-|Forecast|-

3K 348 7
                                    

"Tuan Putri!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tuan Putri!"

Gadis rupawan dengan rambut terikat satu itu menoleh ke belakang, menatap maid yang berlarian ke arahnya. Senyum gadis itu terbit kecil, dia menutup bukunya.

"Ada apa?"

Pelayan perempuan muda itu membungkukan badan terlebih dahulu, sebelum kembali menegakan tubuh dan menatap Tuan Putri di depannya.

"Tetua memanggil anda,"

Kening gadis itu mengernyit tipis. "Tidak biasanya," Dia berdiri dari kursinya. Menapakan kaki sebening mutiara ke rerumputan hijau. Kakinya bergerak melangkah, menuju ke tempat suci.

Sesampainya di sana, gadis bergaun ringan itu duduk di depan tetua yang sibuk memejamkan mata, berdoa pada Tuhan.

"Ada apa?" Bisik gadis itu bertanya pada Yang Mulia Ratu di sebelahnya.

"Ada yang ingin tetua sampaikan padamu." Jawab Sang Mama berbisik. Gadis itu menganggukan kepala mengerti dengan sedikit kernyitan penasaran.

Selama beberapa menit, akhirnya tetua membuka mata. Manik hitamnya langsung menatap gadis di depannya dengan tatapan lekat.

"Tuan Putri.. ada sebuah isyarat dari Tuhan. Air dan karang bersatu, langit dan tanah berjauhan. Apa yang bersatu, dan apa yang berjauhan. Satu ikatan, seribu batang." Ucap tetua dengan logatnya yang kuno dan berat.

Gadis itu berkedip, tidak paham dengan apa yang di bicarakan tetua baru saja.

"Jika ingin selamat, Tuan Putri harus menikah dengan seorang Pangeran Muda dari kerajaan Orlankim."

Ucapan tetua membuat gadis itu mengernyit tipis. "Pangeran.. Kim?"

Tetua menganggukan kepala.

"Nasib kalian bisa kembali memutih saat ikatan kalian jalin."

"Tapi," Gadis itu menyela. "Apa tetua yakin? Jika ada hubungan di antara kami, tentu saja itu akan memutuskan tali hubungan dengan banyak kerajaan." Gadis itu membuang nafas. "Sama saja kita mengibar bendera perang."

Tetua menggelengkan kepalanya. "Bukan bendera perang, tapi bendera perjuangan. Tuan Putri dan Pangeran akan berjuang bersama di atas tanah Medan perang." Tetua kembali membuka mata. "Lebih baik satu kubu, atau berdiri di kubu lawan."

Gadis itu terpaku.

"Nasib mati-hidup kalian, Tuhan sudah mengisyaratkan dalam latinnya. Memberi tau kalian arah hidup yang seharusnya sesuai dengan takdir yang di buatnya." Tetua kembali memejamkan mata, "Kita hanya umat Tuhan yang berjalan dalam takdirnya."

Yang Mulia Ratu agak ragu mendengar ucapan tetua. Tapi apa yang di usulkan tetua adalah sampaian Tuhan. Yang Mulia Ratu percaya jika Putrinya akan baik-baik saja jika berjalan mengikuti arah takdir Tuhan.

Prince(ss)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang