EP - 2

93.2K 4.7K 208
                                    

.: Ekstra Part 2 - Hal Terindah. :.

NALANA POV.

Setelah melihat Rain tertidur, aku segera bangkit berdiri dan membenahi baju yang aku kenakan karena baru saja menyusui Rain. Hari ini sudah terhitung 3 minggu anak kedua kami lahir, namanya Rain Saniscara, lahir di hari Sabtu saat hujan deras. Aku menatap jam dinding. Seharusnya Bian sudah pulang sekolah hari ini. Anak itu kini sudah menginjak TK-B. Kelakuannya semakin ada-ada saja membuatku pusing bukan main.

Aku tersenyum tipis menatap Bian yang datang bersama Arga. Perihal Arga, laki-laki itu mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di usianya yang ke-23 tahun. Arga kini sudah berbeda dari Arga yang dulu, laki-laki itu bahkan memiliki dua Kafe, walaupun dengan bantuan warisan Papa, aku cukup bangga dengan itu.

Aku sendiri memilih untuk tidak berkuliah dan memilih untuk membuka usaha toko bunga. Aku hanya ingin berfokus pada Bian dan Rain untuk saat ini.

"Bi-- an?"

Bian pergi begitu saja tanpa menyalamiku. Aku menatap Arga bingung. "Bian kenapa?"

"Ngambek sama kamu."

Ah, perihal itu. Semenjak Rain hadir Bian seperti menunjukkan sikap cemburu pada adiknya. Aku hanya tersenyum menanggapi.

"Mau ke Kafe?" tanyaku.

"Nanti aja, deh, sekalian aku ada kuliah siang."

Arga mencuri kecupan di pipiku. Aku mendengkus jengkel, perihal kebiasaannya yang satu ini sepertinya sulit dihilangkan.

"Rain mana?"

"Tidur. Jangan diganggu," kataku sembari memelototinya. Arga ini menyebalkan. Jika Rain tidur pulas, maka ia akan menganggu anaknya tidur sampai Rain menangis barulah ia memanggil namaku. Sungguh, ingin sekali aku menjitak kepalanya. Namun, takut dosa.

Arga hanya cengengesan dan berjalan memasuki kamar. Aku menghela napas pelan dan menyusul Bian yang sepertinya lari ke dapur tadi. Aku celingak-celinguk mencari keberadaanya, tetapi tak kunjung juga 'ku temukan. Namun, sayup-sayup aku mendengar suara orang menangis, aku  berjalan menuju halaman belakang di mana ada beberapa jenis bunga dan sebuah pohon mangga, lengkap dengan kandang peliharaan kelinci milik Bian.

"Hiks ... bunda udah nggak sayang sama Bian. Bunda sayangnya sama adik doang! Jahat! Huah ... Jelemy! Bian kesel, kesel!"

"Bian?" panggilku pelan.

Aku duduk di sampingnya, tetapi Bian melengos memilih menatap ke arah lain sembari mengelus kelinci kesayangannya, Jeremy.

"Bunda ndak usah ngomong sama Bian, bunda ngomong aja sama adik!"

"Loh, kenapa gitu?"

"Bunda sayangnya sama adik doang, ayah juga! Semuanya adik aja, adik adik adik! Nyebelin!"

Aku menahan tawa, sungguh, aku lebih suka melihat Bian ngambek seperti ini. Apalagi anak itu akan marah-marah dengan gaya khasnya.

"Masa, sih? Bian tau darimana kalau ayah sama bunda sayangnya sama adik doang?"

Bian menoleh garang, wajah anak itu sembab dan memerah. "Sekalang bunda jalang banget temenin Bian bobok, sekalang juga ayah yang ngajalin Bian belajal. Bunda main telus sama adik. Bian benci adik! Adik ambil bunda dali Bian! Huah ..."

"Eh, eh."

Bian menangis kencang sembari memeluk Jeremy. "Bian, nggak gitu, loh," kataku bingung ingin menenangkan.

"Telus gimana?!"

"Bunda bukan nggak sayang lagi sama Bian, Bunda masih sayang sama Bian, kok. Tapi adik 'kan masih kecil, sayang, jadi--"

MASA REMAJA KITA [End]Where stories live. Discover now