-|Letter|-

1.1K 293 35
                                    

Seperginya ia dari aula suci, Yujin pergi memasuki wilayah istana kembali. Namun baru dia masuk ke dalam ruangan utama istana, Yujin menelan salivanya dalam-dalam sebelum berbalik badan, hendak pergi.

"Ahn Yujin, ah maksudku, Kim Yujin." Panggil Doyoung membuat takdirnya itu gemetar. Melihat Yujin tidak berbalik badan ketika di panggil, Doyoung mengangkat alisnya. "Kim Yujin, aku memanggilmu."

"M-maaf, saya harus pergi sebentar.." cicit Yujin melangkahkan kaki pergi. Namun Pangeran sudah mengalungkan tangannya di perut Yujin membuat gadis itu membeku.

"Takdirmu ini ingin pergi untuk menjalankan misi. Dia bisa saja mati," bisik Doyoung tepat mendekatkan bibirnya di telinga kiri Yujin.

Gadis Kim itu tersenyum kaku. "Kalau begitu, cepatlah selamat."

"Apa?" Doyoung mengerut keningnya merasa aneh dengan pernyataan Yujin.

"Ah, itu maksudku. Cepatlah kembali dengan selamat," Yujin menyengir di akhir kalimatnya, terlihat kaku. Doyoung diam sebentar sebelum mengangguk dan melepaskan pelukannya. "Kalau gitu, aku.. pergi dulu." Pamit Yujin lalu pergi buru-buru keluar istana.

Yujin masih kaku, canggung, dan takut. Mendengar kisah sesepuh membuat dia kurang percaya diri untuk menjadi takdir yang tepat bagi Pangeran.

Sedangkan Pangeran hanya menatap takdirnya dengan tatapan datar.

"Kita pergi tengah malam saja."

Ketua prajurit mengernyitkan dahinya. Hendak berbicara namun dia lebih memilih langsung patuh.

"Kita akan mengirimkan pasukan satu dan dua lebih dulu untuk menjaga wilayah sementara." Ucap ketua prajurit lalu pergi.

***
Di pekarangan bunga, Junkyu yang berdiri diam dengan dua prajurit di belakangnya, menemukan takdir adiknya yang berjalan mengitari karangan bunga.

Pangeran sulung Kim itu bergerak, mendekati Yujin. Ketika di dekat takdir adiknya itu, Junkyu memberikan sebuah kertas membuat Yujin sedikit tersentak.

"S-selamat siang, Pangeran sulung Kim." Sapa Yujin tersenyum canggung.

Junkyu hanya tersenyum kecil membalas.

"Hmm.. ini surat apa?" Tanya Yujin melihat kertas putih yang di lipat di tangannya.

"Simpan. Buka saja saat takdirmu itu pergi."

Yujin mengerutkan kening semakin bingung. Tapi dia hanya mengangguk patuh dan menyimpan kertas itu.

Junkyu memasukan kedua tangannya, lalu pergi kembali ke tempatnya. Yujin menatap Pangeran itu namun langsung menggelengkan kepalanya. Tidak baik melihat Pangeran lain selain takdirnya sendiri.

Apalagi dengan tatapan kagum seperti tadi.

"Tuan putri,"

Gadis itu menoleh ke arah dayang yang berlarian ke arahnya.

"Ada apa?"

"Putra Mahkota memanggil anda."

***

Yujin berhenti berlari ketika sampai di ruangan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yujin berhenti berlari ketika sampai di ruangan. Matanya menatap ke arah Pangeran yang duduk di sofa, dengan posisi merebahkan punggung di sandaran sofa. Matanya terpejam, dengan kepala sedikit mendongak.

Gadis Kim itu hanya berdiri di tempatnya. Tak ada niatan bersuara untuk membangunkan Pangeran.

"Apa aku datang terlalu lambat sampai Pangeran tertidur?" Batin Yujin tiba-tiba merasa tidak enak.

Pelan-pelan gadis itu melangkah mendekati Pangeran. Meskipun ada sedikit rasa takut menghadapi sifat labil Pangeran, tapi Yujin berusaha tetap tenang dan bisa bersikap dewasa agar bisa menerima sifat takdirnya.

"Sudah datang."

Yujin tersentak, dia mundur saking kagetnya.

Sedangkan Pangeran membuka matanya, menegakan punggungnya. Maniknya menatap Yujin.

"Duduk."

Yujin mengangguk, dia duduk di sofa. "Ada apa memanggilku?"

"Ada yang ingin ku bicarakan." Ucap Doyoung kemudian tersenyum. "Apa kau sudah bertemu sesepuh? Jika belum biar ku antarkan."

Yujin menggeleng kaku dengan senyumannya. "Saya sudah bertemu sesepuh pagi ini." Balasnya membuat Doyoung menganggukan kepalanya.

"Kaku sekali, apa sesepuh memberi tau-mu tentang aku?" Tanya Doyoung berhasil membuat Yujin gelagapan. Hal itu jelas di mata Doyoung, sehingga Pangeran itu hanya tersenyum kecil. "Wajar. Semua juga seperti itu."

"Apa maksudmu?" Yujin angkat bicara akhirnya. Nadanya seperti tidak suka. "Kau Putra Mahkota, banyak yang mencintaimu karena berhasil menjaga kerajaan ini."

"Benarkah?" Balas Doyoung dengan kekehannya. "Apa yang kau fikirkan tentang ku saat pertama kali kau dengar jika aku memotong jari Yang Mulia Raja?"

Yujin tidak bisa membalas, bibirnya tertutup rapat.

Melihat reaksi itu Doyoung mengangguk mengerti. "Seperti itulah pandangan rakyat terhadapku. Di depan terlihat mendukung, tapi mereka pasti memiliki keraguan jika aku menjadi Raja nantinya."

Gadis Kim itu menggeleng ribut, tidak setuju. "Aku, beda dari mereka." Ucapnya tegas, justru membuat Doyoung terkekeh sinis.

"Apa yang membedakanmu?"

"Aku takdirmu." Jawab Yujin berhasil membuat Doyoung terdiam. "Aku yang akan selalu mengerti sifatmu. Aku yang akan mencoba memahami dirimu dan menyesuaikan diri dengan kepribadianmu yang labil."

Awalnya Doyoung terdiam, namun mendengar kata terakhir Yujin membuatnya tertawa kecil.

"Labil?"

Yujin mengangguk enteng. "Tapi tidak apa jika kepribadiannya labil, mau bagaimana pun aku takdirmu yang di kirim Tuhan agar bisa menjadi satu-satunya orang yang mengerti kau Pangeran." Bibirnya mengukir senyuman kecil. "Awalnya aku memang takut dan menganggapmu kejam, tapi sekarang, setelah berbicara denganmu, yang aku rasakan hanya rasa nyaman. Mungkin, karena kita bisa mengimbangi perbicangan kita?" Gadis itu tertawa kecil.

Doyoung tak berkutik. Namun dia berdiri, menghampiri Yujin lalu membawa takdirnya ke dalam pelukan.

"Kemarin dan malam ini, aku minta maaf masih belum bisa tidur bersamamu, princess."

***
Tengah malam, Pangeran sudah pergi bersama pasukan tiga yang berjumlahkan delapan puluh lima orang. Kepergiannya di lepaskan oleh Yujin yang masih berdiri di pagar besar yang menjadi penghalang dunia luar dengan kerajaan.

Yang Mulia Ratu menepuk bahunya membuat Yujin menatapnya.

"Masuklah ke kamarmu. Paling tidak, untuk malam ini lagi cobalah mengerti kesibukan Pangeran."

Yujin mengangguk. "Saya bisa membiasakannya, Yang Mulia Ratu."

Wanita itu tersenyum kecil. Dia pergi, masuk lebih dulu ke dalam istana dengan Pangeran Junkyu yang sempat mengkodekan agar Yujin tidak lupa dengan ucapannya.

Buru-buru gadis Kim itu mengeluarkan selembaran surat. Dia membaca deretan tulisan di dalam kertas kemudian terdiam dengan maniknya yang menatap jauh ke luar pagar.

Ntah besok atau malam ini, do'a kan saja takdirmu baik-baik saja. Jika bendera hitam bukan yang di bawa pulang, setidaknya tubuhnya yang sudah berlumur-kan darah. Aku tidak berdo'a, tapi Hanya memberi tau-mu agar tidak kaget lagi nanti.

Malam ini, jangan tertidur. Berdo'a lah bersama para sesepuh agar Tuhan untuk malam ini, bisa mengembalikan takdirmu tanpa luka.

Aku Pangeran sulung Kim, kakak dari takdirmu.

Prince(ss)Where stories live. Discover now