-|descendants|-

582 143 62
                                    

"Aku mau, kau tahan dia sementara.."

"Ada apa? Bukankah Putri sudah menikah?"

"Aku memang sudah menikah dengan Pangeran. Tapi Pangeran langsung pergi dari istana. Aku tidak ingin dia sampai bertemu dengan Yujin, jadi kau jangan pulangkan dia lebih dulu."

"Baiklah.." penyihir itu setuju. Pandangannya terarah ke kayu kursi di penyangga tangannya. "Lagipula.. dia tidak akan tahu tempat ini," penyihir itu terkekeh, wajahnya mengarah ke jendela besar di menara yang menampilkan awan hitam petir. "Manusia tidak akan pernah bisa masuk ke wilayah penyihir."

"Aku tau. Aku hanya ingin mengatakan tentang jangan kau kembalikan Yujin ke istana dulu. Setidaknya sampai aku .. dan Pangeran sudah malam pertama."

Penyihir itu menganggukan kepala. Kemudian sambungan mereka terputus. Pria berjubah hitam itu berdiri dengan tudung menutupi kepalanya. Kakinya melangkah pelan ke arah jendela besar itu dan berhenti di sana membuat angin besar menghujani wajahnya.

Matanya terpejam perlahan, merasakan angin kuat seakan memberikannya tenaga lebih besar.

PRANG!

Penyihir itu kembali membuka matanya. Kepalanya menoleh ke arah pintu ruangan tempat Yujin. Kemudian dia langsung menghampiri ruangan itu dan melihat Yujin sedang bertengkar dengan salah satu Elf yang menjadi budaknya.

"Aku tidak mau disini lebih lama. Kalian fikir aku tidak tau berapa lama pernikahan di gelar?!" Suaranya tegas dengan matanya yang mencolok tajam. "Pernikahan itu sudah selesai, jadi biarkan aku pergi!"

Penyihir itu mendorong Elf menjauh dengan dia yang gantian berdiri di depan Yujin. Wajahnya yang terhalang tudung membuat Yujin mengepalkan tangan. "Cepat lepaskan aku." Yujin memerintah dengan suaranya yang lantang.

Penyihir itu tertawa kecil, suara yang serak dan berat berhasil menjadikan nadanya menakutkan. "Aku tidak akan melepaskanmu, karena Nonaku belum memerintah. Jadi bagaimana jika ku ceritakan sesuatu?" Penyihir itu berjalan ke arah rak kayu medium dan mengambil salah satu buku berwarna cokelat rapuh yang sudah lapuk.

"Aku tidak ada waktu untuk mendengarkan."

"Hei dengar dulu. Mari kita berbagi pendapat setelah kau dengar ceritaku. Oke?"

Yujin membuang pandangannya sedangkan penyihir itu duduk di kursi kayu dan membuka buku mulai dari halaman tengah. "Ah.. seorang wanita, haha.. ku fikir itu seorang anak kecil." Penyihir itu terkekeh sambil membalikkan satu halaman. "Aku sudah lama tidak membaca ini. Tapi saat.. berdiri di dekat takdirmu itu.. aku merasakan suatu ketertarikan dengan buku ini." Tatapan penyihir itu teralih ke Yujin, "Kau yakin tidak ingin mendengarnya?"

Yujin mengalihkan tatapannya ke arah penyihir itu. Pria bertudung itu kembali menatap buku dan menunjuk salah satu paragraf dengan kukunya. "Ada kasta tertinggi di Negeri penyihir. Dia adalah keturunan Sfra. Biasanya keturunan ini tinggal di wilayah Utara, ya.. disini. Kami, generasi milenium kedua, adalah budak keturunan Sfra yang masuk ke dalam milenium pertama."

Penyihir itu menatap Yujin sekilas lalu kembali ke dalam bukunya. "Ya, itu sudah lama sekali. Tapi kau mau tau apa yang menarik?" Penyihir itu menutup bukunya dan menatap Yujin dengan berpangku siku di atas paha. "Aku merasakan takdirmu itu keturunan Sfra milenium ketujuh." Bisik penyihir itu,

― sesaat sebelum,

DUAR!

Penyihir itu segera bangkit dari kursinya dan berlari ke arah jendela. Dia melihat asap mengebul dengan api hitam keunguan yang membakar semua hewan besar di bawah. Tanpa sadar cengkeraman penyihir itu mengeras di bebatuan menara.

"Bawa dia lari." Suruh penyihir itu pada Elf yang langsung mengikuti perintahnya.

Tatapan penyihir itu tetap fokus ke arah bawah. Kemudian tangannya terulur, mengangkat semua asapnya juga menjatuhkan air dari awan yang sudah menggelap. Ketika itu, penyihir itu bisa melihat seorang lelaki di bawah yang berdiri dengan jubah hitam. Dan wajahnya, "Kim Doyoung." Sebutnya dengan ekspresi tak paham.

Baru setelah itu, dia tertawa keras sampai langit seakan mendengungkan suaranya. "SUDAH KU DUGA, HAHAHAHA!!" Tawanya berteriak sambil naik ke atas jendela kemudian turun dari jendela menara paling atas.

Ketika di bawah, penyihir itu berdiri tegak sambil membersihkan debu. Senyumnya terukir miring, sambil mengangkat wajahnya tanpa membuka tudungnya. "Kau benar-benar keturunan Sfra.."

"Ya.." pandangan Doyoung turun ke arah tangannya yang menjuntai ke bawah. Terdapat tanda layaknya ular yang melilit tangan berwarna hitam gelap. "Ku fikir seperti itu. Bukankah kau seharusnya menghormatiku sebagai keturunan Sfra?"

"Haha.. kau bodoh?" Penyihir itu tertawa, terdengar sarkas. "Setelah Ibumu menikahi manusia, penyihir tidak lagi menyembah kasta Sfra. Bagi kami, Sfra adalah kasta penghianat. Dan kau, kau akan menjadi persembahan kami pada kasta tertinggi baru kami." Jelas penyihir itu tersenyum lebar. "jadi bersiaplah."

Detik itu,penyihir itu menghilang bagai angin yang berlalu cepat karena saat ini dia berada tepat di belakang Pangeran dengan tangan mengeluarkan cakar panjang milik keturunan Grats. Namun detik itu juga, Doyoung berbalik badan dan mencengkeram tangannya dan menyalurkan tanda hitam di tangannya hingga mengalir ke lengan penyihir itu menghasilkan segel kuat.

"Sial." Penyihir itu mengeram kemudian menggunakan tangan satunya untuk mencakar bahu Doyoung lalu menghilang dengan cepat, berpindah.

Doyoung menutup darah di bahunya dengan tangannya. Tatapannya tertuju ke arah penyihir itu, tepatnya ke arah segel yang dia buat. "Aku tidak yakin kau hanya berasal dari Grats. Kau pasti penyihir half bukan?" Tebak Doyoung membuat penyihir itu tertawa kecil.

"Kenapa? Kau penasaran?" Penyihir itu menunjukan senyum miringnya. "Jika Nonaku tidak menyuruhku menyembunyikan sisiku yang lain, mungkin aku sudah menyihirmu." Jelas penyihir itu.

Doyoung hanya menatap penyihir itu. Kemudian mengalihkan tatapannya ke arah menara― tepatnya di jendela paling atas. "Dimana istriku? Sesuai permintaanmu, aku sudah menikah dengan Nonamu itu."

"Aku tidak akan memberikannya. Sekarang lebih baik kau kembali ke istana, dan lakukan malam pertama. Baru saat itu, aku akan― AKHH!!" Penyihir itu jatuh berlutut satu kaki sambil mencengkeram kuat tangannya yang tersegel. Wajahnya padam memerah, menahan sakit.

"Beri tahu dimana istriku sekarang." Tegas Doyoung menatap tajam penyihir itu yang mengangkat wajahnya dan menatap Pangeran dengan tatapan menyedihkan.

"Kembali ke istana, atau istrimu benar-benar ku buat mati disini. Karena sampai kapanpun, kau tidak akan pernah menemukannya karena racun itu sudah menyebar."

Sadar, Doyoung melihat kembali ke bahunya yang terluka dan melihat darahnya seakan meledak dalam tubuhnya. Pangeran terjatuh sambil memegangi tangannya kemudian ambruk begitu saja.

Prince(ss)Where stories live. Discover now