-|Troubles in the countryside|-

635 126 26
                                    

Tak.

"Pangeran mau kemana?" Yujin bertanya khawatir setelah berhasil memegang pergelangan tangan takdirnya yang berjalan buru-buru keluar istana.

Doyoung membuang nafasnya dan berbalik badan. "Aku akan ke pedesaan sebentar, kau disini saja." Kata Pangeran tersenyum tipis. Yujin mengangguk, pelan-pelan melepaskan pegangannya. "Aku akan pulang sebelum malam." Tambah Pangeran membuat Yujin tersenyum tipis.

"Baiklah, selamat jalan."

Doyoung mengangguk dan pergi dari istana. Menunggangi kudanya beserta puluhan prajurit. Yujin berusaha menenangkan dirinya sendiri, dan bersikap dewasa untuk mempercayai suaminya.

Gadis itu menarik nafasnya dalam dan kembali masuk. Namun satu langkah dia bergerak, Cadenza memanggilnya dari arah belakang. Yujin kembali memutar tubuhnya, dan menatap Cadenza yang berdiri di bawah tangga.

Kedua gadis istri Putra Mahkota itu saling bersitatap. Aura tenang, dan aura kebencian yang di keluarkan secara bertabrakan membuat suasana hening.

"Ini semua karenamu."

"Bukan," Yujin menyalahkan, "Ini salahmu yang menggunakan penyihir untuk menculikku." Koreksi gadis itu membuat Cadenza semakin erat mengepalkan tangannya dan maju lebih dekat.

"Aku tidak akan membiarkanmu dengan Pangeran malam ini," senyum gadis itu terukir licik, "Akan ku buat, kita sama-sama tidak ada yang bermalam dengan Pangeran." Tegas Cadenza kemudian pergi masuk ke dalam istana dengan menabrak bahu Yujin.

Kepalan tangan Yujin mengeras. "Jika kau berani melakukan hal yang kejam pada Pangeran, aku akan mematahkan pernikahanmu dengan Pangeran atas nama takdir." Ancam Yujin.

Langkah Cadenza berhenti, gadis itu tertawa kecil. "Kau tidak akan bisa melakukannya jika belum melakukannya dengan Pangeran. Ingatlah, takdir yang suci adalah menjalin hubungan sebadan. Kau dan Pangeran belum melakukannya, dan itu artinya posisiku masih aman." Jelas Cadenza melenggang pergi.

Yujin diam, menggigit bibir bawahnya dengan tangan mencengkeram gaunnya. Gadis itu turun dari tangga istana, dan pergi berjalan cepat ke arah taman.

***

Pasukan kuda kerajaan Orlankim itu berhenti begitu mendapat tanda kepalan tangan oleh Pangeran mereka. Tatapan yang berpandang jauh ke depan itu, melihat ratusan warga yang di tarik paksa.

Doyoung segera turun dari kudanya dan berlari.  Raja Harles yang melihat kedatangan Putra Mahkota, menghentikan prajuritnya dan memberikan senyuman damai. "Saya mendapat kehormatan anda bisa datang kemari untuk membantu saya menarik rakyat anda."

Semua rakyat menatap Pangeran mereka. Berbagai macam bentuk tatapan yang tidak mengenakkan membuat Pangeran mengepalkan tangan.

"Pangeran, adakah kami salah pada kerajaan? Adakah kami melanggar peraturan kerajaan sampai kami harus pindah dari wilayah kerajaan ini?" Seorang Nenek angkat bicara, matanya berair.

"Biarkan kami tebus kesalahan kami Pangeran. Kami tidak ingin pindah dari tanah kelahiran kami." Tambah seorang wanita.

Raja Harles terkekeh, "Rakyat anda begitu murni mencintai tanah kelahiran mereka. Tapi kenapa Pangeran mereka justru berbuat seenaknya?" Raja melebarkan senyumannya, "Apa itu artinya, tanah kerajaan ini tidak membutuhkan rakyat?"

"Kau salah, tanah kerajaan juga milik rakyat." Koreksi Pangeran maju lebih dekat. "Dan kerajaan ini tidak akan membiarkan rakyatnya untuk di jadikan budak di kerajaan anda, Raja." Tegas Pangeran.

Detik setelahnya, seluruh Prajurit di belakang Pangeran pergi menyebar, membebaskan rakyat dari tangan prajurit pimpinan Raja Harles. Banyak yang terluka karena di tarik secara paksa, bahkan sampai tidak sadarkan diri karena terlalu syok.

Pangeran mengeluarkan kertas dari selipan pakaiannya dan menyodorkan kertas itu ke Raja. "Sebagai ganti untuk pembatalan perjanjian, kerajaan Orlankim akan menyerahkan 13% bagian hutan di timur." Jelas Putra Mahkota itu kemudian pergi ke arah rakyatnya.

Raja Harles mencengkeram kuat kertas di tangannya kemudian pergi membawa seluruh prajuritnya.

Doyoung menghembuskan nafasnya dan menutup matanya dengan telapak tangannya. Tidak lama, Pangeran menurunkan tangannya dan menoleh ke arah ketua prajurit. "Kau pergilah kembali ke istana. Katakan pada istr― takdirku, jika aku harus berada di sini untuk menyelesaikan masalah di sini." Kata Pangeran di terima langsung oleh ketua prajurit yang cepat bergerak ke arah kudanya.

"Huf.." Pangeran merundukkan kepalanya seusai membuang nafasnya. "Bahkan malam ini pun, sepertinya tidak bisa." Pangeran terkekeh pelan, "Kenapa begitu sulit?"

***

Sudah petang, dan Pangeran belum kunjung kembali. Yujin hanya duduk di taman, dengan teh di atas meja. Terngiang ucapan Cadenza, membuatnya marah sekaligus khawatir.

"Putri Cadenza adalah orang yang suka mengambil risiko." Gumam Yujin mengerutkan dagunya. "Dia juga adalah orang yang melakukan apapun bahkan sekalipun mempertaruhkan nama dan posisinya." Tambah gadis itu.

Murung dalam pikirannya, Yujin tersentak saat ketua prajurit berlari ke arahnya. Sampai ketua itu bersimpuh di depan Yujin, membuat gadis itu berdiri tanpa sebab. "Ada apa?"

"Saya ingin memberikan pesan dari Pangeran untuk anda, jika Pangeran saat ini sedang di sibukkan dengan masalah di pedesaan. Pangeran mengatakan akan menyelesaikan masalah ini hingga setidaknya sepekan."

Yujin menegak salivanya dalam. Telapak tangannya basah tanpa sadar. Tapi gadis itu segera mengerjapkan matanya, dan menghembuska nafasnya.

"Hm.. aku mengerti." Yujin mengangguk pelan, dengan senyuman tipis. "Kau kembali saja, Pangeran pasti membutuhkanmu."

Ketua prajurit itu membungkukkan punggungnya. Ketika hendak pergi, Cadenza memanggilnya membuat langkah prajurit itu berhenti bersamaan dengan Yujin yang menoleh ke belakang.

"Aku akan ikut denganmu." Ucap Cadenza, tersenyum manis.

***

"Terima kasih Pangeran. Kami beruntung memiliki Putra Mahkota seperti anda. Anda sangat memperhatikan kami sebagai rakyat anda, dan saya bersyukur pada Tuhan atas itu." Nenek itu mencium punggung tangan Pangeran namun Pangeran menarik tangannya  dan mengelus punggung tangan Nenek.

"Saya melakukan apa yang harus saya lakukan sebagai calon pemimpin. Jika tidak ada kalian, kerajaan ini tidak akan berkembang." Balas Pangeran tersenyum. "Sekarang anda bisa masuk ke dalam rumah, dan beristirahatlah."

Putri Nenek itu membantu Nenek itu berdiri dan membawanya masuk ke dalam rumah. Pangeran kembali berdiri, dan menyapu rambutnya ke atas memperlihatkan keningnya yang basah.

"Pangeran."

Doyoung langsung menoleh ke arah suara yang memanggilnya dan mematung begitu melihat Yujin berdiri di sana. Gadis itu tersenyum, dan berlari ke arah Pangeran hingga akhirnya memeluk suaminya dalam dan erat.

"Kenapa kau kemari?"

"Pangeran tidak senang?" Yujin bertanya, tersenyum. "Apa Pangeran lebih menyukai jika Putri Cadenza disini?"

"Apa maksudmu?" Ekspresi Pangeran berubah detik itu juga menjadi lebih menyeramkan membuat Yujin terkekeh.

"Aku akan menemani Pangeran disini. Aku juga akan membantu sebisaku. Jadi aku bisa terus di sisi Pangeran." Kata Yujin.

Doyoung tersenyum kecil mendengarnya. Lelaki itu membawa tubuh kecil Yujin untuk masuk ke dalam pelukannya. Mengecup rambut istrinya dan mengusapnya lembut.

"Aku akan suruh prajurit untuk mencari rumah tinggal kita sementara." Bisik Pangeran, di angguki Yujin.

Prince(ss)Where stories live. Discover now