6. Mal

1.9K 682 415
                                    

LBeri komentar yang banyaaaak, ya?

💐💐💐

"Jangan lupa beli pakaian dalamnya," saran Bi Rodiah.

"Gimana cara belinya?" Bikasa malah bertanya balik. Mereka tengah berunding di ruang tamu untuk membeli pakaian dan keperluan Shanika.

"Beli saja atuh, Tuan. Belinya juga enggak perlu KTP, kok. Jangan lupa sama pembalut." Bi Rodiah mengacung-acungkan telunjuk.

Semakin kening Bikasa berkerut. "Apalagi itu."

"Yeuh, Tuan. Beli nu namanya pakaian dalam, pembalut, itu enggak perlu nunjukin buku nikah sama SIM. Beli saja ke supermarket, atuh. Yang penting Neng Shanikanya dibawa. Kalau Tuan beli sendiri mah baru nanti yang punya toko curiga Tuan sudah operasi ke Thailand," omel Bi Rodiah.

Catatan dari Bi Rodiah sudah Bikasa pegang. Kini tinggal membawa Shanika pergi ke mal untuk membeli pakaian. Sebenarnya Bikasa bisa saja meminat pemilik brand pakaian datang ke rumah. Hanya saja pasti ketahuan orang tuanya. Maklum, anak lelaki pertama sehingga Papa dan Ibunya sangat ketat. Takut anaknya macam-macam. Dan anaknya malah macam-macam.

Sampai di salah satu mal di Kota Bandung, akhirnya Bikasa turun dari parkiran. Shanika masih sama. Gadis itu terus memegang lengan Bikasa karena takut melihat barisan mobil-mobil. Dia melirik ke sisi kanan dan kiri.

Bahkan ketika melewati pintu masuk mal, Shanika semakin erat memegang Bikasa akibat banyak melihat orang berlalu-lalang di depan mereka. "Ini pasar tempat kita belanja."

Shanika melihat luas hingga ke langit-langit mal. Dia tak menanggapi ucapan Bikasa. Kini yang menjadi kendala adalah eskalator. Bikasa menarik napas. Bagaimana bisa dia menaikkan Shanika ke atas benda itu.

Sedang Shanika malah melotot seakan takut melihat tangga itu bergerak sendiri. "Kita naik Putri. Ikuti apa yang aku lakukan, ya?" pinta Bikasa.

Pria itu menaikan sebelah kakinya ke eskalator. Namun, Shanika malah mundur. Jadilah Bikasa harus kembali turun walau kesulitan lewat eskalator naik. "Itu mudah. Putri hanya tinggal ikuti aku saja," saran Bikasa.

"Itu ada jinnya," ucap Shanika.

"Itu bukan karena jin. Dia sama seperti kereta. Ingat mesin? Yang aku bilang buatan bangsa Eropa. Ini karena mesin," jelas Bikasa.

Shanika tetap saja menggelengkan kepala. Akibatnya Bikasa harus melakukan aksi ekstrem. Dia gendong Shanika dan menaiki eskalator itu. Jelas Shanika langsung menyembunyikan wajah di pelukan Bikasa dan kedua lengannya melingkar di leher pria itu.

Mata Shanika tertutup rapat. Bikasa tersenyum. Hingga di ujung tangga, dia turunkan gadis itu. "Semuanya baik-baik saja." Bikasa usap rambut Shanika.

Shanika kembali meraih lengan Bikasa. Dia berdiri di belakang pria itu. Masuk ke dalam salah satu gerai pakaian, Bikasa langsung menuju tempat pakaian wanita.

"Bisa saya bantu, Tuan?" tanya salah satu pegawai. Begitu melihat wanita di belakang Bikasa mengenakan daster, pegawai itu tampak heran.

"Aku ingin membeli pakaian untuk calon istriku. Dia baru datang dari luar negeri dan kopernya hilang. Jadi sekarang tidak ada satu pun pakaian," dusta Bikasa.

"Baik. Mungkin nanti Nona bisa pilih sendiri, ya? Apa ukuran pakaiannya?" tanya pegawai.

Bikasa menatap Shanika. "Jadi ukuran pakaian di negara tempat dia tinggal berbeda aturannya. Bisa tolong carikan saja pakaian sesuai ukuran dia?"

Sambil menunggu pegawai mencarikan pakaian, Bikasa meminta Shanika menunggu di kursi yang ada di sana. Tak ingin meninggalkan gadis itu, Bikasa hanya memilih pakaian yang dekat dengan kursi.

BIKASAWhere stories live. Discover now