t i g a

81.7K 5.5K 272
                                    

.: 3. Perlu Bicara. :.

Tiga bulan berlalu sejak kejadian itu, Arga tampak lebih pendiam dari biasanya. Agatha, pacarnya dari kelas 10 pun Arga putuskan tanpa alasan yang jelas. Ia menatap tak minat bola basket yang berada dalam genggamannya.

Hari ini jam pelajaran pertama adalah penjaskes. Karena guru kelas 12 hari ini sedang berhalangan hadir, jadilah pembelajaran olahraga kelas 11 dan 12 bergabung. Itu artinya, Arga akan melaksanakan olahraga bersama kelas Nalana pagi ini.

Cowok itu menatap Nalana yang sebaris dengannya. Entah Arga yang merasa atau tidak--Nalana tampak lebih berisi. Apa firasat Arga akan terjadi? Apa benar gadis itu hamil? Sepertinya, Arga perlu berbicara dengan gadis itu segera.

"Baik anak-anak setelah ini kita akan joging di sekitar sekolah, silahkan nanti kalian memutari sekolah ini selama 3 kali dan setelahnya lapor kepada saya sebagai absen. Terima kasih dan silahkan bubar."

Setelah diberi arahan oleh Pak Anton, mereka segera bubar dari lapangan dan mulai melakukan joging. Arga berlari di belakang Nalana yang sendirian karena Reni dan Gantari tidak berangkat sekolah.

Laki-laki itu berdehem cukup keras agar Nalana merespons kehadirannya.

Nalana yang ngos-ngosan menoleh ke belakang. Ia terdiam, dan detik selanjutnya ia segera mempercepat langkahnya. Namun, Arga mencekal lengan gadis itu membuatnya berhenti melangkah.

"Gue perlu ngomong."

Jelas Arga leluasa berbicara pada Nalana, mereka tertinggal jauh di belakang dari yang lain.

Nalana diam. Jika sebelum hal itu terjadi, Nalana sangat senang sekali Arga memegang tangannya dan menatapnya teduh seperti ini. Namun, apakah hal itu masih berlaku untuk sekarang?

"Gue mau lari, Kak. Takut ketinggalan."

"Gugurin."

Nalana tampak terkejut. Ia mendongak menatap Arga yang juga menatapnya. "Gue nggak hamil," kekehnya.

Arga terkekeh sinis. "Lo pikir gue bodoh, hah? Dari badan lo aja kelihatan, Nal. Gue minta lo gugurin."

Nalana menggeleng. "Kalaupun kakak nggak mau, ya silahkan. Semisal gue hamil, anak di kandungan ini anak gue. Anak gue nggak pernah punya ayah bajingan kayak lo."

Setelah mengatakan itu Nalana kembali melanjutkan langkahnya. Arga tetap diam di tempatnya berdiri menatap Nalana yang mulai menjauh.

Apa gue salah, ya?

🍑🍑🍑

Pikiran Arga tak bisa lepas dari Nalana. Selepas pulang sekolah, ia mengikuti ke manapun Nalana pergi. Arga pikir, Nalana akan langsung pulang ke rumah, nyatanya gadis itu malah pergi ke apotik.

Arga turun dari motornya. Ia mengenakan masker dan jaket dan berdiri di belakang Nalana.

"Duh, anak jaman sekarang ngeri-ngeri ya, jeng. Pergaulannya itu loh bebas banget. Apa nggak mikir ya gimana ke depannya? Giliran udah bunting aja baru nangis-nangis." Wanita yang sedang duduk melirik ke arah Nalana dengan tatapan sinis.

"Iya. Sekarang saya nggak akan ngebiarin anak saya keluar bareng cowok. Takutnya kayak gitu tuh, ngeri saya," timpal yang lainnya.

"Sepemikiran, jeng."

"Yang, gimana? Kok lama banget, Bunda udah nelfon, nih. Katanya mau cepet-cepet pake testpack nya. Oh ya, mbak, obat maag nya sekalian, ya."

Nalana terperanjat. Gadis itu menoleh kaget pada Arga yang berada di belakangnya.

MASA REMAJA KITA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang