12. Dua Pria

1.6K 513 607
                                    

"Bikasa," bisik Mauvee tepat di pinggir telinga Bikasa. Jelas itu membuat Bikasa merinding hingga ke sekujur tubuh. Pria itu berbalik. Melihat wajah temannya, Bikasa langsung menjewer telinga Mauvee hingga temannya berteriak kesakitan.

"Ampun!" ucap Mauvee sambil memelas.

Mengerut kening Bikasa. "Lain kali, kamu ulang lagi ... aku lempar kamu dari rooftop!" ancam Bikasa.

"Kamu kok gitu, sih!" Mauvee memukul lengan Bikasa sambil bergerak centil layaknya anak usia TK

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu kok gitu, sih!" Mauvee memukul lengan Bikasa sambil bergerak centil layaknya anak usia TK.

Semua orang yang tengah mengantre di lift jelas melihat ke arah mereka dengan penuh rasa curiga. Keduanya sama-sama tampan dan sudah siap menikah. Anehnya dibanding menuntun seorang wanita, mereka malah sering terlihat berdua.

Bikasa menunduk malu. Begitu pintu lift terbuka dia lekas masuk. Mauvee mengikuti. "Bye! Biarkan kami berdua, ya? Ada sesuatu yang harus kami perbincangkan!" Mauvee mengadu kedua ujung jari telunjuknya.

Pegawai yang hendak naik malah nyengir kuda. Begitu pintu lift tertutup, Bikasa pukul punggung sahabatnya itu dengan tas. "Gila kamu! Apa enggak cukup bikin rumor kalau kita berdua belok?" omel Bikasa.

"Bukannya bagus, para wanita yang ngejar kamu jadi makin tahu diri," jawab Mauvee.

Napas Bikasa terdengar lumayan keras saat ia embuskan. "Kamu enggak kerja? Kemarin seharian kamu di rumah dan sekarang ada di hotel milik orang lain."

Pintu lift terbuka. Bikasa keluar dan Mauve masih mengikuti dari belakang. "Orang bilang, pria sejati harus membuat uang bekerja untuknya. Bukan bekerja untuk uang."

Bikasa terhenti, begitu pun dengan Mauvee. Kini mereka saling berhadapan di lorong menuju ruangan Bikasa. "Jadi aku bukan pria sejati karena bekerja untuk uang?"

Mauvee nyengir kuda. "Makanya jangan kerja. Main sama aku saja."

Kali ini tak ada jawaban dari mulut Bikasa. Keduanya meneruskan perjalanan. Tiba di belokan, keduanya berpapasan dengan seorang pria yang Bikasa kenal. Salah satu front office manager di bawah tanggung jawab Bikasa.

"Selamat pagi, Pak. Saya barusan ke kantor anda. Seperti anda belum tiba," ungkap pria dengan mata hitam dan lekukannya yang agak menyipit di ujung pinggir. Namanya Candra, salah satu putra petinggi di Heltivian hotel. Ayahnya dua tahun lalu memutuskan pensiun dini dan kini Candra yang meneruskan.

Mauvee menunjuk-nunjuk Bikasa. "Apa kamu tidak malu? Bawahan kamu sudah datang, kamu malah baru keluar dari lift!"

Jelas dia mendapat pelototan tajam dari Bikasa. "Aku akan ke kantor sekarang, ikut aku."

Ketiga pria itu masuk ke dalam ruangan yang pintunya ada diujung lorong. Bikasa duduk di kursi kebesarannya dan Candra menghadap pria itu. Sedang Mauvee dengan santai rebahan di sofa tamu.

"Maafkan ketidaksopanan sahabatku itu," ucap Bikasa merasa tak enak hati.

"Tidak apa, Pa. Bagaimana saya bisa mengganggu kenyamanan putra petinggi keluarga Saransh," jawab Candra.

BIKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang