-|Ambition|-

1K 272 8
                                    

"Ku bilang buka sekarang."

"Maaf Tuan Putri, saya tidak membukakannya untuk anda."

Yujin mengepalkan dua tangannya kesal. "Aku ingin bertemu Pangeran. Kalian mau mendapat nasib buruk karena menghalangi takdir yang di pasangkan Tuhan?" Ancam Yujin membuat dua prajurit itu bimbang.

"Saya mohon anda mengerti, Tuan Putri."

Yujin menghembuskan nafas. "Aku akan mengerti kalian. Tapi tidak dengan Tuhan. Dia akan memberikan kalian nasib buruk karena berani menghalangi satu ikatan takdir-Nya."

Prajurit itu membukakan pintu ruang bawah tanah, yang langsung saja Yujin masuk ke dalam. Menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa hingga gadis itu sampai di lorong panjang yang di terang-i obor.

Yujin bergerak melangkah sembari kepalanya menoleh ke kanan-kiri. Hingga gadis itu berhenti di depan pintu yang di jaga satu prajurit.

"Buka."

Prajurit itu mengangguk patuh. Jika Tuan Putri sudah berhasil melewati pintu utama ruang bawah tanah, dia tidak perlu lagi bertanya.

Ketika pintu terbuka, Yujin terpaku melihat takdirnya di ikat dalam posisi berdiri membentuk Salip dengan lehernya yang di rantai. Yujin buru-buru masuk, mendekat takdirnya yang merundukan kepala.

Tangan Yujin bergerak, mencoba melepaskan rantai itu namun tentu saja tidak berhasil. Dia pergi keluar kembali, dan meminta kunci rantai namun penjaga itu menggeleng.

"Saya tidak memegang kunci itu, Tuan Putri. Hanya Yang Mulia Ratu yang bisa melepas rantai itu." Ucap prajurit membuat kedua tangan Yujin terkepal kuat.

Gadis itu kembali masuk dan mengambil batu di pojok ruangan. Batu yang cukup besar itu di benturkan ke rantai membuat suara nyaring terdengar berdengung. Yujin abai, dan tetap berusaha menghancurkan rantai besi itu meskipun tangannya luka.

"Hentikan."

Tangan Yujin langsung berhenti bergerak. Doyoung mengangkat kepalanya, menatap wajah Yujin dengan tatapan sayu namun datar. "Pergi." Perintah Doyoung membuat Yujin menggeleng ribut.

"Kita keluar sama-sama."

"Pergi."

"Diam saja. Aku akan menghancurkan ini." Tekad Yujin membuat Doyoung menghela nafas.

"Pergi sekarang."

"Diam, aku―"

"Kim Yujin!" Bentak Doyoung membuat Yujin tersentak. "Keluar dari sini, sekarang." Desis Pangeran bungsu itu dengan mata menajam.

Gadis Kim itu menjatuhkan batunya dengan pandangan kosong. Dua tangannya terkepal kuat di sisi tubuhnya sebelum akhirnya gadis itu berlari pergi keluar.

Setelah melihat takdirnya pergi, Doyoung kembali merundukan kepala dengan tangannya yang memukul tembok kencang. Suara dentingan rantai terdengar nyaring di dalam ruangan.

"Kau, kemari." Panggil Doyoung membuat prajurit yang ingin menutup pintu, segera menghampirinya sembari tunduk. "Panggil Yang Mulia Ratu sekarang."

Sementara itu, Yujin saat ini sedang mencari Yang Mulia Ratu di seluruh penjuru istana. Taman, aula, tahta, juga kamar. Tapi Yujin tidak menemukan Yang Mulia Ratu.

"Tunggu!" Cegah Yujin melihat pelayan di depannya. Pelayan perempuan itu berbalik badan, lalu membungkuk hormat. "Apa kau tau dimana Yang Mulia Ratu?"

Pelayan itu mengangguk. "Saat ini Yang Mulia Ratu sedang bertemu dengan Ratu bangsa lain. Kemungkinan baru kembali 2 hari kedepan."

"2 hari?!" Pekik Yujin dengan mata melebar. "L-lalu bag-gaimana dengan Pangeran bungsu Kim? Yang Mulia Ratu pasti tidak membawa kuncinya bukan?"

Pelayan itu merundukan kepala. "Kuncinya saat ini ada di tangan Pangeran sulung Kim. Tapi.." pelayan itu menggantungkan ucapannya membuat Yujin penasaran.

