-|bond of promise and trust|-

705 162 11
                                    

"Aku akan mempercayai kejadian dari sudut pandanganmu."

"Terima kasih, Ayahanda."

"Tapi," Raja menjeda, "Apakah kau tau jika Raja maupun Ratu Lee membantu putri mereka berlaku dosa seperti ini?" Raja bertanya, membuat Pangeran diam, sebelum menggelengkan kepalanya pelan. Raja membuang nafasnya, "Aku akan menyerahkan mata-mata untuk memantau kerajaan Leeteuk."

"Baik Ayahanda."

Raja menatap Doyoung dengan tatapannya yang dalam. "Pangeran, aku harap kau tidak berkata bohong soal ini. Aku percaya, bukan berarti aku tidak akan mencari tau sendiri." Raja menghela nafas, "Kau jaga Putriku Yujin. Selain dia putriku, dia satu-satunya keturunan kerajaan ini setelah kematian Kakaknya."

Doyoung mengangguk, dengan senyum tipisnya. "Saya janji, menjaga Yujin dengan jiwa dan raga."

"Hahaha.. saya percaya. Baiklah, anda bisa pergi sekarang."

Doyoung membungkukkan punggung, kemudian pergi dari ruangan Raja. Tepat ketika di luar, matanya langsung menatap Yujin yang berdiri di depan pintu dengan senyum manis.

"Apa yang kau bicarakan pada Ayahanda?" Yujin bertanya, membuat Doyoung terkekeh.

"Kau tidak boleh tau, ini rahasia." Bisik Doyoung membuat senyum Yujin hilang. Melihatnya membuat Doyoung tersenyum, dan mengaitkan tangannya dengan takdirnya. "Aku  belum tau seluk-beluk istana ini, kau mau mengantarku berkeliling?"

"Tentu!"

***

Yujin menggenggam tangan takdirnya, di taman belakang istana. Banyak burung Merpati berterbangan, dan burung Golden Pheasant di dalam sangkar, sedang berdiri di atas batang kayu dengan ekor yang menjuntai lebar.

Gadis itu mengajak Doyoung ke dekat kolam panjang. Keduanya menaiki jembatan bertembok putih itu, dan memandang aliran air yang tenang.

"Indah." Puji Pangeran, membuat Gadis itu tertawa kecil.

"Tentu, aku―"

"Seperti pemiliknya. Hanya saja, pemiliknya lebih indah." Lanjut Doyoung, dengan jari yang menyapu pinggir rambut Yujin dan menyampirkannya ke belakang daun telinga. Senyum tipisnya, mampu membuat degup jantung Yujin berdetak kencang.

Kepala Yujin merunduk, dia tersenyum tertahan. Pipinya bersemu merah, dengan detak jantung yang semakin kencang, begitu Pangeran mengangkat dagunya, dan menolehkan kepalanya ke samping― menatap takdirnya.

"Ada apa? Kau sakit sampai memerah seperti itu?" Tanya Doyoung dengan kening mengernyit. Telapak tangannya membelai pipi Yujin, membuat nafas gadis itu berhenti sejenak.

"Pangeran!" Pekik Yujin. Dia menepis tangan Pangeran dari pipinya, "Aku capek. Detak jantungku terus berdetak kencang, seperti berlarian jauh." Sungut gadis itu menggerutu. Tangannya mengusap-usap pipinya yang memerah.

Mendengar gerutuan istrinya, membuat Doyoung terkekeh pelan. Dia membawa dua bahu Yujin agar berdepanan dengannya. "Kau tau, aku mencintaimu."

"Iya.."

Pangeran tersenyum tipis, dia memajukan diri kemudian bibirnya mencium kening istrinya lembut, penuh perasaan. Kedua tangannya kini memeluk punggung Yujin, sampai gadis itu benar-benar masuk ke dalam pelukannya.

Perlahan, tangan Yujin turut memeluk perut suaminya, membenamkan wajahnya di dalam pelukan. "Aku juga, sangat-sangat mencintai Pangeran, lebih dari apapun."

Doyoung terkekeh, "Cintai diri sendiri, keluarga, baru aku, ya?"

Yujin mendongak. Bola mata hazelnya, bertabrakan dengan milik takdirnya. Kepalanya dia angguki pelan, dengan senyuman manis yang lebar. "Ada tiga yang aku cintai di dunia ini, apa Pangeran akan cemburu?"

Pertanyaan istrinya, membuat Doyoung tertawa lucu. Ibu jarinya mengusap-usap pipi istrinya. "Aku tidak akan cemburu, selama itu satu hubungan denganmu."

Yujin terkekeh, dia melepaskan pelukannya dan kembali menatap depan. Gadis bergaun putih ringan dengan bahu terbuka itu, menerbitkan senyumannya. Tatapan matanya seakan memberi tau angin dan air, jika dia ingin terus berada di moment ini.

"Kim Yujin."

"Ya?" Gadis itu menoleh, menatap takdirnya.

Doyoung maju selangkah, membuat Yujin mendongak sedikit. Perlahan kedua tangan Doyoung terulur, dan langsung mengalungkan sebuah perhiasan ringan di leher istrinya.

Yujin berkedip, matanya fokus menatap Doyoung. Terlalu terkejut, tapi kemudian dia mengukir senyum kecil, begitu Pangeran usai memakaikan kalung ringan di lehernya.

"Kalung itu.. peninggalan Ibunda." Ucap Doyoung, membuat Yujin menatap kekasihnya dengan tatapan sayu. Doyoung tersenyum tipis, dia mengambil kedua tangan istrinya, "Aku janji akan menjagamu, dan kau harus janji untuk menjaga ini, di banding apapun kecuali dua orang pertama yang kau cintai."

"Maksud Pangeran?"

Doyoung menggeleng pelan. Tangannya mengusap rambut istrinya lembut, "Janji?" Jari kelingkingnya terulur, di depan dadanya.

Yujin diam sejenak, ragu. Tapi jari kelingkingnya itu terulur dan menggenggam jari takdirnya. "Aku.. janji."

"Terima kasih,"

Doyoung membawa kepala istrinya mendekat, dan langsung mencium bibir Yujin penuh perasaan dengan mata dia pejam. Gadis itu ikut memejamkan matanya, dan mengalungkan tangannya di leher suaminya. Sapuan angin, cicitan burung kicau, juga aliran air tenang seperti backsound indah yang mendukung.

Untaian Saliva menggantung di bibir mereka yang terlepas. Yujin merunduk, membuang nafasnya juga degup jantungnya yang masih belum terbiasa juga menetralkan pipinya yang kembali memerah. Kedua tangannya masih menggantung di leher takdirnya.

Tiba-tiba, Doyoung menggendong Yujin bridal membuat gadis itu kaget. Tatapannya tertuju ke arah takdirnya dengan saliva dia telan melihat wajah Doyoung dari bawah.

Kaki Doyoung bergerak. Yujin hanya diam dalam gendongannya. Kemudian Pangeran mendudukkan Yujin di kursi taman berwarna putih, dengan dia yang berjongkok di depan takdirnya.

"Aku ingin memberi tahu-mu satu hal, kau bersedia mendengarnya?" Tanya Pangeran membuat Yujin langsung mengangguk. "Dulu aku pernah berjanji pada Ibunda agar saat menikah, aku tidak seperti Ayahanda." Bibirnya mengukir senyum pahit, "Aku tidak ingin perasaanmu terluka seperti Ibundaku, aku ingin menjagamu, dan perasaanmu.." kemudian tangannya menggenggam tangan Yujin erat, dengan tatapan sayu mengarah ke bola mata hazel istrinya.

"Aku minta maaf untuk perasaan-mu yang telah hancur saat itu. Aku sungguh tidak ingin menjadikanmu salah satunya di dalam hubungan." Genggaman Pangeran mengerat, manik hitamnya seolah ingin Yujin menatapnya, "Percaya padaku, aku hanya ingin menjadikanmu satu-satunya."

Yujin awalnya diam, membuat Doyoung menatapnya cemas. Tapi kemudian senyum Yujin yang mengembang, membuat dirinya merasa tertegun.

"Aku percaya. Mungkin hari itu, percayaku hancur, tapi sebagai takdirmu, aku harus percaya pada suamiku daripada orang lain." Tangan gadis itu mengusap tangan Doyoung yang menggenggamnya, "Pangeran tidak perlu khawatir, aku janji akan selalu percaya padamu."

Doyoung tersenyum, dia mencium punggung tangan takdirnya lembut. "Terima kasih karena mau percaya."

"Iya.."

drap! drap! drap!

Kepala prajurit bawahan Pangeran Kim itu bersiumpuh dengan nafas tersengal. Air keringat mengucur di rahangnya yang memar menghitam. "Ampuni hamba mengganggu kalian, tapi Pangeran sulung Kim ada di depan, membawa prajurit untuk menyeret anda kembali ke istana Pangeran."

Prince(ss)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora