e m p a t p u l u h e m p a t

54.3K 3.4K 96
                                    

.: 44. Lebih dari Egoku. :.

Nalana memiliki banyak waktu senggang hari ini. Perempuan itu mengeluarkan beberapa barang yang ia beli dari supermarket tadi sekalian ia disuruh oleh Aruni belanja bulanan. Perempuan itu memisahkan barang yang ia butuhkan dan mana barang yang harus disimpan. Rumah tampak sepi kali ini karena Sada dan Aruni pergi ke kondangan dengan membawa Bian.

Nalana berniat untuk memasakkan sesuatu untuk Arga kali ini. Ia berniat meminta maaf atas perkataannya yang terkesan tidak sopan kemarin. Mungkin juga ia akan mencoba memperbaiki hubungannya dengan Arga. Semalam ...

"Nal?"

"Ma? Ngagetin aja!" Nalana meletakkan payung di teras rumah.

"Bian udah tidur, Ma?"

"Udah, tidur sama papamu itu di dalam."

Aruni mengajak Nalana untuk masuk ke rumah karena hari sudah semakin larut dan hujan deras sedang mengguyur membuat udara bertambah dingin. Nalana duduk, meletakkan tasnya dan merenggangkan otot-ototnya. Perempuan itu mengusap wajahnya, menghela napas panjang ketika melihat jam menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Minum, Nal. Mama udah coba tadi, coklatnya enak."

Nalana tersenyum tipis. "Makasih, Ma."

Nalana menyeruputnya. Perempuan itu tersenyum manis, hal ini sedikit membuat rasa lelahnya berkurang.

"Boleh Mama bicara sesuatu sama kamu, Nal?"

"Iya boleh. Kenapa Mama pakai izin?"

Aruni tersenyum tipis. "Mama ingin ceritakan apa yang Mama sembunyikan sama kamu selama ini. Kamu tau, Nal? Semenjak kamu memutuskan untuk berpisah sementara dari Arga, Arga sering kemari. Membawakan makanan kesukaan kamu, terkadang Arga juga main sama Bian tanpa kamu tau. Dan, untuk keperluan Bian yang kamu tau itu dari Mama, sebenernya itu dari Arga, Nal."

Nalana bungkam, enggan membuka suara.

Aruni mengelus rambut Nalana. "Mama tau perasaan kamu, Nal. Sulit memang buat kamu percaya lagi dengan Arga. Tapi, nggak adakah kesempatan kedua buat Arga? Mama melihat dia benar-benar menyesal, Nal. Setidaknya, jika kamu tidak ingin, lakukan ini demi Bian. Bian butuh seorang ayah."

"Nalana ... Nalana takut, Ma."

"Apa yang kamu takutkan? Bicara sama Mama biar semuanya jadi jelas dan Mama bisa bantu kamu, Nal."

"Nalana takut, Ma. Nalana takut semisal Arga sakitin Nalana lagi. Nalana takut Arga nggak berubah setelah Nalana kasih kesempatan."

Aruni tersenyum tipis. "Terkadang yang kamu takutkan itu belum tentu terjadi. Kamu hanya perlu berpikir positif. Jika sekiranya itu terjadi, kamu boleh putuskan apapun apapun yang menurut kamu baik, Nal."

Nalana menatap Aruni lekat. "Nalana harus apa, Ma? Nalana bingung."

"Gimana perasaan kamu sama Arga?" tanya Aruni.

"N-Nalana sayang Arga, Ma. Nalana takut kehilangan Arga. Tapi Nalana juga nggak mau kalau Arga terus sakitin Nalana."

"Mama pernah denger seseorang bilang kalau jatuh cinta itu ketika kamu harus jatuh dan cinta di waktu bersamaan. Orang bilang juga, kalau sudah cinta juga harus siap patah hati. Semua ada risikonya 'kan, Nal? Kamu hanya perlu memantapkan hati kamu. Mama tidak ingin kamu salah mengambil langkah. Kehilangan orang yang kamu sayang itu menyakitkan, Nal."

Nalana bungkam. Perempuan itu menunduk. Pikirannya mulai berkecamuk, bimbang antara mengikuti kata hatinya atau pikirannya.

"Kamu bersih-bersih terus istirahat sana. Udah malam. Mama ke kamar dulu, ya."

MASA REMAJA KITA [End]Where stories live. Discover now