21. Mantan yang dulu hilang

1.3K 453 319
                                    

"Bi, aku ingin lihat itu boleh?" tanya Shanika menunjuk lukisan yang terpajang di lorong.

"Kamu bilang ingin belajar membaca," Bikasa masih menatap layar laptopnya.

Shanika menunduk. Dia bergerak lemas hingga bersandar ke kursi. Wanita itu kembali membuka buku bacanya. "Sarimin pergi ke pasar. Ibu bertemu sarimin. Sarimin bukan monyet," ucap Shanika.

Mendengar itu Bikasa malah tertawa. "Kamu baca apa, sih?" tanya Bikasa. Shanika tunjukkan buku belajar membaca yang Bi Rodiah belikan di salah satu toko buku biasa. Katanya buku itu sering digunakan untuk belajar siswa SD.

"Kamu sudah lancar membaca. Nanti aku belikan kamu buku yang lebih pas untuk dibaca," janji Bikasa.

"Benarkah? Buku apa?" tanya Shanika penasaran hingga matanya berkedip manja. Dia menyangga dagu dengan kedua tangan yang mengepal.

"Novel romance," jawab Bikasa. Mungkin karena tidak tahu benda semacam apa itu, Shanika terlihat bahagia. Bahkan matanya bersinar dan senyumnya melengkung indah. "Wow! Aku ingin membeli itu."

"Aku akan belikan. Buku itu baik untuk masa depan kamu. Terutama dalam hal percintaan masa kini," jelas Bikasa.

"Apa semacam buku nasihat pernikahan?"

Bikasa menggelengkan kepala. "Eboh dari itu! Ini ilmu tentang kehidupan masa modern. Bagaimana cara berhubungan dengan masyarakat, menjadi kekasih yang baik hingga menjadi wanita yang menawan." Bikasa pintar dalam mempromosikan sesuatu hingga Shanika semakin tak sabaran.

Wanita itu memegang tangan Bikasa. "Ayo kita pergi, Bi!"

"Aku harus bekerja dulu. Untuk mencari uang. Ingat aku bilang uang itu apa?"

"Alat tukar yang bisa membeli segalanya kecuali membeli sandal kodok kamu," tegas Shanika.

"Benar, ada beberapa hal yang tidak akan aku berikan pada orang lain. Satu, sandal kodok dan kedua, kamu!" tunjuk Bikasa.

Pipi Shanika merona. "Tapi, Bi. Aku ingin melihat itu!" Kembali wanita itu ingat akan keinginannya sedari tadi.

Bikasa mengangguk. "Hanya di sana saja, tidak pergi terlalu jauh, ya?"

Kini berdiri Shanika. Rambutnya bergerak indah. Dia melangkah menuju lukisan yang tadi ingin dia lihat, sedang Bikasa kembali bekerja mengetik persetujuan proposal yang akan dia ajukan ke Executive Assistant Manager.

Mata Shanika tecermin indahnya lukisan sepasang kuda coklat dan putih. Di balik kuda itu ada padang rumput dan gunung. "Aku jadi mengingat dengan Argaloka. Apakabar mereka di sana, ya? Apa mereka sadar aku hilang? Atau mungkin malah berpesta atas kepergianku?" Shanika menghitung hari sejak dirinya hilang.

"Harusnya esok Niranjana dan Candrakusuma akan menikah." Tatapan matanya menurun. Terasa sesak dalam dada jika ingat kejadian itu. Itu bukan tentang rasa cinta, tetapi perasaan seorang adik yang dikhitanati kakaknya sendiri.

"Lukisan itu tentang bagaimana kehidupan saling berlomba. Kita membutuhkan orang lain untuk menjadi pemicu kita semakin maju," jelas seseorang yang berdiri di samping Shanika. Kaget, Shanika menghadap ke arah orang itu. Matanya terbelalak melihat sosok Candrakusuma, pria yang pernah menjadi tambatan hatinya dahulu.

Shanika mundur. Candrakusuma tersenyum menghadap gadis itu. "Kelihatannya Anda sangat menyukai lukisan? Terlihat bagaimana Anda kagum memperhatikan setiap detail di sana. Kita punya persamaan dalam hal ini."

Shanika menyipitkan mata. "Dahulu juga kamu mengatakan kita memiliki kesamaan dan akhirnya kamu tinggalkan aku dengan kakaku. Dasar lelaki!" batin Shanika. Wanita itu berbalik sambil menyibak rambut dan melangkah masuk ke dalam ruangan Bikasa.

BIKASAWhere stories live. Discover now