"Apa?"

"Tapi belum tentu Pangeran sulung Kim mau melepas Putra Mahkota secepat itu. Jika tidak dua hari sebelum Yang Mulia Ratu kembali, adalah sepekan."

"Pekan?!" Yujin makin menjerit terkejut. Dia menunjukan wajah tidak percaya. "Sekarang dimana Pangeran sulung Kim?"

"Ada di arena, Tuan Putri."

Yujin buru-buru berlari ke tempat arena yang biasa di gunakan untuk latihan khusus Putra Mahkota. Tapi sepertinya, saat ini arena di kuasai oleh Pangeran sulung Kim.

Langkah gadis itu berhenti, melihat Pangeran Junkyu yang berlatih pedang dengan beringas. Matanya memancarkan kegelapan yang dalam dan penuh kebencian serta ambisi yang kuat.

"Tuan Putri, anda sedang apa disini?" Ketua prajurit bertanya, membuat pergerakan Junkyu ikut terhenti.

Yujin tersentak sadar kemudian membasahi bibirnya gugup. "S-saya ingin.. berbicara dengan Pangeran sulung Kim."

Junkyu terdiam dengan matanya yang menatap takdir adiknya. Ujung bibirnya naik, membentuk senyuman sinis. "Baiklah, kita bertemu di ruangan-ku, Tuan Putri."

***
"Sudah ku duga, kau memang ingin membicarakan soal takdirmu." Junkyu terkekeh. "Kau mau kunci rantainya kan?" Tebak Junkyu menatap Yujin dengan senyum menyeringai-nya.

Gadis Kim itu mengangguk tegas sembari berdiri. "Berikan aku kuncinya. Kenapa kau bisa se-tega itu dengan adikmu sendiri, Pangeran?"

"Simple, aku membencinya." Balas Junkyu terkekeh. "Karena aku membencinya, karena Ibunda membencinya. Hanya itu, alasan kenapa kami mengurungnya, hanya karena kami membencinya."

Kedua tangan Yujin terkepal dengan ekspresi menahan amarah. "Kau benci dengan Pangeran bungsu Kim karena dia putra Mahkota?"

Junkyu bergumam berfikir sebelum akhirnya menganggukan kepala. "Itu salah satunya, bukan satu-satunya."

"Apa lagi yang membuat Pangeran benci dengan takdirku?" Tanya Yujin membuat tawa Junkyu pecah. Gadis itu mengerutkan kening, menatap Pangeran sulung Kim dengan tatapan aneh.

"Begini, Tuan Putri. Aku dan adikku memang tidak pernah akur sejak adikku di pilih sebagai Putra Mahkota oleh Yang Mulia Raja. Kau tau kan, betapa kecewanya Putra sulung saat mengetahui bukan dirinya yang menjadi raja, tapi adiknya, si bungsu."

Yujin menghembuskan nafas. "Kau meragukan pilihan Yang Mulia Raja dalam memilih Putra Mahkota?" Tanya Yujin membuat Junkyu diam. "Adikmu berusaha keras untuk tampil membanggakan di depan Yang Mulia Raja. Kalau Pangeran ingin mendapat ikon Putra Mahkota, harusnya sejak dulu anda lebih berusaha."

"Semua sudah kulakukan dengan keras!" Teriak Pangeran Junkyu membentak. "Aku bekerja keras dalam berlatih pedang, dan belajar sampai larut untuk mempelajari bidang ekonomi dan kepemimpinan. Tapi apa? Yang Mulia Raja lebih memilih memperhatikan Putra bungsunya, dan mengabaikan semua kerja kerasku selama 7 tahun."

Yujin tidak berkata apapun. Maniknya menatap milik Junkyu yang semakin gelap dan dalam. Kebencian seperti memberikan ilusi api besar dalam mata Pangeran sulung itu.

"Aku tidak akan pernah berhenti berdoa pada Tuhan, supaya adikku mati dalam keadaan paling menyakitkan dalam hidupnya."

Setelah itu, Pangeran Junkyu pergi dari ruangannya sendiri, meninggalkan takdir adiknya yang diam di tempatnya dengan manik mengarah ke meja, tempat kunci itu di letakan.

Kaki Yujin bergerak mendekat ke meja. Tangannya terulur mengambil kunci itu dengan tatapan kosong.

"Sebenci-bencinya koala dengan kelinci, tetap saja, mereka sama-sama hewan."

Prince(ss)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang