Bab 25

58.8K 3.7K 46
                                    

Kami hanya berdua di dalam lift, tapi bukan berarti dia boleh menciumku seenaknya! Aku berontak tapi tenaga Leo jauh lebih kuat dariku. Yah, mana ada wanita yang bisa melawan kekuatan seorang pria sekuat Leo?

Bukan cuma mencium, lidahnya juga masuk. Mengisapnya dan melumat bibirku buas. Sementara lengannya mencengkram kedua tanganku dan kakinya menahan tubuhku agar tidak bergerak-gerak.

Setelah puas menciumku dengan ganasnya barulah Leo melepaskanku. Tubuhku sempat oleng namun ditahannya. Ia menyeringai puas.

"Rasanya masih semanis biasanya." Tangannya dengan kurang ajarnya mengelus bibirku. Tanganku terangkat hendak menamparnya tapi Leo lebih cepat menangkapnya. "Jangan coba-coba, sayang. Atau aku bakal melakukan lebih dari ini."

Meski kesal dan marah setengah mati, tapi aku berusaha menahannya. Dan sepertinya Leo tidak peduli dengan kemarahanku atau ekspresi masam di wajahku. Ia malah menggamit pinggangku begitu kami keluar dari lift dan membawaku ke mobilnya.

Ternyata Leo tidak mengantarku pulang tapi malah membawaku kerumahnya di daerah pondok indah. Rumah mentereng dua lantai. Aku melihat banyak foto-foto keluarganya yg berderet di dinding dan juga foto keluarga ukuran besar yang terpajang di ruang tamu. Foto Om Raharjo, Tante Inan, Tiara dan juga Leo.

Karena banyaknya foto-foto keluarganya, aku berkesimpulan kalau ini memang rumah Leo.

"Kenapa kamu membawa aku kerumahmu? Aku mau pulang, kasihan Della gak ada yang nemenin di rumah."

"Memangnya kalau kamu lembur ada yang nemenin Della di rumah? Paling Della dijaga sama tetangga kamu itu kan?"

Tebakan Leo memang benar. Kalau aku lembur atau pulang agak larut maka Bu Wulan yang akan menjaga Della. Bu Wulan sendiri tidak keberatan. Dia sudah menganggap  Della seperti cucunya sendiri.

"Lagi pula kamu gak usah khawatir, Ren. Aku sudah nyuruh Tiara kerumah kamu begitu dia pulang kerja buat nemenin Della."

"Kenapa jadi ngerepotin Tiara?"

"Apanya yang ngerepotin? Della kan keponakannya juga. Dia malah senang kok disuruh jagain Della."

Yah, Tiara memang dekat dengan Della. Dia bahkan sering mengunjungi Della kalau libur. Membawa makanan dan banyak mainan.

"Kita makan malam dulu, kamu pasti lapar kan?"

"Aku gak lapar."

"Oh ya? Terus ngapain tadi kamu ada rencana makan pizza sama orang kalau gak lapar? Asmara kantor?"

"Namanya Aditya, Leo. Dan bukan urusan kamu kalau aku memiliki asmara kantor sama Aditya. Karena setahuku Swara gak melarang sesama karyawannya menjalin hubungan," kataku lugas.

"Kamu benaran ada hubungan dengan dia?"

"Kenapa?" tanyaku bingung. Kenapa sepertinya Leo anti sekali menyebut nama Aditya ya?

"Apa dia tahu tentang Della?"

Aku tersentak mendengar pertanyaan Leo.

"Belum ya? Bagaimana reaksinya kalau dia tahu tentang Della?Kalau kamu sudah memiliki seorang anak dengan laki-laki lain?"

"Dia memang belum tahu. Tapi cepat atau lambat aku akan memberitahu Aditya kebenarannya." Aku berbicara seakan-akan aku memang memiliki hubungan dengan Aditya. Sinting. Padahal dekat saja baru-baru ini. Apanya yang memiliki hubungan?

"Kamu pikir dia lelaki yang pantas untuk menjadi ayah Della?"

"Kenapa nggak?" Aku balik bertanya. "Aditya baik, sopan, mapan, punya kerjaan bagus dan juga ganteng."

"Kalau soal semua yang kamu sebutkan tadi, aku seratus kali lebih baik, sopan, mapan, kerjaan lebih bagus dan ganteng ngelebihin dia, Ren."

"Oh ya?"

"Tentu saja. Aku lulusan Harvard. Jabatanku Presdir dan gajiku besar. Membawahi 5000 karyawan lebih di Swara. Aku punya banyak properti, punya banyak investasi dan juga deposito di Bank. Kalau bicara soal mapan, aku jauh lebih mapan darinya kan?"

"Terus kenapa?"

"Intinya aku kandidat yang lebih kuat dari dia untuk menjadi ayah Della. Dan aku juga gak mau Della punya ayah tiri sembarangan."

"Aditya bukan orang sembarangan." Bantahku cepat. Tapi kemudian menatap Leo bingung. "Tunggu, kenapa kita jadi ngomongin perihal ayah tiri untuk Della? Dan apa maksud omongan kamu kalau kamu adalah kandidat kuat untuk menjadi ayah Della? Kamu kan memang ayahnya, Leo. Meski kamu gak mau mengakui Della."

"Belum, Ren. Bukan nggak mau. Tapi sekarang aku sudah percaya Della anakku kan? Hanya saja Della yang belum tahu kalau aku adalah ayahnya. Itu karena kamu yang mengarang cerita ayahnya sudah mati karena kecelakaan pesawat dan jenazahnya tidak bisa ditemukan."

Rasanya aku ingin memutar bola mata mendengar ucapan Leo. Apa dia tidak tahu aku berkata seperti itu karena tidak ingin Della membenci ayah kandungnya sendiri?

"Karena itu, aku ingin Della mengetahui keberadaanku. Aku ingin Della tahu aku adalah ayah kandungnya." Leo mendekatiku. Memegang kedua bahuku dan meremasnya lembut. "Aku juga ingin menjadi bagian dari kehidupan kalian berdua."

"Maksudmu?"

"Ren, kamu mau nikah sama aku?"

SERENADA BIRU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang