-|Passing together|-

553 129 8
                                    

Tidak ada yang bisa Yujin lakukan selain berdiam diri, sendirian di dalam kamar. Tatapannya kosong, berair memerah, dan pucat. Pikirannya terus memikirkan takdirnya yang bahkan dia tidak tau dimana, padahal mereka satu atap saat ini.

"Putri."

Yujin tersentak, menoleh cepat ke belakang. Buru-buru Yujin menyeka air matanya, dan memberikan senyuman tipis pada pelayannya. "Ada apa?" Tanya Yujin ramah.

Pelayan itu membungkukkan punggung. "Tuan Putri di panggil tetua. Beliau meminta anda untuk pergi menemui beliau di ruang bawah tanah." Jawab pelayan itu mampu membuat kening Yujin mengkerut.

"Ruang bawah tanah? Kenapa di sana?" Kemudian tatapan Yujin berubah terkejut begitu menyadari. Segera Yujin pergi keluar kamar dengan berlarian.

Begitu sudah di ruang bawah tanah, Yujin menghentikan langkahnya di depan punggung tetua. Beliau sedang menghadap ke dalam kamar, membuat Yujin menelan salivanya takut dan gugup.

"Anda sudah datang Putri." Sesepuh menyambut tiba-tiba sambil berbalik badan. Yujin sedikit tersentak, tapi kemudian dia mengangguk. "Ada yang mau saya tanyakan pada Putri."

"Apa itu?" Yujin membalas langsung, tampak penasaran.

Tetua kerajaan ini sekilas menoleh ke belakang dan kembali menatap Yujin. "Apa anda dan Pangeran sudah melakukan hubungan fisik?" Tanya sesepuh langsung tanpa basa-basi, membuat Yujin kaget sampai menelan salivanya.

"Um.. itu.."

"Kalau begitu, saya akan meminta Tuan Putri Cadenza untuk kemari," ucap sesepuh menyela, membuat Yujin mengerutkan keningnya. "Saya tidak memiliki pilihan lain. Hanya Putri Cadenza yang sudah berhubungan badan dengan Pangeran, karena itu beliau boleh masuk ke dalam kamar dan merawat Pangeran sampai kalung Pangeran berhasil kembali." Jelas sesepuh.

Yujin tampak tidak setuju. Tangannya meremas gaunnya sendiri. "Tapi Putri Cadenza sama sekali tidak berhubungan bad―"

"Jika memang seperti itu, Putri Cadenza tidak akan bisa masuk ke dalam kamar. Karena hanya istri Pangeran yang memiliki benih Pangeran saja yang bisa masuk dan merawatnya." Sela sesepuh dengan nada yang dalam, seakan marah pada Yujin juga kecewa. "Kalau begitu, saya pergi dahulu."

Kepergian sesepuh membuat Yujin mematung diam di tempatnya. Hatinya seakan di hancurkan oleh anak panah tajam yang keluar dari mulut sesepuh. Selama ini, Yujin terlalu meremehkan malam pertama. Dia fikir, itu tidak penting untuk di lakukan dalam keadaan yang cukup sulit sejak pernikahannya.

Tapi sekarang Yujin tau, itu penyesalan terbesarnya. Sekarang, jika memang Cadenza bisa masuk ke dalam kamar, bukankah itu artinya Pangeran yang berbohong? Serta Cadenza yang jujur?terlalu menyakitkan.

Tatapan mata Yujin teralih ke kamar di depannya. Air matanya keluar, nafasnya berat. Yujin berusaha untuk tidak menangis.

"Akan aku dapatkan kalung itu, untukmu." Ucap Yujin tegas.

***

Ruangan ini terlalu gelap. Tidak ada lilin sebagai cahaya, kala malam sudah menggantikan cahaya matahari. Sunyi, tidak ada bisik suara manusia di dalamnya. Kecuali, suara nafas berat lelaki yang tidur di atas ranjang sendirian.

Kim Doyoung, seorang Putra Mahkota yang saat ini di kurung di dalam ruangan yang selalu dia huni setiap bulan purnama. Namun kali ini, dia di kurung karena aliran darah Ibundanya. Untuk yang kedua kalinya.

"Bunda.. kenapa aku di kurung?" Pertanyaan itu keluar dari bibir seorang anak kecil yang saat ini tertidur di atas ranjangnya dengan keringat membasahi dahi dan lehernya.

Bunda hanya memberikan senyum sederhana yang terlihat sedih. "Bunda minta maaf. Ini salah bunda."

Anak kecil itu menggeleng, tangannya terangkat dan mengusap pipi Bunda yang basah. "Ini salah aku. Aku sudah memotong jari Ayahanda. Bunda tidak salah apa-apa."

Mendengarnya membuat Bunda kembali menangis. Bibirnya langsung mengecup kening putranya sampai ranumnya bergetar, tidak mampu bersuara.

"Bunda.." sebut anak kecil itu, memejamkan matanya. "Kekuatan itu datang secara tiba-tiba, dan terasa sangat sakit ketika Ayahanda menyegelnya."

Doyoung kembali membuka matanya. Tatapannya langsung kosong, mengarah ke atap. Seluruh tubuhnya sudah basah oleh keringat karena rasa sakit di tubuhnya yang membuat suhu tubuhnya meningkat.

"Sakit.. bunda.." Ringis Doyoung memejamkan matanya.

"Pangeran, Aku disini."

Suara panggilan itu membuat Doyoung membuka matanya dan menoleh perlahan. Matanya melihat ke arah Yujin yang berdiri di sebelah pintu. Air matanya langsung jatuh, dengan bibir bergetar. "Bagaimana bisa.."

Belum selesai Pangeran berbicara, Yujin lebih dulu lari ke arahnya dan memeluknya erat. Menangis di bahu suaminya yang panas. Sesekali Yujin akan mengecup pipi tirus suaminya yang kekurangan energi.

"Yujin.. katakan padaku.." Pangeran melepas pelukannya, dan melihat wajah Yujin tepat di depan wajahnya. "bagaimana bisa kau masuk.."

"Ini. Karena ini aku bisa masuk dan merawat Pangeranku." Jawab Yujin lebih dulu, sambil menggenggam kalung ringan yang Pangeran berikan beberapa hari sebelumnya. "Kalung ini, dari Ibunda Pangeran bukan? Yang di khususkan untuk istri Pangeran kelak ketika nanti kalung Pangeran tidak ada."

Yujin tersenyum, mengecup punggung tangan suaminya yang hanya diam.

"Kita bisa lewati ini bersama-sama, percayalah."

***

Di dalam kamarnya, Cadenza terus bulak-balik merasa kesal dengan Yujin. Terlebih ketika baru saja tadi sesepuh hendak membawanya untuk menemui Pangeran, Yujin justru memberi tau sesepuh jika dirinya mempunya kalung pemberian Ibunda Pangeran.

Sesepuh ketika itu sangat terkejut, juga bahagia― tidak terlalu di perlihatkan, tapi Cadenza sadar. Beliau mengatakan jika kalung tersebut adalah pengganti kalung milik Pangeran, namun hanya di berikan pada istri Pangeran.

Lantas kenapa dirinya tidak di berikan? Cadenza marah saat ini, benci dan kesal pada Yujin. "Sial," umpatnya kemudian pergi ke tempat cermin kecilnya yang dia sembunyikan di selipan kantung emas.

"Kau― sudah ku katakan sembunyikan Yujin, bukan Pangeran." Marah Cadenza dengan tangan terkepal.

Penyihir itu meringis sambil memegangi lehernya sendiri yang memerah. "Saya minta maaf, saya di kuasai keinginan―"

"Ah tidak berguna!" Teriak Cadenza geram. Tapi kemudian tatapannya langsung fokus ke arah kalung yang menggantung di dinding. "Apa itu?"

Penyihir itu berbalik kepala, kemudian kembali melihat cermin di depannya. "Kalung milik pangeran untuk menyegel kekuatan sihirnya."

Mendengarnya membuat Cadenza tersenyum. "Kalau begitu, berikan padaku. Aku ada rencana supaya Yujin tidak mengangguku dan Pangeran."

Prince(ss)Where stories live. Discover now