4. Heran

2.2K 701 314
                                    

Naikin komennya jadi 300 dong! 😁😁
Votenya mudah-mudahan sampai 500. Bantu authornya, ya? Vote sama komen gratis kok.

🙏🙏🙏

"Jangan menyentuhku!" Shanika mendorong tubuh Bikasa. Dia mundur membuat jarak dengan pria di depannya.

"Maafkan aku. Aku hanya merasa khawatir. Tempat ini sangat asing bagi Putri. Akan jauh berbahaya apabila Putri pergi sendiri," saran Bikasa.

Shanika melihat lift yang masih tertutup

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Shanika melihat lift yang masih tertutup. Dia bergidik ngeri. "Memang lebih baik aku ikuti dia. Kelihatannya dia tidak berbahaya sejauh ini," batin Shanika.

"Berikan jaminan bahwa kamu tidak akan mencelakaiku." Mata Shanika melotot.

Bikasa tersenyum. Dia merogoh saku celananya. Dari sana dia mengeluarkan satu bungkus kartu gapleh. "Setiap aku berbuat tidak baik, lempar aku dengan lembaran itu," dusta Bikasa.

Shanika mengambilnya. Dia memperhatikan benda itu dengan saksama. "Apa ini?"

"Kartu mantra. Aku tidak pernah memberikan itu pada siapa pun. Hanya itu kelemahanku." Padahal itu hanya kartu gapleh biasa yang sering dia mainkan.

Shanika mengangguk. Dia masukan benda itu ke dalam kantong kain yang diikatkan di sinjang. "Aku ingin pulang. Bisakah kamu mengantarku ke istana?"

Bikasa berpikir sejenak. "Tunggu di sini. Jangan ke mana-mana. Aku akan segera kembali." Pria itu berlari kembali ke kantor dan tak lama kembali membawa kunci mobil. "Ikuti aku!" ajak Bikasa menuju lift. Dia tekan tombol turun.

Shanika mundur. "Aku tidak ingin masuk ke sana. Benda itu bisa melenyapkan seseorang." Shanika terlihat takut.

"Semua akan baik-baik saja. Berpegangan pada tanganku."

Tak lama pintu lift terbuka.

Bikasa masuk ke dalam benda itu. Shanika masih ragu. "Pegang tanganku." Bikasa ulurkan tangannya. Shanika tak pernah sembarangan menyentuh seseorang, dia seorang putri yang memang tak bisa sembarang disentuh. Tubuhnya dianggap suci. Namun, kasusnya kali ini lain. Shanika terpaksa meraih tangan Bikasa dan memegang kain kemeja pria itu.

Pintu lift tertutup. Sejenak Shanika merasa tubuhnya seperti dilempar kemudian terjun bebas. Isi perut dikocok-kocok hingga meringsak ingin keluar. Mata gadis itu menutup. Tangannya semakin erat memegang Bikasa. "Apa aku mati? Aku belum melakukan pertaubatan. Aku akan mati," rengek Shanika ketakutan. Bikasa hanya bisa menahan tawa. Hingga bel lift berbunyi.

"Ayo keluar," ajak Bikasa.

Barulah Shanika membuka mata. Dia kaget melihat pemandangan di depannya begitu luas. Ada banyak benda aneh berbaris. Bikasa melangkah keluar menuntun gadis itu. Shanika melirik ke sisi kanan dan kiri. Mereka berjalan lurus melewati satu per satu benda besar yang Shanika tak tahu apa itu hanya saja warnanya berbeda-beda. Ada yang hitam, merah dan putih serta warna lainnya.

BIKASAWhere stories live. Discover now