-|Dove|-

962 213 1
                                    

"Pegang seperti ini."

"Seperti ini?"

Doyoung menganggukan kepala, membuat Yujin tersenyum. Gadis itu meminta waktu takdirnya untuk mengajarkannya dasar-dasar memegang pedang.

Pangeran berdiri di sebelah takdirnya, kemudian memegang lengan Yujin dari belakang, dan mengangkat tangan gadisnya membusung ke depan dengan pedang di tangan. "Saat ingin mengancam, kau berikan arah seperti ini. Kemudian," Pangeran menekuk siku Yujin sampai pedang mengarah ke atas, sebelah kiri. "Lakukan gerakan ini untuk menebas―"

Pangeran menelan kembali kata-katanya, "Maksudku, menggores perut mereka sampai terluka."

"Apa tidak apa-apa?" Yujin bertanya, kepalanya menoleh sedikit ke samping, menatap wajah takdirnya.

Doyoung tersenyum, "Tidak apa jika menyangkut nyawamu sendiri." Jawab Pangeran dengan suara rendah membuat Yujin menganggukan kepala.

Pangeran kembali menegakan punggungnya, dan sedikit menjauh dari takdirnya. Yujin langsung berlatih sendiri, membuat Pangeran terkekeh pelan.

"Pangeran."

"Ada apa?" Pangeran menyahuti panggilan takdirnya yang kini berhenti berlatih, dan membalikan tubuh, menghadap ke Pangeran.

"Mau bertarung denganku?"

Doyoung diam, terlalu terkejut. Kemudian kepalanya merunduk dengan kekehan kecil. Kakinya bergerak mendekati takdirnya, kemudian langsung mengeluarkan pedang dengan cepat, langsung membuang pedang di tangan Yujin sampai terpental.

Gadis Kim itu terkejut, pandangannya kosong.

"Kita bertarung nanti saat kau siap, bagaimana?" Tawar Doyoung membuat Yujin berkedip sadar lalu mengangguk pelan. Doyoung tersenyum, kembali memasukan pedang ke sabuknya. "Aku pergi dulu, jika kau masih mau latihan, berlatihlah dengan prajurit."

"Iya."

Pangeran pergi dari area latihan, meninggalkan Yujin yang masih terkejut di lapangan. Takdirnya itu bukan hanya suasana hatinya saja yang tidak tertebak, tapi gerakannya juga.

Yujin masih terbayang bagaimana ketika Pangeran tadi tersenyum saat ia menawarkan bertarung bersama, kemudian senyumannya berubah dengan wajah yang datar dan pandangan tajam saat menyingkirkan pedang di tangannya menggunakan pedang.

3 detik yang mengerikan.

***

Kelompok kuda itu masuk ke wilayah pasar pemukiman rakyat, menuju ke istana Negeri Poark― salah satu kerajaan yang berada di pihak musuh.

Pangeran hanya ingin memberikan langsung surat ancaman karena sebelumnya, surat yang dia kirimkan lewat burung Merpati, di abaikan bahkan di bunuh burungnya, sebagai tanda pemberontakan.

Kuda berhenti di depan gerbang istana. Salah satu prajurit yang menjaga gerbang― menggunakan pakaian formal berwarna merah dan hitam, pergi untuk memberi tahukan Raja. Sekembalinya, dia membuka gerbang, membuat Putra Mahkota Orlankim itu kembali menggerakkan kudanya masuk ke dalam, beserta prajuritnya.

Tepat di depan Raja, Doyoung turun dari atas kuda. Tatapannya yang mencolok fokus ke arah Raja, membuat sang Raja tersenyum.

"Kehadiran anda, sangat tidak di sambut dengan hati terbuka, Pangeran." Ujar Raja memberikan seringai-an kecil.

Doyoung tidak terpancing, ekspresinya tetap datar. "Saya, tidak perlu sambutan-mu karena saya kemari hanya untuk memberikan surat pemberhentian saluran air dari digo." Balas Pangeran mengeluarkan surat kepemerintahan, dan menyerahkannya.

Prince(ss)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang