-|Consideration|-

756 118 11
                                    

Suasana istana tidak terkendali karena kerajaan besan mengibarkan perang. Tentu ini menjadi bualan untuk keluarga kerajaan Negeri lain. Hal seperti ini tidak pernah terjadi dalam sejarah. Berperang dengan keluarga kerajaan pihak istri adalah sesuatu yang dulunya mustahil terjadi. Namun sekarang, perang antar keluarga kerajaan terjadi.

"Menakutkan. Aku semakin yakin kerajaan itu sudah dikutuk."

"Tentu saja. Dewa pasti marah pada kelurga mereka karena Putra Mahkota melakukan dosa yang sama dengan mendiang Raja. Ini hal wajar, kerajaan mereka dikutuk Dewa."

"Aku dengar, anak di kandungan Putri Lee bukan anak Putra Mahkota. Dia difitnah."

"Siapa perduli? Nama kerajaan mereka sudah terlalu jelek bahkan dipandang rendah."

Cemoohan itu didengar oleh prajurit kerajaan yang menyamar di pasar rakyat di daerah kerajaan lain meskipun satu Negeri dengan Orlankim. Mereka hanya diam tanpa menyerang rakyat itu karena mereka hanya ditugaskan untuk mencari keberadaan Cadenza dan Zharsam yang melarikan diri.

"Apa kalian tidak punya rasa takut saat menggosip keluarga kerajaan Negeri ini?" Tanya seorang gadis dengan jubah menutupi tubuhnya dan tudung menutupi wajahnya. "Prajurit mereka bisa saja berkeliaran dengan menyamar. Meskipun kerajaan mereka dikutuk Dewa, tetap saja kerajaan mereka yang memimpin Negeri ini. Dan kerajaan di daerah kalian bisa terkena masalah karena gosip kalian." Terang gadis itu.

Prajurit yang mendengar itu langsung pergi dari lokasi.

Di lain tempat, di kerajaan Leeteuk yang merupakan kerajaan pemipin di Negerinya, mereka didatangi para prajurit kerajaan Orlankim yang membawa surat izin penjagaan sementara. Setidaknya selama 3 bulan, kerajaan itu akan dijaga ketat oleh kerajaan Orlankim yang diperintahkan untuk membawa Cadenza Lee dan Zharsam kembali ke istana.

Yang Mulia Ratu Lee tentu merasa cemas. Di dalam kamarnya, wanita itu terus mencoba menghubungi putrinya lewat cermin komunikasi. Tapi nihil. Lee Cadenza seperti hilang begitu saja setelah diburu kerajaan untuk dijatuhi hukuman.

"Apa yang harus aku lakukan?" Gumam Ratu Lee berfikir keras. "Aku tidak bisa berdiam saja disaat putriku menjadi buronan kerajaan." Lanjutnya dengan nada khawatir.

Kemudian, Ratu Lee pergi ke arah lemarinya dan mengambil sebuah kertas surat berwarna putih pucat. Segera wanita itu menuliskan deretan tulisan di kertas itu dengan pulpen tinta. Usai menuliskannya, Ratu menggulung kertas itu dan mengikatnya dengan tali rapia berwarnakan kuning.

Kertas itu hanya dia biarkan di tangannya denga mata terus tertuju ke arah tali rapia itu. Kemudian beberapa saat, warna tali rapia itu berubah putih membuat nafas Yang Mulia Ratu terbuang lega. Tangannya membuka tali rapia itu, kemudian membaca tulisan lain di kertas itu.

Lee Cadenza dalam kondisi baik. Namun keberadaannya masih dirahasiakan olehnya. Dia berpesan; Tunggu aku Ibunda. Aku akan kembali dengan kejutan besar.

****

Dalam perjalannya menuju ke Negeri kerajaan Ahnalon, Doyoung terus diliputi rasa cemas. Setelah fitnah yang menimpa dirinya usai, kini fitnah istrinya yang menimbulkan masalah sangat besar. Detak jantungnya terus berpacu sangat cepat, seolah ingin cepat-cepat sampai di kerajaan Ahnalon untuk segera meluruskan kesalahpahaman.

Dia berkuda sendiri tanpa pengawal untuk menyelesaikan kesalahpahaman antara dia dan mertuanya. Doyoung tidak butuh lagi siapapun. Dia akan menyelesaikan semua masalahnya tanpa percaya bantuan orang lain lagi.

Butuh perjalanan yang jauh untuk sampai di Negeri lain. Bahkan sampai tengah malam pun, dia belum sampai di perbatasan. Kuda yang Doyoung tunggangi berhenti, menandakan dia sudah kelelahan. Laki-laki Kim itu menghela nafasnya dan segera turun dari kuda. "Istirahatlah." Ucapnya sembari mengelus surai kuda.

Doyoung duduk sembari bersandar di pohon tinggi. Kepalanya mengadah ke langit yang luas tidak berujung. Sama seperti masalahnya. "Tidak. Masalah pernikahanku dengan Yujin pasti berujung." Gumamnya meyakinkan diri sendiri.

Kemudian perlahan, matanya terpejam. Baru saja dia tertidur karena rasa sakit di punggungnya yang baru saja dicambuk oleh Tuhan, suara gadis menyapa indra pendengarannya. Doyoung membuka matanya, lalu terkesiap saat melihat pedang di tangan kiri gadis itu. "Tenanglah, aku bukan musuh." Kata gadis itu sebelum Pangeran mengeluarkan pedangnya. "Kalau aku musuh, aku tidak mungkin menyapamu."

"Mau apa kau?"

Gadis itu tidak langsung menjawab. Dia menimang terlebih dahulu sebelum akhirnya mengangguk sendiri. "Kau pasti Putra Mahkota bukan? Kau dalam perjalanan menuju Negeri Ahnalon?" Tebak gadis itu membuat Doyoung kembali menggenggam pedangnya. Gadis itu terhenyak, "Aku bukan mata-mata. Aku hanya tau kabar tentangmu di desa."

"Desa?"

"Ya, desa KimBo."

Doyoung diam sebentar, sebelum mengangguk. Gadis itu kemudian menyerahkan sebuah surat ke arah Doyoung membuat laki-laki itu mengernyitkan dahinya. "Aku Putri kerajaan KimBo, Kim Sung-Re. Jika kau tidak bisa menghentikan peperangan dengan Negeri Ahn, maka aku bersedia membantu sesuai dengan yang tertulis di kertas ini."

Putra Mahkota itu terdiam sejenak. "Perang tidak akan pernah terjadi."

"Maaf, aku harus memberi taumu ini." Sungre menarik nafasnya dalam, lalu menatap putra bungsu Orlankim dengan penuh. "Pli Aga sudah melatinkan firman Tuhan tentang adanya perang besar antar dua Negeri yang bisa menumbangkan salah satu pimpinan peperangan."

Nafas Doyoung tercekat. Ketika itu, seorang prajurit berkuda datang dan langsung turun dari kudanya. Prajurit itu bersimpuh di depan Doyoung. "Mohon ampun Pangeran, hamba membawa kabar buruk jika Putri Kim Yujin sudah dibawa menuju kerajaan Ahnalon sejak kepergian Pangeran."

Ketika itu, Doyoung langsung berlari ke arah kuda yang dibawa prajurit dan segera menaikinya. Kuda itu dia bawa untuk segera melanjutkan perjalanan menuju Negeri Ahn. Keringat membasahi pelipisnya di tengah hembusan dingin angin malam. Laju jantungnya berdetak sangat cepat, hingga membuat dadanya sakit.

Beginikah akhir kisah pernikahan mereka yang ditakdirkan Tuhan?

****

Dalam perjalanannya menuju Negeri kelahirannya, Yujin terus termenung diam. Gadis itu meremat gaun ringannya dengan perasaan tidak tenang. Perang antara keluarga kerajaan. Bahkan Yujin tidak pernah berfikir jika masalahnya akan sampai pada titik mengerikan seperti sekarang.

"Tuhan.. apa yang harus aku lakukan?" lirih Yujin dalam batinnya.

Sejenak Yujin memperhatikan langit malam lewat kereta kudanya. Gadis itu termenung kembali. Sebagai putri berdarah kerajaan Ahnalon, Yujin harus membawa kerajaannya pada kemenangan meskipun dia adalah istri dari kerajaan Orlankim. Hal seperti ini tidak pernah ada dalam catatan firman Tuhan. Maka, Yujin bimbang harus berpihak dimana.

Yujin menghela nafasnya berat, dan merundukkan kepalanya dengan deru nafas tidak teratur. Gadis itu menangis di tengah pekatnya malam yang gelap. Kini, Yujin tidak bisa lagi berfikir tentang jalan keluar. Fitnah yang ia dapatkan telah membuat malapetaka besar untuk pernikahannya dengan Pangeran bungsu Kim.

"Sepertinya.. aku harus menemui Pli Aga besok." Gumam Yujin bertekad. Gadis itu mengusap air matanya dan mencoba mengatur pernafasannya. "Apapun yang Pli Aga ucapkan, aku akan mendengarkan saksama. Dan apapun yang Pli Aga sarankan, aku.." Yujin menggantung ucapannya dengan nafas sesak. "Aku akan mengikuti ucapannya."

Tentang dimana dia akan berpihak. Ahnalon keluarganya, atau Orlankim takdirnya.

Prince(ss)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang