t i g a p u l u h l i m a

62.8K 4.1K 66
                                    

.: 35. Hal Baru. :.

Semerbak bau bayi menyapa Arga pagi itu. Laki-laki yang baru saja pulang kerja setelah masuk shift malam itu datang menghampiri Nalana yang terlihat tengah sibuk memakaikan baju pada Bian yang tidak bisa diam. Mencuri kecupan dari Nalana, Arga beralih mencium pipi tembam Bian membuat bayi tiga minggu itu menyipit kala rambut Arga mengenai wajahnya.

"Aduh, aduh, kok ayah dijambak, sih?" keluh Arga ketika rambutnya digenggam dan ditarik oleh tangan mungil putranya.

Nalana tertawa melihat interaksi antara Arga dan Bian. "Cukur tuh kumis kamu, Bian geli pas kamu cium. Ini rambutnya juga udah panjang, mau gondrong."

"Kenapa? Padahal aku cakep pake kumis tipis gini," kata Arga.

Nalana tau itu, Arga memang tampak lebih dewasa dan tampan ketika laki-laki itu memiliki kumis tipis. "Iya sih bagus, tapi Bian geli pas dicium sama kamu."

"Kamu geli nggak?" goda Arga membuat Nalana mendelik.

"Nggak!"

Arga tertawa. "Temenin?" tanya Arga membuat Nalana menoleh.

Perempuan itu menggeser diri saat Arga hendak memeluknya dari samping. "Iya nanti."

"Sana mandi terus tidur, aku mau kasih Bian susu dulu."

Nalana duduk di tepi ranjang, menggendong Bian yang tersenyum menampakkan lesung pipi membuat Nalana tersenyum gemas. "Gemes banget, anak siapa sih kamu, hm?"

"Anak aku, lihat, mirip banget sama aku pas kecil."

Arga benar, bahkan Nalana pernah melihat foto Arga sewaktu baru lahir mirip sekali dengan Bian. Bedanya, Bian ada lesung pipi sedangkan Arga tidak.

"Lahap banget um minumnya," puji Arga.

Arga speechless melihat Bian yang lahap sekali meminum susu. Sedangkan Nalana gugup saat Arga menatap Bian, atau entah pada hal lain.

"Oh iya, Bunda tadi tanyain kuliah kamu." Nalana memberitahu, mengalihkan atensi Arga yang sedari tadi diam menatap Bian.

"Aku masih bingung," balas Arga.

"Lebih baik kamu terima aja tawaran Papa kamu, tapi aku juga nggak bisa maksa, Ga. Aku pikir kesempatan nggak datang dua kali, lagipula kalau kamu tolak kamu pasti bakalan tunda terus karena aku tau kamu bakalan sibuk sama pekerjaan kamu. Tapi, kalau kamu emang masih kekeh sama keputusan awal kamu, aku juga bisa maksa kamu."

Nalana beranjak menidurkan Bian di boks bayi. Meninggalkan Arga yang terdiam hanyut dalam kebimbangan. Di satu sisi, Arga tidak ingin meninggalkan Nalana dan Bian. Namun, di satu sisi juga Arga ingin kuliah di Jogjakarta, salah satu keinginannya sejak dulu. Arga sempat berpikir untuk membawa Nalana dan Bian, tapi tidak mungkin, Nalana masih membutuhkan Aruni ataupun Ratna.

Arga menghela napas berat, "Ya udah deh, aku turutin Papa aja."

Nalana berbalik badan menatap Arga. "Ish, kalau kamu emang nggak mau, nggak apa-apa tau. Jangan paksain."

Arga menggeleng. "Papa tawarin ke aku bakalan biayain kuliah aku sampai lulus, kalau aku nggak terima, ya aku bakalan bayar sendiri. Papa dari dulu juga nggak mau aku kuliah di Jogja, katanya aku anak Bunda banget, padahal Papa yang nggak mau jauh-jauh dari aku."

Arga tertawa. "Lagian, Papa maunya aku kuliah di swasta. Kalau aku kuliah di swasta dan bayar sendiri, ya tekor dong aku. Kalau aku nunggu punya uang, kapan? Pasti bakalan lama."

Arga berjalan menghampiri Nalana. "Aku buat keputusan ini atas dasar keinginan aku sendiri, bukan dari orang lain, Nal. Lagipula, aku nggak mau tinggalin kamu sama Bian di sini. Paham? Jangan merasa bersalah."

MASA REMAJA KITA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang