e m p a t

76.1K 5.2K 51
                                    

.: 4. Berakhir Buruk. :.

"Nal, pinjem charger!"

"Di kamar, Ma! Nalana ke warung bentar, ya! Pengen beli mie."

Aruni menghela napasnya. Ia tidak menjawab lantas melangkah menuju kamar putrinya. Nalana memang begitu, walaupun di rumah ia memasak banyak, gadis itu akan tetap memilih mie jika lauk di rumah tidak cocok.

Aruni mengelus dadanya tanda sabar. "Ya ampun, ini kamar atau kandang sapi kok rapi bener," dumelnya.

Tentu saja salah, kamar Nalana mana mungkin bersih dan rapi. Mentok-mentok membersihkan kamarnya pun satu minggu sekali. Yang penting niat membersihkan, itu pikir Nalana.

"Nah, ini dia."

Aruni menghentikan langkahnya. Jantungnya berhenti berdetak sesaat saat mendapati lima testpack di laci sebelah kasur. Wanita itu dengan sedikit gemetar mengambilnya. Ia bertambah shock saat kelima testpack itu menunjukkan garis dua, alias positif.

"N-Nal? K-kamu?" Aruni menggeleng. "Nggak, nggak mungkin Nalana hamil."

Aruni menggenggam erat testpack itu lalu keluar dari kamar Nalana saat suara Nalana tertangkap oleh telinganya. Wanita itu mendatangi Nalana yang tengah bersenandung kecil sembari mengaduk mie yang sedang direbus.

"Nal, testpack punya siapa ini?"

Nalana menoleh. Ia tersentak saat mendapati sang Ibu tengah berdiri di belakangnya.

"Ayo, bilang sama Mama kalau ini testpack punya temen kamu, 'kan? Ini testpack bukan punya kamu, 'kan? Kamu nggak hamil, 'kan, Nalana?! Jawab, Mama!" bentak Aruni, ia sangat takut jika testpack ini memang milik Nalana, putri satu-satunya.

Nalana mematikan kompor. Gadis itu memeluk kaki sang Mama sembari terisak. Ia, tidak mungkin berbohong kepada sang Ibu.

"M-Mama, maafin Nalana, Ma. Maaf."

Aruni memejamkan matanya. "Bangun kamu."

Nalana menggeleng. "Maaf, Ma. Maafin Nalana. Maaf."

"BANGUN!"

Nalana tersentak. Ia bangkit berdiri. Di detik itu juga tamparan keras berhasil mendarat mengenai pipi kiri gadis itu.

"GILA KAMU, NALANA! KAMU GILA!"

Aruni memegang kedua bahu Nalana. "Bilang sama Mama, Nal. Apa yang kurang dari Papa dan Mama? Apa yang belum kamu dapet dari kita berdua, Nalana? Apa? Jawab Mama, Nak. Jawab," lirih Aruni.

Kakinya terasa lemas sekali untuk menahan bobot tubuhnya. Aruni terduduk sembari menangis. Nalana ikut terduduk.

"M-maaf, Ma. Maaf."

"Mama tanya, Nal, buat apa kamu minta maaf? Apa yang bisa kamu perbaiki? Sekolah kamu, masa depan kamu, cita-cita kamu. Apa kamu nggak pernah mikirin ini, Nal? Kamu masih remaja, Nalana. Pemikiran kamu masih labil."

Aruni menggeleng. Ia memejamkan mata. Tangannya meremas kaosnya. "M-Mama gagal jaga kamu..."

Nalana menggeleng. "Nggak, Ma, nggak. N-Nalana yang salah. Nalana ... Nalana yang ngecewain Mama. Aku minta maaf, Ma. Maaf."

Nalana mencoba menyentuh tangan Aruni, tetapi wanita itu menepisnya.

"Mama, maafin Nalana."

"Mama ..."

Aruni masih bergeming. Ia menatap ke arah lain tak mau menatap Nalana. Ya Tuhan ... apa lagi, ini?

"Sore! Papa pul--"

MASA REMAJA KITA [End]Where stories live. Discover now