-|collapse|-

558 133 4
                                    

"Kenapa kau membawa Pangeran pergi? Kau harusnya membawa Yujin! Bukan Pangeran!"

Penyihir itu hanya mendengarkan sambil membuat ramuan untuk menghilangkan segel di tangannya. "Mau bagaimana lagi, aku terlalu membencinya sebagai keturunan Sfra." Jawab penyihir itu kemudian mengalihkan pandangan ke arah sudut ruangan, di mana Pangeran dia gantung kedua tangannya.

"Begini saja, aku pinjam Pangeranmu satu hari ini saja."

"Jangan macam-macam pada Pangeran."

Penyihir itu tertawa serak, "Aku tau." Setelahnya, penyihir itu pergi dari depan cermin kaca yang menjadi alat penghubung dirinya dengan Nonanya. Penyihir itu pergi ke laci kecil, dan mengeluarkan sebuah alat pengambil darah. Setelahnya dia pergi ke arah Pangeran dan mengambil darah lelaki itu dari lengannya yang terdapat tanda segel.

Selesai mengambilnya, penyihir itu ke kuali ramuan dan meneteskan darah Pangeran ke dalam kuali. Hanya dalam sekejap mata, air dalam kuali berubah menjadi pekat hitam dan kian lama mulai melambangkan simbol ular Mamba Hitam.

Penyihir itu tersenyum sangat kecil dengan ujung bibir terangkat sedikit.

Ughug!

Doyoung mengeluarkan darah yang berceceran di lantai dari mulutnya. Penyihir itu mengalihkan atensi ke arah Doyoung dan menghampiri lelaki itu yang masih merundukkan kepala dengan tangan terkepal.

"Aku akan menahanmu sementara di sini."

Doyoung berdecih, mengeluarkan darahnya. Tatapannya yang tajam, menatap fokus ke arah penyihir itu yang masih menutupi wajahnya. "Apa yang kau mau?"

"Tidak ada yang ku mau darimu. Aku hanya membencimu dan ingin memberimu hukuman sedikit." Jawab penyihir itu tersenyum tipis.

"Kau yakin?" Doyoung bertanya, tersenyum mengejek. "Kau yakin Nonamu tidak akan marah jika aku pulang dalam keadaan sekarat?"

"Tidak akan sampai sekarat." Balas penyihir itu langsung. "Hanya sedikit rasa sakit saja. Aku yakin, bagi penyihir kasta atas sepertimu, pasti tidak akan ada apa-apanya bukan?" Penyihir itu menggoda dengan senyum meledek, kemudian pergi ke luar ruangan.

Pintu ruangan di tutup, Doyoung mendongakkan kepalanya. Tangannya terus bergerak untuk melepaskan tali tak kasat mata yang penyihir itu buat. Sampai Pangeran itu diam, tidak bergerak dengan matanya yang terpejam juga deru nafasnya yang semula berantakan berubah stabil dan tenang.

BRUK!

Pangeran terjatuh begitu sesuatu yang mengikatnya berhasil lepas. Doyoung memegang tembok dan mencoba menopang tubuhnya sendiri untuk berdiri. Ketika sudah berdiri, Doyoung berjalan tertatih ke arah jendela dan tanpa berfikir, langsung terjun dari jendela.

BRAK!

Penyihir yang baru masuk itu langsung berlari ke jendela setelah tidak melihat ketidakberadaan Pangeran. Tatapannya terjun ke bawah, dan tidak melihat figur Pangeran di bawah. Kecuali, siluet bayangan hitam yang penyihir itu yakini bahwa itu Pangeran.

Segera penyihir itu menghilangkan diri dan berteleportasi ke hadapan Pangeran. Senyum di bibirnya tercetak, begitu melihat Pangeran di depannya. "Percuma bukan?"

"Tidak juga."

Detik ketika Pangeran membalas, penyihir itu merasa seluruh tubuhnya terikat. Sebuah energi berbentuk ular hitam seakan menjalar tubuhnya sampai ke atas dan mengunci tubuhnya sampai tidak bisa bergerak.

Doyoung tersenyum lemah, "Aku masih memberikanmu kesempatan untuk bernafas. Jadi gunakan itu untuk tidak menganggu kehidupanku dan Yujin." Desis Doyoung sebelum berjalan tertatih melewati penyihir itu.

Namun seakan di remehkan, penyihir itu tertawa kencang membuat banyak burung gagak berterbangan di udara.

"Kau tidak bisa pergi semudah itu. Kalungmu, berada di genggamanku."

Langkah Pangeran berhenti. Mendengar langkah berhenti, penyihir itu tertawa sampai merundukkan kepalanya. "Tidak mungkin penyihir sepertimu melewati perbatasan bukan? Tidak akan ada yang tau, kau membahayakan atau tidak di depan manusia."

Tangan Doyoung perlahan terkepal membuat penyihir itu merasakan jika tubuhnya seakan di remuk sampai hancur. "Berikan kalungku." Nadanya tajam, menuntut dan mengancam.

Penyihir itu menggerling kemudian dalam sekejap, tubuhnya berhasil memecah segel Doyoung membuat Pangeran itu jatuh berlutut merasakan sakit di tangannya.

"Sihirmu saat ini lemah. Kau tidak punya cukup energi." Ejek penyihir itu, dia berbalik badan. "Menyerah saja, ikut denganku baik-baik. Aku akan mengembalikanmu esok fajar." Tawar penyihir itu berlipat tangan.

Doyoung berdiri dengan tubuh sedikit oleng. Penyihir itu tersenyum menganggap jika tawarannya di terima. Namun dia langsung tercekat begitu lehernya seakan di cekik kuat sampai seluruh tubuhnya runtuh di atas tanah.

Doyoung mencengkeram kuat tangannya yang terukir lambang ular Mamba. Lelaki itu menoleh ke belakang sekilas kemudian pergi.

Hingga ketika di perbatasan, tatapannya langsung tertuju ke arah segerombolan prajurit berkuda dengan seorang Pangeran di depan mereka. Kim Junkyu, dan 23 prajuritnya.

Pandangannya berubah samar. Bibirnya memutih pucat, dengan tubuhnya yang kian oleng sampai akhirnya Doyoung jatuh dan segel di penyihir itu lepas. Meski masih sadar, Doyoung sama sekali tidak bisa menggunakan sihirnya.

Bola matanya melihat Kim Junkyu yang mulai melangkah melewati perbatasan. Doyoung mengepal tangan di atas tanah berusaha untuk membangkitkan sedikit energinya agar bau manusia Junkyu tidak tercium.

Namun baru saja dia berhasil, Junkyu lebih dulu mengubah posisi tengkurepnya menjadi telentang. Nafas Doyoung memburu berantakan, dengan tatapan melihat Junkyu dengan samar mengalungkan sebuah kalung di lehernya.

Bukan, ini bukan kalungnya.

"AGH Kim Junkyu!!" Teriak Doyoung mencengkeram kuat tangan Junkyu, menahan rasa sakit ketika tangannya seakan terbakar juga dadanya yang sesak.

Perlahan, semua segel di tubuhnya seakan mati. Semua energinya di tarik sampai terkurung hingga tidak dapat menghasilkan satu sihir pun. Begitu juga dengan tubuhnya yang akan selalu lemah, seperti seorang yang berpenyakitan.

"Jun-kyu.." desis Doyoung menyebut. Tatapannya tajam tapi lemah. Junkyu kembali berdiri tegak, dan kembali ke Negeri manusia dan berhenti di sebelah ketua prajurit.

"Bawa Kim Doyoung kembali ke istana, tapi tempatkan dia di kamar bawah tanah."

***

"Pangeran Kim Junkyu kembali bersama Putra Mahkota!!"

Mendengar suara prajurit kerajaan, Yujin dan Cadenza sama-sama menoleh ke jendela. Buru-buru gadis yang menjadi takdir Pangerannya itu berlari keluar dari kamar dengan air mata menetes terus jatuh.

Ketika sampai di luar gerbang, Yujin berhenti tepat di hadapan Doyoung yang di papah dua prajurit. Tampak sangat menyakitkan melihat takdirnya hidup tidak berdaya. Tubuh Yujin lemas, kakinya oleng menandakan jika runtuh pendiriannya saat ini.

Perlahan Kaki Yujin bergerak mendekati suaminya, kemudian langsung berlari memeluk tubuh lemah Doyoung. Kedua pasangan Tuhan itu jatuh terduduk di atas tanah.

Yujin menangis di bahu suaminya. Memeluk erat tubuh yang tidak merespon pelukannya. "Bangun.." pinta Yujin berbisik, kedua tangannya mencengkeram kuat jubah suaminya. "Aku minta maaf.."

Cadenza yang melihat Yujin memeluk Doyoung, mengepalkan tangannya, kemudian berbalik badan dan pergi kembali masuk.

Junkyu menghela napasnya, "Tarik Kim Doyoung pergi sekarang." Perintahnya mutlak kemudian pergi masuk ke dalam istana.

Ketua prajurit itu menarik Pangeran bungsu itu, melepaskan pelukan Yujin. Dia langsung membawa Doyoung pergi.

"Kau mau bawa dia kemana?!"

"Tenang saja." Junkyu berucap, berhenti di atas tangga utama istana. "Kim Doyoung akan di rawat, untuk saat ini, dia tidak bisa di besuk siapapun. Jadi aku percaya, kau tau apa yang harus kau lakukan, Putri Yujin."

Prince(ss)Where stories live. Discover now