Bab 6

68.1K 4.5K 45
                                    

Seringai mengerikan terlihat dari wajah Leo, membuatku merinding.

"Kamu sinting," desisku marah. "Minggir, aku mau keluar."

"Kebetulan kita ketemu disini. Ini jam kantor. Kamu bolos?"

"Aku cuti." Aku mencoba berontak tapi cengkeramannya di lenganku kuat sekali. Dia tidak membiarkan aku pergi. Lagipula ini toilet perempuan. Meski sepi, bagaimana kalau ada yang masuk dan memergoki kami dalam posisi ambigu seperti ini?

"Cuti? Setelah kejadian kemarin?Kamu menghindari aku ya?"

Tebakannya benar, tapi aku tidak akan mau mengaku. Aku tidak mau menunjukan ketakutanku padanya, meski itu benar. Aku menghindarinya karena aku takut padanya, kalau dia tahu dia bakal senang.

"Kamu sendiri, ngapain ada disini?"

"Bisnis," katanya acuh. "Gadis kecil itu anakmu? Aku dengar dia memanggilmu mama."

Leo menyeringai melihat kekagetanku. "Kamu begitu sibuk dengan putrimu hingga tidak sadar aku mengawasimu dari tadi. Apa kamu sudah menikah?"

"Ya."

"Sungguh? Tapi di biodatamu yang ada di HRD disitu tertulis kalau kamu masih single. Lalu darimana datangnya anak itu?Apa itu anak diluar nikah?" Leo mengangkat satu alisnya, tatapan intensnya seakan ingin menelanjangiku. Membuatku mengkerut. Dia menunggu jawaban dariku.

"Itu bukan urusanmu. "Aku menantangnya berani. Aku tidak akan mengatakan padanya siapa sebenarnya Della. Untuk apa dia ingin tahu? pikirku heran.

"Bukan urusanku? Bagaimana kalau HRD sampai tahu kamu punya anak diluar nikah? Kamu ingin tahu apa yang akan terjadi padamu? Swara grup tidak akan mentolerir pegawai yang memiliki reputasi buruk."

Aku menggertakan gigi menahan amarah. Dia mengancamku. Dia sengaja mengancamku dengan pekerjaan. Aku mengepalkan kedua tanganku erat.

"Della.. dia.. dia anakmu, Leo."

*****

Setelah pengakuanku yang mengejutkan dan membuat Leo mematung tak percaya, ia memaksa untuk bertemu Della. Aku terpaksa membawanya menemui Della yang ternyata masih asyik makan puding coklat.
Gadis cilik itu mengerutkan hidungnya melihatku yang datang bersama Leo.

"Del, kenalin. Ini teman mama, namanya om Leo. Om Leo ini juga atasan mama di kantor."
Aku memperkenalkan mereka berdua. Kulihat reaksi Della cukup bagus, dia tersenyum lebar dan manis.

"Hallo, om. Aku Della. Anak mama Ren yang cantik."

"Hallo." Leo tersenyum canggung. Melirikku sebelum ikut duduk di meja kami. Sesaat dia agak terpaku menatap wajah Della. Mungkin ia menyadari kemiripan diantara mereka. Della memang versi perempuan dari wajah Leo. Alis tebalnya, hidung mancungnya, bahkan seringainya.
Aku cuma mewarisi kulit putihku saja pada Della.

Aku sendiri heran, kenapa Della lebih mirip Leo ketimbang aku. Padahal dia anak perempuan,
padahal aku yang melahirkannya.
Harusnya dia lebih mirip aku kan?

Selama berinteraksi dengan Della, Leo berkali-kali menatapku. Aku tahu dia memiliki segudang pertanyaan dibenaknya. Tapi aku tak ingin menjelaskan semuanya di depan Della. Anak itu tidak tahu, Leo ayahnya.

"Aku antar kamu pulang," katanya melihat Della tertidur dalam pelukanku. Anak ini, begitu perutnya kenyang, langsung mengantuk dan tertidur. Tidak peduli ada dimana.

"Aku bawa mobil."

"Mobilmu biar dibawa Pak Sapto.
Kamu ikut mobilku."

"Tapi.."

"Kamu berhutang penjelasan padaku, Ren. Dan aku gak akan pergi begitu saja sebelum kamu kasih penjelasan sama aku apa yang sebenarnya terjadi selama delapan tahun ini." Leo bersikeras dan aku tahu aku tidak bisa mencegahnya. Dia sudah melihat Della, sudah melihat kemiripan Della dengannya. Dia juga sudah mendapatkan pengakuan dariku kalau Della anaknya.

Aku sungguh menyesal, kenapa bisa bertemu dengan Leo hari ini.
Apa itu sungguh kebetulan belaka? Atau... aku cepat menepis kecurigaanku. Leo seorang presdir, dia begitu sibuk. Mana ada waktu untuk menguntitku?Pikiranku sungguh tidak masuk akal. Karena itu aku cepat-cepat menepis pikiran itu.

Akhirnya aku ikut mobil Leo, sedangkan mobil Agya ku dibawa Pak Sapto, supir pribadi Leo yang membuntuti  audi Leo dari belakang.

Leo mengendarai audi-nya, aku duduk disampingnya sambil memeluk Della dan hanya memberikan arah menuju rumahku.

Begitu sampai, aku turun dan membawa Della ke kamar. Menidurkannya di ranjang sebelumnya melepas sepatunya.

Leo masih setia mengikutiku. Melihatku menidurkan Della, menyalakan ac dan menciumnya lembut. Selama itu dia tidak mengatakan apa-apa.

"Kamu mau minum apa?" tanyaku memberi isyarat agar ia keluar dari kamar Della. Aku menutup pintu kamar Della dan berjalan menuju dapur yang merangkap ruang makan.

Rumahku tidak besar, hanya seluas 70 meter persegi dengan dua kamar tidur, dapur dan satu kamar mandi. Serta ruang tamu yang juga tempat menonton tv. Karena aku juga membuat garasi mobil, jadi sebagian lahan terpakai untuk garasi mobil dan motor.

Selain mobil agya, ada satu motor vario di garasi yang sering aku gunakan untuk pergi berbelanja ke pasar atau supermarket. Atau ketempat-tempat dengan jarak dekat yang lebih praktis menggunakan motor ketimbang mobil.

Meski begitu, rumahku bersih dan cukup nyaman untuk ditempati dua orang. Karena cuma aku dan Della yang tinggal di rumah ini. Selain Bu Sri, yang tukang cuci gosok, kadang masak. Tapi beliau juga tidak menginap, setelah cuci gosok di rumahku beliau pulang ke rumahnya sendiri.

"Jelaskan." Leo sama sekali tidak mengacuhkan tawaranku. Ia berdiri diambang pintu yang menghubungkan ruang tamu dan dapur. Menyilangkan tangannya di depan dada sambil menatapku tajam. "Jelaskan bagaimana bisa tiba-tiba saja aku memiliki anak denganmu. Dan apa benar Della itu anakku?"

"Aku tidak memaksa kamu untuk percaya. Aku juga tidak peduli kamu mau percaya atau nggak. Tapi kalau kamu mau yakin, kamu bisa tes DNA." Aku meletakkan gelas berisi air es yang setengahnya habis ku minum diatas meja makan. Lalu duduk disalah satu kursi yang ada disana.

"Itu pasti kulakukan. Aku gak mungkin percaya begitu saja kalau Della anakku. Bagaimana aku tahu kalau kamu gak bohong?" Leo mencibir.

"Meski dia mirip sama kamu?"

"Ya, meski dia mirip aku. Karena sama sekali gak masuk akal, aku bisa punya anak sama kamu. Padahal kita gak pernah berhubungan intim."

SERENADA BIRU (End)Where stories live. Discover now