-|a little story about Orlankim|-

615 121 2
                                    

Pukul 12 siang di istana Ahnalon, Doyoung memberhentikan kudanya di depan pagar. Dua prajurit yang menjaga, menghadang saat jelas mengenal wajah Putra Mahkota Orlankim yang sekarang menjadi musuh Ahnalon.

Doyoung menghela nafasnya berat, dan turun dari kuda. Laki-laki itu menatap prajurit dengan sorot mata dalam yang kelelahan. "Biarkan aku masuk. Aku hanya ingin menjelaskan kesalahpahaman dengan Raja."

"Raja sudah menegaskan jika keluarga Orlankim tidak dibiarkan berada di wilayah Ahnalon." Tegas salah satu prajurit. "Sebaiknya anda kembali ke wilayah anda, sebelum kami―"

"Biarkan Pangeran Kim masuk."

Arah pandangan Doyoung teralih ke arah Yang Mulia Ratu. Wanita itu menatapnya datar, dan suaranya sedingin es. "Apa yang kalian lakukan? Cepat bukakan pagar." Titah Ratu Ahn kembali. Dua prajurit itu segera membuka pagar dengan hati cemas.

Doyoung melangkah masuk ke dalam wilayah istana, lalu berdiri tepat di depan Ratu sebelum akhirnya membungkuk hormat. Yang Mulia menghela nafasnya berat, "Pergilah menemui Raja di singgasananya, dan selesaikan ini semua dengan penjelasan yang jelas." Perintah Ratu yang diangguki Doyoung. Laki-laki itu segera pergi melewati Yang Mulia Ratu.

Langkahnya berjalan masuk ke dalam istana. Arah pandangannya menatap ujung yang terdapat pintu dengan ukiran emas bermotifkan pahatan burung phoenix yang melambangkan terlahir kembali― dalam legenda Negeri Ahn, Negeri ini terbentuk setelah ratusan abad lalu mengalami insiden hingga terbakar. Namun kembali terlahir sebagai Negeri yang dipenuhi rejeki atas kesempatan yang diberikan Dewa.

Sebelum masuk ke dalam, Doyoung menarik nafasnya dalam dan mengangkat pandangannya dengan sorot tegas penuh wibawa. Pintu dibuka prajurit hingga kakinya mulai melangkah masuk ke dalam. Terlihat di matanya, jika Raja sedang menatapnya dingin dengan emosi tertahan.

Diam-diam Pangeran menarik nafasnya dalam, dengan matanya terpejam sesaat. Rasa bersalah seketika menyerang dadanya. Jika saja dia tidak membawa pendusta untuk dijadikan seorang saksi, maka fitnah ini tidak akan menimpa takdirnya, Putri Ahnalon, Yujin.

Ketika sudah berada di depan Raja, satu kakinya tertekuk hingga lututnya menyentuh lantai. Perlahan kepala menunduk. Posisi seperti seorang ksatria yang datang dari Negeri jauh untuk menjemput sang putri. "Salam dari kerajaan Orlankim untuk Yang Mulia Raja Ahnalon." Hormat salamnya.

Raja tidak membalas. Enggan. "Langsung saja pada tujuan kedatangan."

Putra Mahkota Orlankim itu mengangkat pandangannya lalu berdiri tegak. "Tujuan kedatangan saya ingin meluruskan apa yang Yang Mulia dengar dengan apa yang terjadi sebenarnya." Jawabnya lugas, dengan sorot tegas meyakinkan.

Raja Ahnalon hanya diam, lalu detik setelahnya, beliau terkekeh sarkastik. "Aku tidak akan pernah lagi memberikanmu kepercayaan."

"Akan aku ucapkan sumpahku."

Raja Ahnalon tertawa. Tawa menghina dan sedikit amarah. "Baru kemarin aku mendengar Putriku difitnah dengan sumpah palsu. Dan sekarang, kau ingin mengucapkan sumpahmu yang tidak akan berarti apapun?" Pemimpin Negeri Ahn itu mengukir raut wajah penuh amarah, "Orlankim selalu seperti itu. Menjadikan sesuatu yang suci, menjadi hina."

Kret. Tangan Pangeran terkepal cukup kencang. Hinaan keras untuk Negerinya. Bahkan dia menyadari jika Ayahnya dan dirinya yang menjadi sasaran hinaan. Tapi apa yang dikatakan Raja Ahnalon benar. Orlankim menjadikan sesuatu yang suci menjadi hina. Seperti pernikahan takdir Tuhan dan sumpah atas nama Tuhan.

Doyoung menghela nafasnya berat, lalu detik setelahnya memandang Raja yang duduk gagah di singgasananya dengan sorot dalam yang masih tegas akan pendiriannya. "Saya―"

Prince(ss)Where stories live. Discover now