t i g a p u l u h

62.2K 3.8K 59
                                    

.: 30. Jadi ... :.

Helaan napas terdengar sangat panjang dan melelahkan dari seorang cowok yang kini tengah duduk di atas motor menatap wajahnya yang kusut dari kaca spion. Ia mengambil air mineral dan meminumnya hingga tandas lalu membuangnya ke tempat sampah. Cowok itu menyalakan motor hendak kembali ke rumah setelah hari-hari panjang dan melelahkan.

"Aman, bos. Tadi si Arga itu datang ke sini buat melamar pekerjaan. Tapi sama kafe ini langsung ditolak. Padahal kafe ini jelas butuh karyawan. Semua yang bos atur sudah berjalan dengan baik."

"..."

"Baik, bos. Saya pastikan di mana pun Arga melamar pekerjaan, tidak akan diterima."

"..."

"Siap-siap, bos. Saya akan awasi terus."

"..."

"Bos bisa percayakan sama saya."

Arga-- cowok itu tercengang mendapati seorang pria membawa-bawa namanya, sialnya hal itu membuat Arga begitu emosi. Tangan Arga terkepal kuat di sisi baju. Dengan gerakan cepat, kayu yang entah didapatnya dari mana itu menghantam punggung pria berbadan besar itu. Saat pria itu menoleh, Arga melayangkan pukulan cukup keras membuat pria itu tak dapat mempersiapkan diri untuk menghindari pukulan Arga.

"Anjing lo! Maksud lo apa, hah?!" teriaknya emosi.

Arga tau ini berisiko karena dirinya melawan pria yang badannya jelas lebih besar darinya itu. Besar kemungkinan juga malah ia yang akan babak belur. Tapi, abaikan apapun itu. Arga sedang emosi sekarang.

Pria itu tak tinggal diam, ia membalas Arga yang mulai lengah. Arga menggeram jengkel. Ia menendang selangkangan pria itu membuatnya meringis pelan.

"Bego! Kadal! Tai! ARGHHH anjing lo!" umpat Arga jengkel. "Siapa bos lo, hah? Jadi ini alasan gue nggak pernah keterima kerja?! Monyet!" makinya.

"Diem lo bocah ingusan!"

"Bocah ingusan?" Arga murka. Wajahnya memerah sampai telinga. Dengan brutal cowok itu kembali memukul pria itu tidak ada ampun.

"Bilang sama gue! Siapa bos lo itu?!"

"Saya."

Cowok itu menyugar rambutnya ke belakang dan berbalik menatap ke arah seorang pria yang berdiri dengan senyum manis yang membuat Arga benar-benar muak.

"Kenapa om ngelakuin ini sama saya?"

Pradipta terkekeh. "Kamu masih bertanya, Arga? Saya sebenarnya tidak ingin mengurusi hal apapun itu yang menyangkut bocah ingusan seperti kamu. Saya pikir, kamu berbeda dengan yang lain. Saya pikir kamu bisa membahagiakan anak saya, Agatha. Namun, nyatanya? Sama saja. Saya rasa, apa yang saya lakukan setimpal dengan apa yang kamu lakukan."

"Kalau masalahnya hanya karena Agatha, saya merasa bersalah akan hal itu. Tapi, saya rasa ada hal yang buat om lakuin ini ke saya."

"Benar. Kamu tau itu, Arga. Kamu ... tidak jauh berbeda dengan apa yang kakakmu lakukan. Kalian ... menyakiti kedua putri saya."

Setelahnya, Pradipta berlalu pergi meninggalkan Arga yang terpaku.

Siapa? Siapa yang dimaksud om Pradipta? batin Arga terus bertanya.

Nalana mengerjap. "Jadi om Pradipta yang buat kamu susah cari pekerjaan sampingan?"

Arga mengangguk. "Iya."

Karena Nalana meminta Arga untuk menceritakan tentang mengapa semalam dirinya pulang begitu larut, maka mengalirlah cerita itu walaupun Arga enggan menceritakan. Sebenarnya, Arga hanya menceritakan sebagian dari apa yang cowok itu alami malam tadi. Sedangkan untuk apa yang ia bicarakan pada Pradipta, Arga enggan bercerita.

MASA REMAJA KITA [End]Where stories live. Discover now