendak berlari. Mauvee tahan lengan pria itu. "Kenapa kamu?"

"Aku mau mencari Shanika," jawab Bikasa.

Mauvee mengerutkan dahi. "Siapa Shanika?" tanya Mauvee bingung. Mata keduanya saling tatap. Bikasa jauh lebih kebingungan. "Dari semua hal aneh yang pernah kamu lakukan, ini yang paling aneh!" komentar Mauvee.

"Kamu enggak ingat dia. Shanika? Kekasihku? Kamu sering berbagi video tiktok dengan dia. Aku kenalkan dia sama kamu. Ah!" Bikasa mengeluarkan ponsel. Dia hendak memperlihatkan foto dengan Shanika. Namun, tak ada. Tak satu pun foto dengan wanita itu tersimpan. "Tidak!" Bikasa semakin nyeri. Rasanya seperti ada nanah yang menggolak dalam jiwa.

"Kalian semua tidak ingat dia." Lirih suara Bikasa. Mauvee mencoba meraihnya, hanya saja langsung Bikasa tepis. Dia berbalik dan berlari ke mobil.

"Woy! Bikasa!"

Tak ingin sahabatnya mengalami hal buruk, Mauvee menyusul. Mobil mereka saling beriringan sejauh perjalanan. Bikasa sampai di rumah. Dia buka pintu rumah dengan paksa. "Sha! Shanika!" panggil Bikasa berharap mungkin gadis itu pulang sendiri ke rumah. Namun, apa yang bisa dia harapkan?

"Ada apa, Tuan?" tanya Bi Rodiah berlari ke dapur menyusul Bikasa yang naik ke lantai dua. Kamar tamu yang dia sempat hias untuk tempat Shanika tidur terlihat rapi dan sepi. Tak ada barang-barang milik wanita itu. "Shanika mana, Bi?" tanya Bikasa menteskan air mata. Dia masih belum bisa menerima kenyataan jika pujaan hatinya memang pergi.

"Itu siapa, Tuan. Bibi tidak kenal," jawab Bi Rodiah.

"Mana mungkin! Bibi ada selalu bersama dia setiap hari. Bibi yang ajarkan dia membaca! Shanikaku. Dia hidupku, aku enggak mau dia pergi. Aku mohon ingatlah, Bi!" pinta Bikasa memelas.

Mauvee yang berdiri di samping Bi Rodiah tampak merasa khawatir dengan keadaan Bikasa. "Bit, aku enggak tahu ada masalah apa sama kamu. Tapi kayaknya kamu tidak mengerti. Orang yang kamu sebutkan tadi, baik aku dan Bi Rodiah sama-sama tidak tahu," jelas Mauvee.

Bikasa mundur beberapa langkah. "Kenapa kalian jahat? Kenapa lupa dengan dia. Kalian tahu tidak, dia cantik sekali. Senyumnya manis. Setiap dia tertawa, wajahnya terlihat cerah. Bahkan karena itu aku sering merindukan dia. Kalian tahu aku sangat mencintai dia. Salahku apa sampai ingin dia saja tak bisa? Aku ...." Kalimat Bikasa tertahan. Terisak dia saat itu.

Dia yakin kenangan yang dia alami nyata. Shanika jatuh ke pelukannya. Mereka banyak melewati hari bahagia bersama. Bahkan terakhir, mereka pergi ke kebun binatang. Bikasa selalu menuntun tangan yang halus itu. Gadis lembut yang selalu membuat senyum Bikasa melengkung.

"Aku cari dia ke mana? Aku harus temukan dia di mana? Aku bahkan tak bisa menyentuh dia. Wajahnya dia hanya di pikiranku saja," tambah Bikasa.

Mauvee jalan mendekat. Dia usap punggung Bikasa. "Ceritalah. Apa yang terjadi?"

"Kamu tidak mengerti! Tidak akan mengerti!" bentak Bikasa sambil mendorong tubuh Mauvee. "Aku ingin bertemu dia. Dia bilang sering menangis sendirian. Aku hanya ingin buat dia bahagia. Aku sudah janji akan melindunginya. Aku ini lelakinya."

Sementara kabar buruk terdengar hampir ke seluruh pakuan. Sribaduga Maharaja telah mangkat. Raja Agung yang mempersatukan seluruh pasunda di bawah kekuasaannya itu meninggalkan seluruh rakyat yang sangat menyanjung beliau. Raja Birawa yang menjadi Rakryan salah satu kerajaan di bawah Pajajaran tentu datang dalam upacara pelepasan jasad Raja Agung itu.

"Jadi pernikahan Putri Niranjana dan Pangeran Adipati Candrakusuma diundur?" tanya salah satu dayang.

"Apa masuk akal, Nyi? Di saat seluruh Pajajaran berduka dan Argaloka malah menggelar hajatan? Tentu Raja Birawa tidak akan senekat itu. Itu sama saja menggoreskan luka di hati Raja Surawisesa," timpal dayang yang lain. Mereka masuk ke dalam kamar untuk memasang pelita yang apinya baru mereka ambil dari dapur.

Terdengar suara langkah mereka membuat lantai berderit. Kedua dayang itu masuk ke dalam kamar yang lumayan luas. Seorang putri terbaring dan masih tak sadarkan diri di atas tempat tidurnya.

"Sampai kapan Putri Shanika akan seperti itu? Padahal tabib bilang lukanya tidak parah," tanya salah satu dayang.

"Entahlah. Sepertinya dia kerasukan roh dari hutan larangan. Dia terus saja memanggil nama seseorang. Apa di hutan itu dia sempat digoda siluman?"

"Jangan asal bicara!"

"Habisnya untuk apa dia ke hutan membawa kuda? Dia seorang putri dan jelas dilarang mengendarai kuda sendiri. Apalagi hutan itu terkenal angker. Kalau bukan karena bisikam ghaib lantas apa?"

"Untung saja Pangeran Bayanaka lekas menemukannya. Kalau tidak, tak tahu apa yang akan terjadi pada Putri. Meski dia aneh, tetap saja dia sangat baik. Dia memperlakukan kita dengan cara manusiawi, tidak seperti kakaknya."

"Sudah, Nyi. Apa kautak takut kalau sampai ada yang mendengar?"

"Bikasa," panggil Shanika dengan suara lemah. Air matanya kembali mengalir. Tangannya meremas ke kain penutup ranjang.

Para dayang menghampiri. "Putri, apa putri sudah sadarkan diri. Putri!" panggil dayang dengan suara lembut. Mereka tak berani menyentuh gadis itu. Hanya dayang tertentu yang memiliki kemampuan di bidang kecantikan yang boleh menyentuh tubuh putri.

Shanika membuka matanya. Yang dia lihat adalah langit dari kayu. Dia tahu itu bukan lagi kamar dirinya di masa depan. Shanika menarik napas. Air matanya kembali menetes. Saat melirik ke samping, dilihat dia wanita dengan kebaya sunda tanpa motif dan memakai sinjang polos. Di sana Shanika terisak.

"Putri, apa putri baik-baik saja?" tanya salah satu dayang.

"Aku panggilkan Ratu!" Dayang lain lekas lari meninggalkan kamar. Salah satu masih duduk berlutut di samping Shanika.

Terisak Shanika. Dia pukuli dadanya kemudian tidur miring membelakangi dayang tadi. "Bikasa! Bi!" panggil Shanika. Berapa kali dia panggil nama itu dan pria itu tak datang ke sana.

Tak lama Ratu datang bersama dayang yang lain. "Anakku! Putri Shanika," panggil Ratu. Dia sentuh bahu putrinya.

Shanika bangun setengah terbaring. "Ibunda, aku ingin Bikasa. Di mana dia, Ibunda," pinta gadis itu dengan suara lirih.

"Siapa yang kaumaksud, Nak?" tanya Ratu Yarima bingung.

"Kekasihku, Ratu. Suamiku. Bawa aku padanya. Dia pasti mencariku, Ibunda." Shanika menarik pelan lengan ibunya. Tentu Ratu Yarima bingung.

"Nak, bagaimana kaumemiliki suami? Menikah saja belum. Dan pria yang kausebut tadi, aku tidak pernah melihatnya. Kakakmu yang menemukanmu dan membawa ke sini," tegas Yarima.

💐💐💐

💐💐💐

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।
BIKASAजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें