-|Memories|-

1K 273 0
                                    

Pangeran itu mengernyitkan dahinya yang basah dengan mata mengerat juga lehernya yang mengeras. Tangannya mencengkeram kuat seprai sembari bergerak gelisah.

Ruangan gelap itu di terang-i beberapa lilin merah. Seorang anak laki-laki tidur di atas ranjang dengan keringat membasahi pelipisnya. Seluruh tubuhnya bergetar pelan, dengan bibirnya yang memucat.

"B-bunda.."

Air matanya jatuh dari kelopak mata. Tubuhnya sesegukan dengan kedua tangannya yang mengeratkan cengkeramannya di seprai.

"Bu-bun-nda.."

Pintu terbuka, seorang wanita dengan dress putih besarnya masuk ke dalam. Langkahnya bergerak menghampiri sang putra, kemudian duduk di sisi ranjang sembari tangannya mengelusi kening putranya.

"Bunda disini, selalu bersama kamu."

Anak laki-laki itu semakin menangis dengan matanya yang terpejam. Wanita itu tersenyum tipis sembari mendekatkan wajahnya dan mencium mata kiri putranya begitu lama dengan mata terpejam mengeluarkan air.

"Ini.. bukan salah kamu."

Pangeran Kim Doyoung membuka mata, dengan nafasnya yang memburu. Sejenak dia menatap kosong atap ranjang sebelum akhirnya mendudukan diri dengan sedikit ringisan.

Kepalanya menoleh, menatap gadis di sebelahnya. Takdirnya yang di ciptakan Tuhan untuknya. Ntah tatapan seperti apa yang di berikan Doyoung pada takdirnya, namun tersirat sesuatu yang memberi tau pernyataan rasa sakit.

Pangeran itu menghembuskan nafas dengan kepala merunduk. Kakinya turun, kemudian berjalan di atas lantai pergi dari kamar meninggalkan takdirnya yang tertidur di kursi dekat sisi ranjang.

***
Di taman, Doyoung duduk di kursi putih sembari menyandarkan punggungnya. Kepalanya mendongak, menatap beribu cahaya di bentangan langit dengan satu bulan penuh yang melengkapi penderitaannya malam ini.

Dia kembali menghembuskan nafas setelah 5 menit duduk di taman sendirian.

"Ternyata Tuhan lebih memilih doa takdirmu daripada doaku." Ujar Pangeran Junkyu berjalan di belakang tubuh Doyoung. Pangeran bungsu Kim itu tidak menoleh, tetap bersandar. "Sangat mengecewakan Tuhan tidak mengabulkan doaku."

Doyoung terkekeh, dia mendongak kembali menatap Kakaknya yang berdiri di depannya. "Sampai kapanpun, aku tidak akan mati sebelum kau dan ibumu."

Pangeran Junkyu hanya terkekeh sinis. "Kau tau? Jika Ibunda mati, aku sendiri yang akan menuduh-mu dengan tuduhan kepemilikan tahta, Kim Doyoung." Desisnya meremehkan.

Ada tatapan penuh kebencian di manik beradu keduanya. Seperti sebuah benteng besar di antara keduanya yang menahan rasa sakit kalbu ketika mendapat tatapan menyakitkan.

Ntah sejak kapan, ntah sejak berapa tahun, kebencian ini di mulai.

Pangeran Kim Doyoung berdiri, sejenak dia menatap kembarannya sebelum akhirnya pergi meninggalkan Pangeran Kim Junkyu.

***
"Dimana Pangeran bungsu Kim?" Yujin bertanya pada para dayang yang berlalu di istana.

Pelayan itu membungkuk sebelum menjawab, "Pangeran sudah pergi, Tuan Putri."

"Pergi? Kemana? P-pangeran kan―"

"Pangeran bungsu Kim memang seperti itu." Yang Mulia Ratu menyela. Beliau berdiri di belakang Yujin membuat gadis Kim itu menolehkan kepalanya ke belakang. "Pangeran.. tidak pernah betah di dalam istana, tolong di maklum-kan ya." Senyuman manisnya terukir tipis.

Takdir Pangeran itu hanya mengangguk kecil dengan senyuman tipisnya. Dia membungkuk di depan Yang Mulia Ratu. "Kalau begitu, saya izin pergi."

Setelah kepergian Yujin, Yang Mulia Ratu langsung menyodorkan kunci. "Paksa Pangeran bungsu Kim memakan sagwa."

Pelayan itu membungkuk hormat sebelum pergi membawa kunci, menuju ke ruang bawah tanah, tempat Pangeran bungsu Kim di tahan karena perintah Yang Mulia Ratu.

Pintu menuju ruang bawah tanah terbuka, beberapa tangga sempit membawa pelayan itu ke lorong gelap dengan penuh obor di setiap dinding. Langkahnya berhenti di depan sebuah kamar berbahan besi.

"Buka, ini perintah Yang Mulia Ratu."

Penjaga itu membuka kunci pintu kamar, membuat pelayan itu masuk ke dalam kamar dan membungkuk hormat di depan Pangeran bungsu Kim yang berdiri dengan dua tangan di ikat di lain sisi, juga lehernya yang di rantai.

Melihat buah merah di atas nampan itu membuat Doyoung menatap tajam pelayan muda itu yang merundukan kepala takut.

"S-saya.. mi-minta am-ampun Pangeran.." cicit perempuan itu menelan ludah, sebelum akhirnya menghampiri Pangeran dan memaksa buah itu masuk ke dalam mulut Doyoung. "Sa-" pelayan itu tidak melanjutkan ucapannya sebab sudah keduluan menangis sesegukan.

Tangan pelayan itu bergetar. Buah jatuh dengan keadaan sudah tergigit di beberapa bagian. Pelayan itu mundur beberapa langkah kemudian membungkuk sebelum akhirnya pergi keluar.

Meninggalkan Doyoung yang terus muntah sampai wajahnya memerah menahan sakit di tenggorokannya. Kedua tangan Pangeran mengepal kuat dengan mata menajam namun terlihat sayu kesakitan.

Sedangkan Yujin pergi ke aula, menemui Sesepuh untuk mengetahui keberadaan Pangeran. Gadis itu hanya ingin tau keadaan Pangeran. Jelas kemarin baru pulang dengan keadaan yang tidak baik, dan sekarang? Sudah pergi lagi.

Ketika di aula, sesepuh membuka mata menatap Tuan Putri yang langsung membeku melihat tatapan sesepuh.

"Tuan Putri.. ada yang harus anda ketahui, perihal keadaan Pangeran saat ini."

Gadis Kim itu buru-buru menghampiri sesepuh, dan duduk di depan tetua itu dengan berpangku kedua kaki tertekuk ke belakang.

"B-bagaimana keadaan Pangeran? D-dia pergi kemana?"

"Pangeran tidak pergi kemana-mana, beliau di kurung di ruang bawah tanah." Jawaban sesepuh tentu membuat Yujin terdiam. "Setiap bulan purnama hadir, saat itu juga Yang Mulia Ratu akan mengurung Pangeran dan membiarkan Putra Mahkota sendirian di dalam ruangan gelap." Lanjutnya semakin membuat Yujin merasa bingung.

"Kenapa di kurung? B-bukankah, Yang Mulia Ratu―"

Sesepuh menggelengkan kepalanya dengan mata terpejam.

"Ada satu kenangan buruk ketika malam bulan purnama. Saat itu, adalah malam yang tidak bisa Pangeran lupakan sehingga setiap malam bulan purnama, Pangeran akan terus merasakan sakit yang sama meski sudah belasan tahun." Sesepuh sedikit menjeda, dengan matanya kembali terbuka, memberikan tatapan aneh pada gadis di depannya.

"Dan, Yang Mulia Ratu akan mengurung Pangeran dalam ruangan yang sama seperti dulu. Memberikan rasa sakit yang sama, sehingga kenangan buruk itu tidak akan pernah hilang dari ingatan Pangeran."

Tangan sesepuh terulur, menepuk puncak kepala gadis di depannya.

"Saat ini, Pangeran sedang dalam masa tersulit. Ada dua kepribadian yang mungkin salah satunya bukan hal baik jika anda datang. Namun percayalah pada Tuhan, hari ini, Pangeran benar-benar membutuhkan takdirnya."

"Pergilah dan hapuskan ingatan buruk itu pelan-pelan dari ingatan takdirmu, Tuan Putri."

Prince(ss)Where stories live. Discover now